Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Asas Pemerataan Manfaat Dana Abadi Umat

Lomba | 2021-09-30 13:31:14
Sumber : Republika

Pagi ini saya baca koran digital Republika yang dishare seorang kawan di grup WhatsApp. Di halaman ke-16 terpampang ‘BPKH Writing Competition’. Karena penasaran, langsung saya googling apa itu BPKH? Terus terang sebagai warga yang tinggal di Kabupaten Belitung Timur, ini pertama kalinya saya mengetahui adanya lembaga yang mengelola keuangan haji yang bernama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Entah saya yang kurang pergaulan atau memang BPKH ini tidak pernah hadir di tempat kami.

Saya langsung menghubungi kawan yang saya kenal beliau sudah pernah melaksanakan ibadah haji beberapa tahun yang lalu. Ternyata waktu saya tanya dia paham nggak dengan BPKH? Jawabannya membuat saya tercengang. “Apa itu ?”. Ternyata beliau tidak kenal sama sekali dengan badan yang telah mengelola uang yang beliau setor saat mau naik haji dulu. Berarti bukan saya saja yang notabene masih jauh dari rencana berangkat haji yang tidak tahu, mereka yang sudah berangkat haji pun tidak tahu tentang keberadaan BPKH.

Karena saya keukeuh ingin ikut kompetisi menulis opini tentang BPKH, terpaksa saya mengandalkan internet sebagai sumber informasi untuk melengkapi tulisan saya ini. Dan karena menurut saya uang yang dikelola badan ini adalah uang milik umat pada asalnya, maka saya memutuskan pilihan untuk menulis opini ini dengan sub tema Dana Abadi Umat untuk Kemaslahatan.

Sebelum masuk ke inti tema tulisan ini, terlebih dahulu saya harus mengetahui apa itu BPKH? Berdasarkan informasi yang di dapat dari https://bpkh.go.id/siapa-kami/, BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Sedangkan yang dimaksud dengan keuangan haji sendiri adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan haji ini, BPKH bekerja berasaskan pada prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel. Pengelolaan keuangan haji ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.

Berdasarkan informasi itu dapat diketahui bahwa dana yang dikelola BPKH ini adalah uang yang disetorkan oleh calon jemaah haji saat mereka akan melaksanakan ibadah haji. Jadi tidak semua uang yang mereka setor semata-mata untuk keberangkatan hajinya, tetapi masih ada sisa biaya operasional yang selanjutnya dikelola oleh BPKH ini. Karena dana ini terus bertambah dengan bertambahnya calon jemaah haji sementara kuota yang dapat diberangkatkan tiap tahunnya sangat terbatas, maka terjadi penumpukan uang akumulasi dana haji.

Dana yang besar dan terus bertambah inilah yang dikelola untuk ditingkatkan nilai manfaatnya guna mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dana haji didefinisikan sebagai dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan ibadah haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam. Jadi terlihat bahwa dana abadi umat (DAU) adalah bagian dari dana haji.

Dari sejak pertama kali dikumpulkan sampai dengan sekarang, apa saja yang telah dilakukan BPKH terhadap DAU ini? Berdasarkan informasi yang didapat dari infografis BPKH, bahwa DAU digunakan untuk membiayai program kemaslahatan. Sebagaimana diatur dalam PP No 5 tahun 2018 Tentang pelaksanaan Undang-Undang No 34 tahun 2014 mengenai pengelolaan keuangan haji dan PBPKH No.7 Tentang prioritas kegiatan kemaslahatan. Kegiatan kemaslahatan mencakup enam asnaf yakni; kebutuhan Prasarana ibadah, Kesehatan, Pelayanan Ibadah haji, Ekonomi umat, Pendidikan dan Dakwah serta Sosial Keagamaan. Bantuan disalurkan secara langsung dan tidak langsung (bekerjasama dengan mitra kemaslahatan) sesuai dengan asas prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel.

Sumber : Infografis BPKH

Lantas wilayah mana saja yang sudah pernah merasakan program kemaslahatan dari DAU? Dari infografis yang dirilis pada laman https://bpkh.go.id/, ternyata hanya ada 15 provinsi yang sudah menerima DAU, yaitu : Aceh, Sumut, Sumbar, Banten, Jakarta, Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, NTB, Kalsel, Kaltim, Sulsel, Sultra, dan Sulteng. Jadi belum merata ke semua provinsi yang ada di Indonesia.

Jadi wajar kalau ada masyarakat yang tidak kenal dengan BPKH, termasuk saya, karena memang keberadaan BPKH sendiri tidak dirasakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Padahal 34 provinsi yang ada di Indonesia ini semuanya memiliki calon jamaah haji yang daftar tunggunya sampai beberapa puluh tahun lagi baru bisa diberangkatkan. Ini berarti ke-34 provinsi memiliki andil dalam pengumpulan DAU. Tetapi mengapa hanya 15 provinsi saja yang baru bisa merasakannya?

Seharusnya ada asas pemerataan manfaat dari DAU ini, karena yang membutuhkan prasarana ibadah, prasarana kesehatan, pendidikan dan dakwah, serta sosial keagamaan bukan hanya masyarakat yang ada di 15 provinsi saja. Akan tetapi hampir di semua pelosok negeri ini memang masih membutuhkannya. Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T).

Akan dirasa lebih adil jika pendistribusian DAU ke daerah-daerah ini berdasarkan prosentase dana yang mereka setor ke BPKH. Maka setiap daerah akan merasakan manfaat dari keberadaan DAU ini. Dengan demikian visi BPKH yang ingin menjadi lembaga pengelola keuangan terpercaya yang memberikan nilai manfaat optimal bagi jemaah haji dan kemaslahatan umat, benar-benar dapat dirasakan manfaatnya secara optimal bagi semua umat Islam di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image