Tuan Rumah yang Semakin 'KAYA'
Curhat | 2021-09-30 12:11:39Sembari duduk melamun sendirian tergerak untuk membuat secangkir kopi, saya terkagum oleh lamunan keindahan pulau-pulau bak harta karun yang berserakan, yang bertebaran dari Sabang sampai Merauke. Keindahan yang terhampar luas terhimpit antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, terbentang luas di jalur khatulistiwa. Berada di benua Asia dan bedekatan langsung dengan benua Australia. Ya, itulah negeri kepulauan dengan jumlah pulau-pulau mendekati angka 17.000, dan negeri itu bernama Indonesia.
Negeri yang sangat indah, tentunya juga sangat kaya raya, siapa yang meragukannya? Bahkan banyak orang di penjuru dunia kagum akan negeri ini, berkunjung ke negeri ini bagaikan melihat oasis bagi mereka. masih meragukannya? ok, tarik puluhan tahun kebelakang saat negeri ini belum bernama Indonesia, dalam sejarahnya negeri ini menjadi negeri jajahan karena kakayaan sumber daya alamnya yang melimpah. Tetapi meskipun demikian, pesona negeri ini tak pernah pudar. Keindahannya masih tetap abadi, kekayaan yang melimpah bak samudra yang tak pernah surut. Keindahan dan begitu kayanya negeri ini masih bertahan hingga sekarang.
Lantas bagaimana kehidupan rakyatnya sebagai tuan rumah? keadaan justru berbanding terbalik bak busur berjarak 180 derajat. semakin majunya zaman, justru banyak rakyat yang pada kenyataannya hidup serba kesusahan. Inilah ironi yang terjadi pada negeri kepulauan bernama Indonesia. Lantas mengapa bisa seperti ini? Padahal faktanya kita ketahui negeri ini memiliki kekayaan yang sangat-sangat melimpah ruah.
Hutan, Laut, keragaman hayati, sungai, potensi akan: batubara, nikel, emas, timah, tembaga, minyak, gas, dan lain sebagainya yang tak tersebutkan.
"Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat". â Begitu bunyi UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33 ayat 3.
Dengan kekayaan yang melimpah ruah, namun tuan rumah tidak banyak menikmatinya, apa ini cukup dibilang ironi? bukankan ini sebuah tragedi? Sejarah memang mengatakan pihak asing yang lebih banyak memanfaatklan kekayaan negeri kepulauan ini. Dalam sejarah itu pihak asing sering kita sebut dengan penjajah. Dengan penjajahan rakyat justru sedikit merasakan apa yang terulis dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3. Lantas apakah setelah kemerdekaan dan lepas dari masa sejarah penjajahan, rakyat sudah merasakan apa yang terulis dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3? jawablah.
Sepertinya ibarat "anak ayam yang mati di lumbung padi", memang ada benarnya. Itu mungkin peribahasa yang paling pas untuk menggambarkan dan mengartikan kondisi rakyat saat ini. Hidup di tempat yang kaya raya indah dan juga yang katanya sangat makmur. Ditambah lagi dengan keadaan saat ini yang masih mewabah Covid-19, akan dituntun kemana para rakyat negeri ini?
Tuan rumah memang jelas semakin kaya, kaya akan kesabaran, kaya akan hati yang lapang, kaya akan umpatan yang tersimpan rapi dalam angan, kaya akan harapan untuk masa depan, kaya akan sesuatu yang belum pernah terealisasilkan, dan kekayaan-kekayaan lainnya .
Namun memang ironisnya seperti ini, dengan potensi kekayaan yang begitu lengkap melimpah, seharusnya tuan rumah negeri ini yang merasakan kemajuan dan kesejahteraan melebihi negeri-negeri lainnya. Dengan ironi macam ini tragedi yang terjadi pada rakyat yang tinggal dan hidup di tanah surga ini, gemah ripah loh jinawi, realitanya adalah mereka hidup dalam kekayaan yang tidak dimikmatinya, hanya hidup dalam kesusahan serba kemiskinan.
Dengan begitu apakah kemiskinan, kekurangan, dan kesusahan juga merupakan kekayaan yang dimiliki negeri ini tetapi belum disebutkan?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.