Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andi Pangeran

30 September, apakah Kominisme masih ada di Indonesia? Atau hanya sekedar Dendam sesama anak bangsa?

Politik | Thursday, 30 Sep 2021, 00:04 WIB
Monumen Pancasila Sakti

30 September, selalu diingat oleh negara ini sebagai sebuah peristiwa yang menyedihkan. Seperti diketahui dalam sejarah bahwa tanggal itu merupakan terjadinya peristiwa penculikan dan pembunuhan beberapa Jendral TNI Angkatan Darat yang dikemudian hari kita kenal dengan Gerakan 30 September / PKI. Berbagai literatur mengungkapkan bahwa kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk melakukan pemberontakan di negara ini mulai tahun 1948 tepatnya pada 18 September 1948 yang dipimpin oleh Musso. Artinya semenjak tahun 1948 setidaknya Partai Komunis Indonesia telah melakukan 2 (dua) kali pemberontakan terhadap negara ini, yakni tahun 1948 dan tahun 1965. Sehingga tidak salah ketika MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) menetapkan Partai Komunis Indonesia menjadi organisasi yang telarang terkait juga dengan aliran ataupun ajaran terhadap Komunisme, Marxisme dan Leninisme di Indonesia melalui TAP MPRS nomor XXV Tahun 1966. Mengapa demikian? Karena Indonesia telah memiliki Pancasila sebagai Azaz dan juga pandangan hidup bangsa.

Pertanyaan di era saat ini adalah, pernahkah generasi milenial saat ini mengenalkah tokoh DN Aidit ? atau Ahmad Yani? Setiap bulan September maka di negeri ini senantiasa beberapa orang mengaitkan dengan peristiwa 30 September yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Beberapa tokoh politik menurut saya, senantiasa mengambil momen ini sebagai momentum bahwa masih adanya kebangkitan komunisme di bumi Indonesia. Pertanyaan berikutnya apakah masih bisa bangkitkah faham komunisme di bumi Indonesia? Atau jangan – jangan pada momen bulan September ini hanya dijadikan momen politik saja ?

Ilustrasi Komunisme vs Kapitalisme

Jika kita menilik sejarah pada sekitar tahun 60an, kondisi dunia saat ini sedang terjadinya perang dingin. Dimana setelah perang dunia kedua pada tahun 1945, seakan adakan dunia ini damai tidak terjadi perang, namun sesungguhnya masih terjadi peperangan dalam bentuk ideologi. Amerika Serikat dengan ideologinya Kapitalis Liberalis bersama beberapa sekutunya, sementara Uni Soviet (Rusia) dengan ideologinya Komunis Sosialis. Bangsa Indonesia berada dimana? Dalam pembukaan Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, dengan tegas dijelaskan bahwa Indonesia menganut paham politik untuk bebas aktif, adapun kata – katanya adalah “ ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Jangan lupa juga Indonesia pernah menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung. Dimana melalui konferensi tersebut merupakan cikal bakal dari gerakan non blok yang digagas oleh Presiden pertama Indonesia Soekarno. Artinya semenjak negara Indonesia ini berdiri sudah ditegaskan bahwa kita memiliki azaz dan pandangan sendiri yakni Pancasila, serta tidak mendukung pada blok kekuatan politik dunia manapun, baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet (Rusia).

Bukti dari negara Indonesia tidak mendukung ideologi komunis adalah nyata, yakni setiap gerakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia dalam rangka melakukan kudeta terhadap pemerintahan baik tahun 1948 maupun tahun 1965 telah ditumpas oleh TNI. Sementara bukti nyata negara Indonesia tidak mendukung ideologi kapitalis adalah dengan adanya pasal – pasal tertentu dalam Undang – Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi seperti pada pasal 27 ayat 2 tentang pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi setiap warga negara, pasal 33 tentang kegiatan perekonomian disusun atas dasar kekeluargaan dan pasal 34 tentang fakir miskin dan anak terlantar.

Kembali pada pertanyaan sebelumnya, apakah faham komunisme masih bisa bangkit di bumi Indonesia? Mari kita kembali melihat kondisi dunia saat ini. Seperti kita ketahui beberapa negara besar yang menggunakan sistem ekonomi ataupun politik Komunis sepertinya satu persatu sudah mulai hilang. Uni Soviet negara yang besar dengan konsep Komunisnya sudah bubar pada akhir tahun 90an dan berganti nama dengan Rusia. China yang juga mengusung konsep komunis saat ini juga sudah mulai meninggalkan konsep komunisnya, sistem perekonomian negara China saat ini sudah cenderung mulai mengarah ke konsep Kapitalis Liberalis. Chekoslowakia hingga Vietnam juga sudah menuju konsep Kapitalis Liberalis. Meskipun demikian masih juga ada beberapa negara yang menggunakan sistem Komunis Sosialis seperti Cuba, Korea Utara namun jika kita lihat secara ekonomi negara – negara tersebut tidak mampu bersaing secara ekonomi dunia. Artinya apa? Mungkin saja pemahaman tentang teori Komunisme dan Sosialis perlahan sudah mulai ditinggalkan oleh orang – orang di dunia ini, karena secara ekonomi tidak menguntungkan. Mungkin yang masih ada adalah implementasi faham Komunisme Sosialis pada kebijakan dalam pengelolaan suatu negara, namun secara ekonomi negara tidak terlaksana dengan konsep komunisme sosialis.

Melihat pertanyaan sebelumnya, apakah bulan September ini jangan – jangan hanya dijadikan momen politik saja? Saya berpendapat bahwa kita tidak boleh melupakan sejarah. Peristiwa 30 September yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia adalah sejarah kelam yang pernah terjadi di negara ini. Namun bukan berarti kita tidak bisa “move on” dong! Yuk kita review sejarah kelam yang juga pernah terjadi jauh sebelum PKI melakukan pemberontakan.

Ilustrasi Perang Bubat

Tahun 1357, di bumi Nusantara pernah terjadi perang Bubat. Dimana pada perang tersebut terjadi antara kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda. Nah apa yang terjadi kemudian? Setelah terjadinya perang Bubat ini kerabat dari Kerajaan Sunda tidak diperbolehkan menikah dengan kerabat dari Kerajaan Majapahit[i]. Masihkah berdampak hingga saat ini? Oh.., ternyata masih loh.., bagi sebagian orang ini ditafsirkan kejadian sebagai larangan antara orang Jawa menikah dengan orang Sunda. Nah apakah masih cukup relevan hingga saat ini?

Kembali lagi soal “move on” nya kita terhadap sejarah kelam bangsa Indonesia yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Memang betul Partai Komunis Indonesia pernah melakukan pembunuhan terhadap Jendral TNI Angkatan Darat selain itu pada tahun 1948 juga banyak korban dari rakyat yang terbunuh dan dilakukan oleh anggota atau laskar Partai Komunis Indonesia. Catatan literatur menunjukkan setidaknya terdapat 17 tokoh dari korban keganasan Partai Komunis Indonesia[ii]. Namun dibalik itu semua, catatan literatur juga banyak korban dari anggota Partai Komunis Indonesia yang terbunuh dan dilakukan oleh pemerintah masa itu sebagai proses pembersihan politik dari ideologi Komunisme. Meskipun tidak diketahui persis berapa jumlah korban yang saat itu “dibantai” ataupun ditahan karena data yang pasti tidak pernah ditunjukkan kepada publik. Namun kembali itu semua biarlah menjadi sejarah, tidak perlulah kita mengkondisikan dengan mengatasnamakan “rakyat”.

Pernahkah kita terbayang kalau kita menjadi keluarga korban juga? Jangan berfikir negatif dulu, kita ambil contoh, Ilham Aidit memiliki beban yang sangat berat dalam hidupnya. Sepanjang hidupnya dia senantiasa terbebani oleh nama orang tuanya yang notabene adalah Ketua Umum Partai Komunis Indonesia yakni DN Aidit. Coba apa yang kita lakukan pada diri kita apabila kondisi tersebut terjadi?

Seiring dengan waktu, selayaknya kita memahami sejarah menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Bukan berarti menjadikan dendam pribadi terhadap atas apa yang pernah terjadi dan dilakukan. Meskipun agak sulit dan berat hati namun alangkah kita baiknya kita sebagai manusia yang beriman untuk bisa menerima segala takdir yang telah digariskan oleh yang kuasa. Jika kita kembali pada tulisan saya diatas soal perang Bubat, apakah masih relevan dengan kondisi saat ini? Mungkin masih sebagian orang beranggapan masih relevan, namun banyak juga yang menyatakan sudah tidak relevan. Nah kondisi itu terjadi saat ini dan perlu waktu yang sangat lama dari abad ke-13 hingga abad millennium saat ini saja masih tersisa peninggalannya, meskipun kita tidak memahami sejarah itu secara nyata. Sama halnya dengan sejarah Partai Komunis Indonesia yang baru terjadi sekitar 55an tahun, mungkin masih ada beberapa orang yang menjadi korban baik korban dari Partai Komunis Indonesia ataupun mungkin korban sebagai keluarga anggota Partai Komunis Indonesia.

Ilustrasi Indonesia maju bersama

Untuk itulah, biarlah sejarah sekali lagi menjadi pelajaran yang sangat berharga. Mari kita bergandeng tangan untuk tidak menciptakan dendam antara sesama anak bangsa, serta tidak perlu juga untuk kita mengkondisikan politik. Semua pihak adalah korban. Saatnya bagaimana kita membangun negara dengan kekuatan bersama, tanpa adanya saling merasa hebat dan merasa paling benar atas sebuah peristiwa sejarah. Hal ini dicontohkan oleh anak – anak Jendral TNI Angkatan Darat bersama dengan anak – anak anggota Partai Komunis Indonesia yang sering sejalan untuk tetap berkomunikasi dalam misi damai. Mereka membentuk suatu Forum Putra Putri Pahlawan Revolosi dan Keluarga PKI, dimana motto mereka adalah tidak mewariskan konflik dan membuat konflik baru. Kalau orang tua berkonflik, anak – anaknya tidak perlu berkonflik. Konflik itu jangan pernah diwariskan[iii].

Sebuah contoh yang patut ditiru oleh semua orang..,

Referensi :

[i] Pimayandi, Reiza. (2019). Perang Bubat. Tangerang: Sandiarta Sukses.

[ii] https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5688948/pemberontakan-pki-madiun-latar-belakang-tujuan-dan-tokoh-yang-jadi-korban, diakses pada 29 September 2021

[iii] https://banjarmasin.tribunnews.com/2017/09/30/indahnya-persahabatan-anak-anak-pki-dan-korban-pki-saksikan-videonya?page=4, diakses pada 29 September 2021

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image