ER dan GR untuk Meningkatkan Literasi Dasar Peserta Didik
Lomba | 2021-09-29 14:40:53Rilis laporan lembaga internasional Programme for International Student Asessment (PISA)[1] yang terbaru, Selasa, 3 Desember 2019, menunjukkan kualitas peserta didik di negeri ini takkunjung merangkak naik. Dalam hal Membaca, mereka hanya mampu berada di peringkat 72 dari 77 negara, lalu bidang Matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan bidang Sains ada di peringkat 70 dari 78 negara[2]. Tes berbasis komputer yang berlangsung selama 2 jam dengan materi ujian 3 bidang itu telah menunjukkan bahwa generasi muda negeri ini butuh perhatian dan penanganan lebih serius dari semua pemangku dan pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan. Tidak bisa lagi ditangani secara setengah-setengah, namun harus sepenuh hati.
Artikel ini fokus pada satu bidang yang diujikan, yatu Membaca[3]. PISA memberikan kerangka alat ukurnya yaitu tes ini digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi kemampuan atau kapasitas murid dalam memahami, menggunakan, mengevaluasi, merenungkan, dan memakai teks dalam rangka mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi, serta aktif berpartisipasi di masyarakat yang lebih luas. Dengan posisi berada di peringkat 72 dari 77 negara, maka bisa dipastikan peserta didik di Indonesia belum mampu memenuhi alat ukur tersebut. Oleh karenanya, sebagai salah satu upaya agar tidak lebih buruk ke depannya, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktur Jenderal Pendidikan Islam merilis aturan tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pada Madrasah[4], yang mana aturan tersebut memberikan panduan ciri khas pembelajaran abad 21, yang meliputi: PPK, Literasi, 4C, dan HOTS. Jadi, RPP pendidik di lembaga madrasah sudah harus fokus, menyentuh, dan mengintegrasikan 4 aspek ini dengan mata pelajaran selama proses pembelajaran di kelas.
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) meliputi penguatan karakter moderasi beragama atau keseimbangan dalam beragama atau Islam Wasathiyah, religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong dan integritas. Literasi meliputi literasi dasar atau keluasan wawasan bacaan dan budaya, literasi media atau keluasan wawasan dalam penggunaan media, literasi perpustakaan, literasi teknologi dan literasi visual. 4C terdiri dari Critical thinking atau merangsang tumbuhnya kemampuan siswa berfikir kritis, Collaborative atau merangsang tumbuhnya kemampuan siswa untuk bekerjasama dengan berbagai pihak, Creativity atau merangsang tumbuhnya kemampuan siswa berfikir kreatif inovatif atau munculnya ide-ide baru orisinil, dan Communicative atau merangsang tumbuhnya kemampuan siswa untuk mengomunikasikan pikiran dan ide-ide yang dimilikinya. High Order Thinking Skill (HOTS) atau keterampilan mengaitkan komponen-komponen berpikir tingkat tinggi atau mengaitkan antara pengetahuan dengan kompleksitas realitas kehidupan sekitarnya
Dalam rangka itulah, penulis sebagai salah satu pengelola perpustakaan di MTsN 6 Pasuruan, menghadirkan program Extensive Reading (ER) dan Graded Reader (GR) sebagai salah satu program terbaru perpustakaan untnuk memperkuat kebijakan RPP di atas. ER atau di negeri ini dikenal dengan istilah membaca ekstensif merupakan kegiatan membaca sebuah teks yang melengkapi keberadaan Intensive Reading (IR) atau membaca intensif. Praktik ER dan IR berbeda satu sama lain. Dalam IR, kegiatan utamanya menekankan pada pencarian informasi rinci/detail dalam teks, menemukan ide utama, ide pokok, kesimpulan dari suatu teks, dan lebih sering dilakukan di dalam ruang kelas. Sedangkan ER, fokus kegiatannya lebih banyak dilakukan di luar kelas, di perpustakaan, di rumah, atau di mana pun, dengan membaca buku apa pun yang disuka oleh peserta didik tanpa paksaan pendidik. Targetnya hanyalah membaca dengan cepat dan untuk kesenangan, memperbanyak jumlah buku yang dibaca, dan lain-lain.
Secara teoritik, ER bersandar pada teori Hipotesis Pemahaman Krashen yang menyatakan bahwa âKita memperoleh bahasa dan mengembangkan literasi ketika kita memahami pesan-pesan, yang mana, ketika kita memahami apa yang kita dengan dan apa yang kita baca, maka kita menerima masukan yang lengkapâ[5]. Kemudian, ER dikembangkan lebih intensif oleh Richard R. Day dan Julian Bamford dalam bukunya Extensive Reading in the Second Language Classroom. Menurut Day dan Bamford[6], ER memfasilitasi peserta didik dengan banyak buku bacaan (khususnya buku berbahasa Inggris) yang tentunya mudah dibaca dan dimengerti oleh peserta didik, bukunya pun hadir dengan berbagai variasi bentuk cerita, dan pada kesempatan yang sama peserta didik menikmati proses pemelajaran sambil meningkatkan kemampuan membacanya secara cepat dan lancar.
Lebih lanjut, kedua ahli ER ini, Day dan Bamford[7] kemudian mengembangkan 10 prinsip pelaksanaan ER sebagai tolok ukur kesuksesannya. 10 prinsip itu antara lain: (1) Materi bacaannya mudah dimengerti oleh pembaca, (2) Variasi materi bacaan tersedia dalam berbagai macam topik, (3) Pembaca memilih sendiri apa yang ingin dibaca, (4) Pembaca membaca buku sebanyak mungkin, (5) Membaca adalah untuk kesenangan, memperoleh informasi dan pemahaman secara umum, bukan paksaan, (6) Suka membaca adalah penghargaan itu sendiri bagi pembaca, (7) Pembaca secara umum mampu membaca lebih cepat (tidak lambat), (8) Membaca adalah kegiatan mandiri dan sangat individu, (9) Pendidik memberi target tertentu (yang tidak membebankan) dan memberi pendampingan bagi pembaca, (10) Pendidik menjadi model pembaca yang baik.
The Extensive Reading Foundation[8] dalam buku Panduan untuk Membaca Ekstensif memberikan penjelasan lebih lanjut untuk mempermudah pendidik dalam menerapkan ER di kelasnya. Dalam buku ini dinyatakan bahwa ER disebut juga sebagai Membaca Dalam Hati secara Berkelanjutan (Sustained Silent Reading atau SSS) atau Tinggalkan Semuanya dan Mulai Membaca (Drop Everything and Read atau DEAR). Dalam praktik di kelas, pendidik bisa meminta peserta didik untuk membaca buku yang sama secara bersama-sama di kelas atau di rumah. Kegiatan membaca bisa dianggap ekstensif jika siswa membaca dengan cepat dengan tingkat pemahaman yang tinggi tanpa menggunakan kamus. Jika membacanya terlalu lambat, berarti siswa perlu sering menggunakan kamus mereka dan ini tidak dianggap sebagai ekstensif[9].
Adapun GR dikenal dengan istilah buku Bacaan Bertingkat. Menurut The Extensive Reading Foundation GR merupakan kumpulan buku-buku baik fiksi maupun non-fiksi yang ditulis secara khusus untuk peserta didik yang sedang belajar bahasa[10]. Tujuannya adalah untuk membangun kecepatan dan kelancaran membaca serta memberi kesempatan untuk berlatih menikmati proses membaca. Beberapa karakteristik GR juga disebutkan dengan jelas antara lain: (1) ditulis sesuai dengan silabus pengajaran yang memiliki tahapan, jenjang dan kesulitan yang bertingkat, (2) diperingkatkan berdasarkan pada pemilihan isi cerita, kosa kata, tata bahasa yang ketat serta penggunaan gambar yang cermat, (3) buku pelajaran pada umumnya memiliki banyak kata yang hanya muncul satu atau dua kali sedangkan dalam bacaan bertingkat lebih banyak memunculkan kata-kata yang lebih berguna untuk membantu pembelajaran, (4) satu seri bacaan bertingkat memiliki tingkat kesulitan yang berbeda mulai dari level Dasar hingga level Mahir, di mana tiap levelnya memiliki beberapa judul buku yang kurang lebih tingkat kesulitannya sama[11]. Jadi, semakin tinggi level semakin tinggi juga kesulitannya, berlaku sebaliknya.
Pada artikel ini, penulis bersepakat dengan salah satu guru bahasa Inggris untuk mempraktikkan ER dan GR dalam proses belajar mengajarnya. Ditentukan ada tiga level bacaan untuk mengidentifikasi kemampuan membaca peserta didik. 3 level bacaan tersebut antara lain: level pemula, level menengah, dan level mahir. Di tiap level bacaan, penulis menyediakan 3 judul buku yang berbeda, sehingga jumlah total ada 9 judul buku yang berbeda yang digunakan. Adapun tema untuk level pemula adalah tentang kehidupan sehari-hari di madrasah dengan jumlah kata sebanyak maksimal 300 kata dalam bahasa Inggris. Sedangkan level menengah tentang kehidupan sehari-hari di keluarga berisi maksimal 500 kata bahasa Inggris. Terakhir, level mahir tentang kehidupan di masyarakat berisi maksimal 750 kata bahasa Inggris. Menurut The Extensive Reading Foundation agar peserta didik dapat diukur kecepatan dan kelancaran membacanya memenuhi standar ER, maka setidaknya mampu membaca 200-250 kata per menit[12].
Referensi berkaitan dengan ER, penulis merujuk pada beberapa artikel ilmiah yang tertuang di jurnal dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri, Wardani[13] dalam penelitian tindakan kelasnya menunjukkan bahwa Speed Reading dan ER bermanfaat bagi siswa untuk memahami arti teks dengan cepat, sebagian besar peserta didik berhasil menjadi pembaca yang lancar, kepercayaan diri meningkat, dan berdampak positif terhadap perilaku peserta didik dalam kegiatan membaca. Di luar negeri, ER terbukti dapat meningkatkan kelancaran membaca[14], pemerolehan kosakata[15], dan kemampuan menulis yang lebih baik[16]. Dari membaca beberapa referensi ini, penulis yakin bahwa ER mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas dan aras literasi dasar peserta didik. Perbedaan pelaksanaan ER dan GR yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti/guru sebelumnya dari beberapa negara dengan yang saat ini dipraktikkan adalah fokus penulis pada efek ER dan GR untuk meningkatkan aras literasi dasar peserta didik.
Satgas Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dalam buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Edisi 2 menjelaskan pengertian Literasi Dasar adalah bagaimana peserta didik menerapkan keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari[17]. Satgas merujuk pada pendapat World Economic Forum tahun 2016 menyatakan ada 6 jenis literasi yang terdapat dalam Literasi Dasar, antara lain: 1. Literasi Baca-Tulis, 2. Numerasi, 3. Literasi Sains, 4. Literasi Digital, 5. Literasi Finansial, dan 6. Literasi Budaya dan Kewargaan. Keenam literasi yang diyakini menjadi literasi yang dibutuhkan peserta didik dalam menghadapi abad 21 ini dibabarkan sebagai berikut: (1) Literasi Baca-Tulis adalah kemampuan membaca, memahami, dan menggunakan bahasa tulisan, (2) Numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan angka dan simbol lain untuk memahami dan mengekspresikan hubungan kuantitatif, (3) Literasi Sains adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan prinsip ilmiah untuk memahami lingkungan dan menguji hipotesis, (4) Literasi Digital adalah kemampuan untuk menggunakan dan menciptakan konten berbasis teknologi, termasuk menemukan dan berbagi informasi, menjawab pertanyaan, berinteraksi dengan orang lain dan pemrograman komputer, (5) Literasi Finansial adalah kemampuan memahami dan menerapkan aspek konseptual dan ihwal keuangan dalam kegiatan keseharian, dan (6) Literasi Budaya dan Kewargaan adalah kemampuan memahami, menghargai, menganalisis, dan menerapkan pengetahuan tentang kebudayaan dan kewargaan.
Integrasi 6 literasi dasar dengan 9 judul buku berjenjang dilakukan dengan cara memproduksi naskah buku sesuai dengan ciri khas literasi yang dimaksud. Rinciannya sebagai berikut: 2 judul buku untuk literasi baca-tulis, 2 judul untuk numerasi, 2 judul untuk literasi sains, 1 judul untuk literasi digital, 1 judul untuk literasi finansial, dan 1 judul untuk literasi budaya dan kewargaan. Dengan cara demikian, penulis berharap sedikit demi sedikit, cepat atau lambat, aras literasi dasar peserta didik melalui program ER dan GR. Sebagaimana keyakinan Mendikbud dalam menyikapi hasil PISA 2018 bahwa, âHal kecil, mudah, dan bisa segera dilakukan. Mulai dari cara sederhana, sebuah gerakan yang berasal dari seluruh elemen masyarakat."[18]
[1] https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2018-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas
[2] https://www.liputan6.com/global/read/4126480/skor-terbaru-pisa-indonesia-merosot-di-bidang-membaca-sains-dan-matematika
[3] Op.cit
[4] Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5164 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pada Madrasah.
[5] Ng, Qiu Rong., Renandya, Willy A., & Chong, Miao Yee Clare. (2019). Extensive Reading: Theory, Research And Implementation. TEFLIN Journal, Volume 30, Number 2. DOI: http://dx.doi.org/10.15639/teflinjournal.v30i2/171-186
[6] Day, R. R. & Bamford, J. (1998). Extensive reading in the second language classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
[7] Day, R. R. & Bamford, J. (2002). Top ten principles for teaching extensive reading. Reading in a Foreign Language, 14(2), 136-141.
[8] The Extensive Reading Foundation. (2016). Panduan untuk Membaca Ekstensif. Diunduh dari www.erfoundation.org.
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Wardani, Sri. (2014). Using Speed Reading and Extensive Reading Activities to Improve Studentsâ Reading Fluency. Jurnal Pendidikan Humaniora, Vol. 2 No. 3, Hal 219-227. ISSN: 2338-8110. http://journal.um.ac.id/index.php/jph.
[14] McLean, S., & Rouault, G. (2017). The effectiveness and efficiency of extensive reading at developing reading rates. System, 70, 92-106.
[15] Suk, N. (2016). The effects of extensive reading on reading comprehension, reading rate, and vocabulary acquisition. Reading Research Quarterly, 52(1), 73-89.
[16] Park, J. (2016). Integrating reading and writing through extensive reading. ELT Journal, 70(3), 287-295.
[17] Satgas GLS. (2018). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah (Edisi 2). Jakarta: Kemendikbud.
[18] Op.cit
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.