Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rina Purwaningsih

Meraih Mimpi Dengan Terus Berjuang Saat Pandemi

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 23:27 WIB

Tanpa terasa, sudah hampir 3 tahun dunia hidup bersama pandemi. Dunia menjadi gelap, sesak. Saya selalu memimpikan pandemi ini segera berakhir dan hidup normal seperti sediakala. Lantas apa saja yang ingin saya lakukan jika pandemi ini benar-benar berakhir? Sebenarnya banyak sekali. Tetapi mimpi-mimpi indah saya setelah pandemi tidak bisa dilepaskan dari bagaimana saya dan keluarga saya berjuang untuk bertahan dari pandemi itu sendiri pada saat ini.

Saya masih ingat di Sabtu sore, awal masa pandemi, saya duduk di depan komputer mengerjakan pekerjaan kantor. Suami saya tiba-tiba sudah ada di samping saya sambil menunjukkan sebuah akun promosi kelas menulis di FB. “Ikut aja Ma,” bujuk suami saya,” aku yakin kamu bisa.” Saya menggeleng. Menghadapi pekerjaan kantor saja sudah keteteran, hari libur masih harus menyelesaikan pekerjaan untuk minggu depan, apalagi ditambah kegiatan kelas menulis. Sungguh tidak masuk akal menurut saya.

Saya memang terpaksa membawa pekerjaan ke rumah karena tidak mampu saya selesaikan di kantor. Pandemi telah mengubah situasi pekerjaan menjadi sangat sibuk dan tidak nyaman. Pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh orang 3, kini menjadi tanggung-jawab 1 orang, karena banyak karyawan yang di rumahkan. Bos sudah berkali-kali mensinyalkan kepada semua karyawan untuk mengambil cuti tak berbayar untuk mengurangi beban pengeluaran perusahaan.

Selain itu, keadaan keungan kami yang juga mengalami penurunan drastis karena adanya cuti tak berbayar baik oleh perusahaan saya maupun perusahaan suami. Namun penolakan saya tidak membuat suami saya menyerah. “Aku yakin duniamu di sini. Kamu akan temukan passion mu. Aku yang bayar. Cobalah!” Akhirnya saya mengangguk. Saya terima tawaran dia mengikuti kelas menulis online itu. Suami berjanji untuk tidak menuntut hasil apapun dari keikutsertaan saya, mengingat beban pekerjaan saya yang sudah berat.

***

Ternyata, waktu dua bulan mengikuti kelas menulis telah saya lalui dengan lancar. Dari 6 tugas yang diberikan mentor, saya mampu menyelesaikan 5 tugas. Tak disangka sebagian besar ditayangkan di media online terkemuka. Selain itu, saya dipertemukan dengan lingkungan pertemanan sesama penulis yang sangat supportif, penuh kekeluargaan dan saling memberi semangat. Saya seperti menemukan diri saya yang baru. Bagi saya ini adalah sebuah pencapaian yang patut disyukuri di tengah kesempitan yang saya rasakan semenjak pandemi.

Tak berapa lama datang ujian yang lain. Saya jatuh sakit. Gerd, vertigo dan insomnia yang sering alami beberapa tahun belakangan ini semakin menjadi. Puncaknya selama hampir satu bulan saya terbaring di tempat tidur. Mengingat kondisi yang entah kapan akan membaik, maka resign adalah pilihan terbaik sebagai bentuk tanggung-jawab saya kepada pemberi pekerjaan. Langkah itu juga mempertimbangkan kesehatan saya yang rentan tertular covid. Saat itu covid masih menjadi puncak misteri yang belum terpecahkan, siap melahap siapapun yang memiliki fisik lemah.

Keputusan saya untuk resign menjadi pukulan telak bagi saya dan suami. Strategi penghematan besar-besaran kami lakukan. Keadaan ini kami komunikasikan kepada kedua anak saya, si sulung yang baru lulus SMK dan si bungsu yang masih duduk di bangku SMP. Si sulung terpaksa menunda untuk kuliah dan fokus mencari pekerjaan. Ketidakmampuan kedua orang tua membelikan jajan justru membuat si bungsu semakin menekuni hobinya masak membuat cemilan murah meriah disamping hobinya menulis cerpen. Keadaan yang menuntut saya tinggal di rumah, membuat saya semakin fokus di bidang tulis menulis.

Di luar dugaan, dari menulis saya bisa menghasilkan uang, walaupun masih belum signifikan. Si Sulung mendapatkan pekerjaan di bidang yang dia sukai yaitu design. Dia menyisihkan penghasilannya untuk biaya kuliahnya nanti. Sedangkan Si Bungsu semakin menampakkan bakatnya dengan memenangkan berbagai kompetisi menulis cerpen yang dia ikuti. Usaha sampingan suami sebagai pelukis mengalami peningkatan. Lukisan karikatur, design kalender, ilustrasi buku cerita dan lain lain, tak pernah sepi permintaan. Keberadaan saya di rumah, sangat membantu meringankan beban suami menangani packaging dan distribusi kepada konsumen.

***

Pandemi ibarat badai yang meluluh-lantakkan keluarga saya. Karena di saat yang sama, saya merasakan bagaimana hidup dalam bayang-bayang ketakutan akan kematian dan kefakiran. Ketakutan akan kematian, kami rasakan saat kami sekeluarga tersambar covid. Ketakutan akan kefakiran karena hilangnya salah satu pintu rejeki. Dalam kebimbangan itu, saya memilih untuk bertahan, terus bergerak, berani untuk mencoba segala kemungkinan, yang bisa menjadi jalan keluar dari kesulitan.

Menulis adalah jalan ninja saya untuk tidak tinggal diam. Walaupun belum memberikan penghasilan yang signifikan, tapi memiliki pengaruh besar pada mindset saya akan arti sebuah harapan. Semangat saya ini memberikan pengaruh besar kepada suami dan anak-anak untuk menemukan jalan keluar mereka sendiri. Suami dan anak-anak akhirnya menemukan passion mereka masing-masing. Suami semakin mantap dengan hobi sekaligus usaha di bidang seni lukis, Si Sulung dengan hobi designnya, dan Si Bungsu dengan hobi menulis cerpennya.

Pandemi mengajarkan saya banyak hal. Pelajaran yang pertama adalah percaya. Percaya pasti ada jalan, jika kita terus bergerak. Pelajaran selanjutnya adalah pasrah, menyerahkan hasil usaha kita kepada Yang Maha kuasa. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan adalah petikan surah Al Insyirah ayat 5, dan diulang kembali pada ayat ke 6, menjadi bukti janji Allah SWT kepada siapapun yang mau terus berusaha dan menyerahkan hasilnya kepada Tuhan semata.

Jadi mimpi apa yang ingin saya wujudkan jika pandemi telah usai? Setelah melalui segala ujian di masa pandemi, saya menyadari mimpi saya ternyata cukup sederhana: terus menghidupkan kehidupan yang Tuhan berikan. Jika di masa sulit kami saja sanggup bertahan, di saat lapang, tentu kami yakin akan lebih mampu meraih apa yang kami inginkan. Insha Allah.

#lombamenulisopini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image