Menyongsong Babak Akhir dari Pandemi yang Kita Rindukan
Lomba | 2021-09-25 23:05:28Deru rombongan motor besar membahana pada suatu siang yang gerimis. Saya menoleh. Terlihat rombongan moge melaju berlawanan arah dengan mobil yang saya tumpangi. Jalan yang saya lalui sehari-hari adalah jalan nasional yang menghubungkan Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta. Klakson dari bus pariwisata terdengar saat sebuah motor memotong dengan serampangan. Saya tersenyum melihat keriuhan jalan raya. Secercah harapan muncul, bahwa akhir dari pandemi sudah terlihat di depan mata.
Meski masih berada dalam kondisi serba waspada dan wajib menerapkan protokol kesehatan, ramainya jalan raya adalah hal yang sudah dinantikan oleh banyak pihak. Mobilisasi yang terjadi menunjukkan adanya perputaran roda ekonomi. Sebuah bus pariwisata yang berkunjung ke daerah istimewa tempat saya tinggal, jelas membawa perubahan bagi pundi-pundi para pelaku usaha wisata. Pandemi telah membuat mereka mengalami masa kemarau panjang. Di sini, kehidupan perekonomian sudah terlanjur bergantung pada romantisasi gudeg, Malioboro, dan Tugu Jogja.
Trend staycation sudah terlihat kembali diminati seperti sebelum pandemi terjadi. Hotel-hotel berlomba-lomba menyediakan konsep one stop service bagi para tamunya. Penginapan-penginapan mulai dibanjiri oleh keluarga-keluarga yang butuh menjauh dari penat. Para pehobi backpacker pun akan segera memulai petualangan mereka, nanti setelah syarat perjalanan semakin dipermudah dan capaian vaksinasi semakin meningkat.
Selain bergantung dengan wisatawan, daerah nan istimewa ini juga sudah merindukan riuhnya para pelajar dan mahasiswa. Saat ini, sekolah yang sudah mulai melakukan pembelajaran tatap muka meski terbatas. Saya yakin tak butuh waktu lama untuk para siswa merasa jenuh dengan bekal yang dibawanya. Jajanan di kantin dan depan gerbang sekolah akan kembali dilirik. Uang saku para siswa akan berpindah ke pemilik kantin, pedagang cilok, dan pedagang bakso tusuk.
Selain jajan, kalangan pelajar dan mahasiswa juga akan mulai membuat para tukang fotocopy sibuk. Lembar-lembar HVS kuarto dan folio 70 gram akan kembali terlihat berhamburan di kios-kios jasa fotocopy. Demikian pula mesin-mesin fotocopy yang selama tahun 2020 selalu dingin dan dipenuhi debu akan kembali beroperasi. Lagu dangdut akan kembali mengalun, mengiringi para tukang jilid dalam merapikan laporan tugas akhir para mahasiswa. Kesibukan dan kerumunan jelas kembali hadir bagi lini usaha dengan konsumen utama para pelajar dan mahasiswa.
Saya pun yakin, suara hardikan para ibu akan melirih seiring pandemi disepakati berakhir. Boleh jadi para ibu tetap mengomel tentang banyak hal. Namun tak lagi sekeras saat mereka terbebani tanggung jawab sebagai pendamping utama anak selama belajar dari rumah. Ketegangan yang terjadi dalam sebuah keluarga akibat pandemi, jelas akan berkurang. Orangtua akan sibuk menjadi orang dewasa yang haus interaksi dengan sesama orang dewasa. Mereka akan kembali berkutat dengan pekerjaan-pekerjaan yang menanti di tempat kerja.
Seiring sibuknya orang dewasa yang kembali bekerja, anak-anak kampung kembali menikmati kebebasan bermainnya. Mereka akan bebas mengulur benang hingga layangannya membumbung tinggi tanpa suara-suara sumbang soal masa depan mereka. Sementara itu, anak-anak urban akan kembali menikmati mall dan aneka privilese yang disebut-sebut dapat membuat mereka memiliki masa depan yang terjamin.
Berakhirnya pandemi juga menjadi kabar baik bagi pasar tradisional. Selama ini, para pedagang pasar selalu dipaksa tutup lebih cepat. Pasar tradisional si sahabat para pelaku usaha kuliner rumahan dicitrakan sebagai tempat kumuh yang dikhawatirkan dapat menjadi cluster utama Covid-19. Kios-kios dibatasi dengan ketat sementara para pemberi kredit ilegal tak mau tahu akan penurunan omset yang drastis.
Saat pandemi berakhir, mereka yang penghidupannya bergantung pada kerumunan di pasar jelas akan bernapas lega. Meski tetap saja, para penagih utang setia menanti dengan buku dan pulpen di tangan. Kios yang buka dengan durasi lebih panjang akan diasumsikan mengalami peningkatan penjualan. Bagaimana pun kehidupan jelas akan berjalan lebih baik saat pasar tradisional boleh kembali beroperasi dengan normal. Walaupun, tidak bisa ditampik bahwa pandemi juga menyebabkan terjadinya pergeseran konsumen dari pasar tradisional ke lokapasar dan pasar modern. Toh, tetap saja, banyak dapur yang bergantung pada pasar tradisional.
Meski masih banyak pribadi yang cemas jika kurva pandemi yang sudah melandai itu kembali melambung naik, namun tentu jauh lebih banyak yang sudah merindukan kerumunan. Ada hal yang harus diyakini bersama, yaitu pandemi telah mengubah banyak hal. Manusia sudah dipaksa alam untuk memunculkan sisi kemanusiaannya kala pandemi. Saat pandemi berakhir, kita yang masih bertahan hidup sesungguhnya telah terlahir kembali sebagai manusia baru.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.