Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image elmiya sari

METODE MENGAJAR ANAK USIA DINI VERSI KI HADJAR DEWANTARA SOLUSI MEWUJUDKAN VISI MURID IMPIAN.

Guru Menulis | 2022-05-22 01:00:26

METODE MENGAJAR ANAK USIA DINI VERSI KI HADJAR DEWANTARA SOLUSI MEWUJUDKAN VISI MURID IMPIAN.

Oleh: Elmiya Sari, S.Pd.

Profil pelajar Pancasila adalah muara dari serangkaian upaya perjalanan panjang menggapai budaya positif . Tentunya serangkaian perjalanan panjang tersebut diperlukan suatu pengorbanan tulus ikhlas dari pendidik untuk mewujudkan visi murid impiannya. Bukan demi sanjungan atau suatu pengakuan, tapi demi murid impian masa depannya.

Jiwa profil pelajar Pancasila dapat kita semaikan pada anak usia dasar. Sekolah adalah sebagai tempat persemaian budaya merupakan wadah yang tepat bagi pertumbuhan budaya-budaya positif. Mengapa jiwa Pancasla kita semaikan pada anak usia dasar? Jawabannya adalah karena anak usia dasar adalah usia yang mudah untuk dibentuk serta di arahkan. Namun dalam membentuk anak –anak usia dasar dibutuhkan metode yang selaras dengan pertumbuhannya.

Sementara itu, menurut Ki Hajar Dewantara metode pembelajaran yang digunakan untuk anak usia nol sampai tujuh tahun antara lain metode sari-swara. Metode ini dapat menggabungkan unsur pelajaran lagu, sastra dan cerita yang dalam penggabungan tiga unsur pelajaran ini akan tergabunglah pula rasa, pikiran dan budi pekerti anak (Dewantara, 1959: 281).

Didukung oleh penelitian dari Magta (2013: 221) yang menjelaskan proses pengajaran di sekolah indria menggunakan metode pendekatan pada budaya bangsa sendiri seperti menggunakan permainan tradisional, lagu tradisional, bercerita dan menggunakan media pembelajaran dari bahan alam yang menjadikan keunikan tersendiri dari metode Ki Hajar Dewantara untuk anak usia dini.

Lebih lanjut Ki Hajar Dewantara menjelaskan, terdapat dua metode pembelajaran yang cocok untuk mengasah aspek lahiriah dan batiniah anak. Untuk aspek lahiriah, pendidik dapat memberi kebebasan dengan tidak melupakan arahan yang sifatnya tidak melarang anak, serta berikanlah ruang pada anak untuk dapat bergerak sebebas mungkin sebab pada jenjang ini motorik anak berkembang sangat pesat-pesatnya. Sementara itu untuk mengasah aspek batiniah anak guru dapat mendekatkan anak dengan cara atau karateristik mereka belajar yang sesuai dengan jiwa mereka seperti permainan, kerajinan dan menyanyi (Yudistira, 2017: 1).

Lebih dalam membahas tentang metode bernyanyi yang digunakan Ki Hajar Dewantara, beliau menjelaskan bahwa metode bernyanyi diberikan untuk menyempurnakan sikap atau tabiat anak dikarenakan nyanyian berhubungan erat dengan unsur bahasa dan musik. Menurut Ki HajarDewantara, bagi seorang dari suku Jawa adalah perbuatan yang tercela bila ia tidak mengenal nyanyian dan musik Jawa sebab kedua itu dianggap sebagai soko guru dari keluhuran watak orang Jawa (Dewantara, 1959: 154).

Sementara untuk penanaman karakter atau budi pekerti yang luhur pada anak usia dini, Ki Hajar Dewantara menggunakan metode pembiasaan dan pemberian contoh (Hidayah, 2015: 6). Dengan menggunakan metode pembiasaan dan pemberian contoh bagi anak untuk dapat menanamkan budi pekerti, nilai, harkat, martabat kemanusiaan, nilai moral dan watak, maka secara tidak langsung guru dapat menanamkan nilai-nilai baik tersebut dengan anak tanpa secara sadar sedang dibentuk karakternya menjadi apa yang diinginkan guru.

Ki Hajar Dewantara membagi tahap perkembangan manusia dengan menggunakan tujuh tahun interval usia kronologis manusia yaitu: (1) usia satu sampai tujuh tahun yang masuk ke usia kanak-kanak metode yang cocok yaitu pembiasaan dan pemberian contoh. (2) usia tujuh sampai empat belas tahun masuk ke dalam masa pertumbuhan jiwa dan pikiran, metode yang cocok digunakan yaitu tuntunan. (3) usia empat belas sampai dua puluh satu tahun masuk ke dalam masa terbentuaknya budi pekerti dan periode social dimana metode yang cocok adalah mendisiplinkan diri sendiri dan merasakan secara langsung.

Didukung juga dari pendapat Ki Hajar Dewantara yang terdapat dalam penelitian Adpriyadi (2018: 37) yang menjelaskan bahwa pendidikan karakter pada anak usia dini dapat dibentuk melalui metode contoh teladan, cerita dan permainan yang dapat digunakan oleh guru untuk menanamkan karakter baik pada anak usia dini tanpa anak sadar bahwa karakternya sedang dibentuk oleh guru.

Selain dari metode yang sudah dijelaskan diatas, Ki Hajar Dewantara juga mempromosikan menggunakan metode sistem among yang berdasarkan pada pendidikan yang asah, asih dan asuh (Hidayah, 2015: 4). Adapun inti dari sistem among tersebut yaitu (1) Ing Ngarso Sing Tulodo yang berarti jika pendidik berada didepan maka harus memberikan teladan pada murid. Hal ini baik pula diterapkan pada anak usia dini yang sebaiknya tidak perlu diberi banyak nasehat, petuah atau ceramah. (2) Ing Madya Mangun Karso yang berarti jika pendidik berada ditengah harus lebih banyak membangun dan membangkitkan kemauan anak untuk mencoba berbuat sendiri, seperti guru anak usia dini yang tetap harus selalu membangun dan membangkitkan semangat anak mencoba hal baru disekolah. (3) Tut Wuri Handayani yang artinya jika pendidik dibelakang wajib memberi dorongan dan memantau agar anak mampu bekerja sendiri.

Setelah mengetahui metode mengajar anak usia dini sebagaimana pendapat Ki Hajar Dewantara di atas selanutnya bagaimana tugas pendidik Ki Hajar Dewantara? Atas dasar keluhuran budi Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tugas seorang pendidik meliputi mengembangkan cipta (kognitif atau daya pikir), mengembangkan rasa (sikap atau afektif), mengembangkan karsa (psikomotorik atau keterampilan) (Sujiono, 2011: 128-129).

Sementara itu dalam konteks sistem among yang dipromosikan oleh Ki Hajar Dewantara tugas seorang pendidik meliputi menjaga sikap dan bicara agar menjadi teladan (perwujudan Ing Ngarsa Sung Tuladha), memotivasi peserta didik (perwujudan Ing Madya Mangun Karsa), bersikap tegas dengan menegur peserta didik yang melakukan kegiatan berbahaya (perwujudan Tut Wuri Handayani) (Adpriyadi, 2018: 39). Selain itu, pendidik yang baik haruslah menuntun dan memberikan nilai positif yang ditanamkan melalui cara yang menyenangkan sehingga potensi yang dimiliki anak dapat maksimal (Dewantara, 1959: 5-6).

Dengan metode mengajar dan filosofi mengajar dari Ki Hadjar Dewantara akan menjadikan anak tidak hanya pandai dalam bidang kognitif. Namun seluruh kemanpuan anak akan tergali secara selaras baik ketrampilan maupun batiniahnya. Keselarasan ini akan membuat jiwa anak tangguh dalam mengahadapi tantangan zaman.

Penggerak kebaikancgp4

Sumber tulisan: Modul CGP Angkatan 4, pandangan penulis dan dari berbagai sumber.

Penulis adalah guru pada Satuan Pendidikan UPT SDN Wonokerto, Kecamatan Sukorejo-Kabupaten Jawa Timur.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image