Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufik Akbar

Pembelajaran Kontekstual Murid Digital Native

Eduaksi | 2022-05-21 09:41:54
foto: sekelompok murid sedang melakukan pengamatan komunitas tanah rerumputan (dokumen pribadi)

“Didiklah anak sesuai dengan zamannya karena mereka hidup pada zamannya bukan pada zamanmu” (Ali Bin Abu Thalib)

Rabu pagi lalu, menjelang beberapa menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai, saya masuk kelas sesuai jadwal pelajaran. Saya masuk kelas hanya untuk mengatakan pagi ini kita belajar di luar kelas ya. Kalian belajar kelompok sesuai kelompok yang sudah dibuat dan Bapak tunggu di taman depan kantor guru. Sontak suara dan ekspresi ceria tergurat jelas pada wajah-wajah murid kelas tujuh. Entah apa yang ada di benak mereka, kata-kata belajar di luar kelas seperti magis membuat mereka langsung bersemangat.

Satu jam pelajaran pertama saya menggelar pembelajaran materi ekosistem di luar kelas. Murid-murid secara berkelompok melakukan pengamatan komunitas tanah rerumputan dengan metode plot/petak dimana luasan yang diamati diplot hanya seluas satu meter persegi. Dengan teliti mereka mengamati, menghitung dan mencatat apa saja komponen biotik yang ada.

Saat pengamatan sedang berlangsung banyak murid yang saling bertanya diantara mereka maupun menanyakan langsung ke saya. Hewan yang kecil-kecil ini namanya apa Pak? Itu yang kecil terbang-terbangan apaan sih? Ini tumbuhan apa ya? Ini semut ada yang putih apa rayap ya? dan pertanyan lainnya yang serupa.

Fakta menarik dari observasi murid-murid pada pembelajaran kali ini ternyata banyak organisme yang tidak diketahui namanya oleh mereka dan saya. Lalu saya tanya bagaimana caranya kita bisa tahu ini hewan apa itu tumbuhan apa? Lantas mereka ada yang usul boleh ambil HP ga pak? Saya jawab untuk apa? Ada caranya Pak, pake google lens. Bisa ya, wow usulan keren, okelah kalau begitu. Saya membolehkan setiap kelompok menggunakan HP salah satu anggotanya untuk mencari tahu nama-nama organisme hasil pengamatan mereka.

Sekolah memangnya boleh bawa HP ya? Siswa kami memang diperbolehkan membawa HP atau gadget lainnya. Namun, saat mereka datang ke sekolah langsung dikumpulkan perkelas kemudian disimpan di ruang guru. Mereka bisa mengambilnya kembali saat akan pulang atau bisa juga digunakan saat dibutuhkan dalam pembelajaran dengan seizin gurunya seperti kegiatan observasi kali ini.

Murid zaman now memiliki cara belajar yang sungguh berbeda dengan gurunya dahulu. Mereka adalah generasi digital native. Mereka sangat fasih dengan teknologi, menjadikan internet sebagai salah satu sumber belajar utama. Mereka bisa dengan cepat mencari dan mengkonfirmasi pengetahuan dengan teknologi dalam genggaman. Mereka bisa menjangkau pengetahuan sekalipun tanpa guru berikan.

Kembali pada kegiatan pengamatan lingkungan sekolah, beberapa tumbuhan sebenarnya sering terlihat oleh mereka saat olahraga atau melintas di taman tersebut, namun tanpa ekspresi dan rasa ingin tahu. Nah disinilah diperlukan peran guru untuk mendekatkan murid dengan alam lingkungannya atau pembelajaran kontekstual. Setelah siswa mengetahui nama-nama organisme tersebut, apakah pembelajaran selesai?

Pembelajaran yang baik tentunya pembelajaran yang bermakna bagi murid. Oleh karena itu pembelajaran jangan hanya menjadikan murid yang belum tahu menjadi tahu. Keceriaan belajar di luar kelas atau belajar langsung dengan alam bisa menjadi modal agar mereka belajar lebih lanjut dan lebih dalam. Maka sebaiknya dilanjutkan menantang murid berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Hal ini akan memancing mereka untuk berpikir kritis dan kreatif serta mendorong mereka untuk terus belajar.

Murid genearsi Z saat ini memang sudah jauh berbeda dengan gurunya atau orang tuanya yang generasi milenial atau generasi X. Namun, mereka tetap butuh kehadiran sosok pendidik. Sekarang guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan tetapi guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Sebagai fasilitator guru menempatkan murid sebagai subjek atau individu aktif dalam pembelajaran untuk mencari dan membangun pemahamannya sendiri.

Peranan seorang pendidik sangat besar. Semangat seorang guru dalam memulai hari tentu akan merambat pada energi belajar para siswa. Hal apapun yang guru lakukan di kelas dari mulai memfasilitasi proses belajar, metode kerja kelompok, atau hal kecil semisal ucapan pujian atau cemoohan yang tidak disengaja akan meninggalkan makna bagi siswa yang kelak akan menjadi bagian dari masyarakat. Maka kata-kata guru harus terpikir sebelum terucap. Tindak tanduk guru harus terukur sebelum terlanjur.

Menjadi guru atau pendidik itu sangat menantang. Apalagi dengan perubahan zaman yang dinamis, seperti yang kita alami saat ini. Guru perlu adaptif terhadap perubahan. Cara satu-satunya agar guru tidak terlena dan tenggelam dengan perubahan zaman adalah menjadi pembelajar sepanjang hayat dengan terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan guru sebagai fasilitator pembelajaran bagi murid sesuai zamannya.

Ki Hajar Dewantara berpesan “Didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya”. Oleh karena itu pendidikan seharusnya dapat membantu murid beradaptasi dengan perubahan zaman dan tantangan yang akan dihadapinya kelak. Cara-cara belajar yang dulu guru terapkan bisa jadi kini tidak relevan dengan kebutuhan dan karakteristik murid.

Guru zaman kiwari perlu menyesuaikan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas, baik daring maupun luring agar murid-murid nantinya mampu menjawab tantangan perubahan abad 21. Namun, usaha penyesuaian pembelajaran tetap tidak melupakan jati diri sebagai pelajar dan bagian masyarakat Indonesia yang khas dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Referensi: materi-materi pelatihan mandiri pada laman guru.kemdikbud.go.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image