Pandemi Pergi, Ekonomi Mikro Berdenyut Kembali
Lomba | 2021-09-24 21:38:46Pada 22 September 2021, denyut nadi stasiun Wonokromo tampak mengeras. Kereta Api Lokal PP yang menghubungkan Surabaya-Blitar lewat Kertosono dan Surabaya-Blitar lewat Malang kembali dioperasikan setelah berbulan-bulan dilindap gejolak pandemi gelombang kedua. Setelah gelombang pertama dimulai pada kisaran November 2020, kereta api yang biasanya berlalu-lalang di Wonokromo tidak pernah benar-benar stabil. Rute Surabaya Jember yang umumnya dilayani tiga sepur, hanya sisa satu: Probowangi.
Belum sempat kembali seperti sedia kala, pandemi gelombang kedua yang konon dimulai pada kisaran Mei 2021 dan membuat speaker mushola sibuk mengumumkan berita duka, menyerang tanpa salam. Bisnis perkeretaapian tanah air lesu. Harga tiket sama, sementara penumpang dibatasi sedemikian rupa. PT Kereta Api Indonesia juga mesti menganggarkan pembelian masker untuk tiap penumpang kereta jarak jauh. Mesti diingat, perusahaan ini adalah Badan Usaha Milik Negara. Yang jika merugi, pemasukan kas negara potensial ikut terkoreksi.
Kereta lokal berhenti beroperasi. Para pelanggannya yang sebagian besar berasal dari kalangan ekonomi menengah dan menengah bawah dibuat kerepotan. Prinsipnya, pandemi Covid-19 sudah membuat ekonomi makro maupun mikro terguncang.
Seorang kawan, suami dari seorang istri dan ayah dari dua anak asal Kabupaten Jombang, terpukul selama pandemi. Dia, sebut saja bernama Karno dan menetapa di desa Plandi, adalah pengrajin dan penjual mainan anak-anak. Dia biasa menjualnya di tempat wisata, atau di momentum hajatan masyarakat.
Umumnya, di Jawa Timur dan mungkin di banyak provinsi lain, tatkala ada hajatan dan memanggil pertunjukkan seni wayang, musik dangdut, ludruk atau sejenisnya, lokasi yang dimaksud akan jadi pasar malam dadakan. Sedangkan selama pandemi acara-acara yang berpotensi mengundang kerumunan tidak mendapat izin otoritas setempat. Objek wisata pun tidak seramai biasanya. Otomatis, finansial Karno nyungsep.
Nasib yang mirip dialami teman lain, sebut saja namanya Hasyim. Ayah dua anak yang bekerja di pelabuhan Gresik sebagai pegawai sebuah perusahaan ekspedisi itu harus ikhlas gajinya dipotong separo. Kerelaan itu harus ditelan karena dia tahu sendiri kalau perusahaan tempat dia bekerja memang dalam masa sulit. Sudah syukur dia tidak dipecat, sementara tidak sedikit kawan buruh yang sudah total dirumahkan. Sebagai konsekuensi, Hasyim dipersilakan hanya masuk tiga hari seminggu: Senin, Rabu, Jumâat. âSaya sambil berjualan online. Tapi karena baru memulai, keuntungannya tidak seberapa,â kata dia.
Kisah-kisah di atas sekadar sekelumit dari berbagai fakta tentang goyahnya ekonomi kerakyatan di level akar rumput. Tentu, masih banyak cerita lain, serupa bagaimana warung kopi di Surabaya mesti mematikan lampu jika ingin tetap buka di malam hari. Hal itu dilakukan demi menyiasati petugas keliling yang mengontrol kawasan di masa PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Di satu sisi, mereka butuh pemasukan karena terlanjur membayar sewa lahan tahunan. Di sisi lain, pekerja ojek online juga butuh warung kopi yang dilengkapi wifi buat santai atau menunggu penumpang.
Saat ini, kondisi sudah berangsur membaik. Vaksinasi dengan skala besar dilaksanakan. Sekolah maupun kampus sudah mulai pembelajaran tatap muka meskipun bertahap, dengan beraneka pembatasan dan protokol kesehatan yang ketat. Pemerintah pusat maupun daerah berlomba-lomba membuat program untuk mencegah dampak buruk pandemi Covid-19 di segala bidang. Termasuk, di bidang pendidikan dan ekonomi.
Selama pandemi Covid-19 berlangsung, sudah banyak pula bantuan sosial baik tunai maupun sembako dibagikan. Paket obat-obatan maupun ransum bagi mereka yang isolasi mandiri juga diberikan. Tidak hanya oleh eksekutif. Anggota masyarakat aktif saling membantu.
Sinergitas menjadi kunci agar perekonomian, baik makro maupun mikro, bisa berdenyut kencang. Paling tidak, berjalan seperti halnya sebelum pandemi ini datang. Mengingat, sektor ekonomi memiliki peran fundamental dalam kehidupan ini.
Pastinya, butuh komitmen dan sinergitas dari semua pihak. Elemen A (academic atau para pakar), B (business atau pengusaha), C (Community atau masyarakay), dan G (Government atau pemerintah) mesti berjalan beriringan.
Para pakar harus merumuskan strategi jitu kebangkitan ekonomi termasuk menghubungkannya dengan solusi atas problematika kesehatan. Para pengusaha tidak boleh fokus pada dirinya sendiri, namun harus melangkah dengan orientasi lingkungan sekitar. Masyarakat tidak bisa gegabah dan mengabaikan protokol kesehatan walaupun keadaan sudah mulai membaik. Sementara itu, pemerintah harus bisa mengakomodasi pemikiran para pakar, kebutuhan pengusaha, dan menempatkan kepentingan publik luas di atas segalanya. Regulasi yang baik harus diimplementasikan.
Apabila semua pihak sudah mau bergandengan tangan secara konsisten. Dengan tetap melaksanakan fungsinya tanpa mendahulukan ego masing-masing. Permasalahan kesehatan yang berujung pada kelambatan nadi ekonomi rakyat ini bakal segera berlalu.
Kereta api akan melaju lancar tanpa perombakan jadwal besar-besaran. Karno bisa berjualan dengan mudah seperti dulu. Hasyim dapat bekerja secara penuh sehingga gaji pun tak terpotong. Sementara warung kopi tak usah kucing-kucingan dengan petugas patroli. Semoga. (*)
#lombamenulisopini
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.