Memastikan Peran Negara Post Pandemi
Politik | 2021-09-23 11:51:07Dituntut hadir! Begitulah harapan publik pada peran negara di masa pandemi. Problematika kesehatan dalam periode penularan wabah, membalik situasi. Tidak ada satu negara pun yang bisa mengelak dari kewajiban melindungi warga negara, dengan berbagai kapasitas kemampuannya.
Prinsip salus populi suprema lex esto -keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi diterjemahkan secara eksplisit bagi pemenuhan kepentingan publik. Meski ada saja tangan-tangan jahat yang mengutip keuntungan dari kesulitan yang terjadi. Kekuasaan dipaksa berpikir serta bekerja lebih keras.
Dalam upaya menyelamatkan hajat hidup publik yang terkulai karena sengat pandemi, langkah agresif dengan tekad whatever it takes diterjemahkan. Alokasi anggaran difokuskan pada upaya mengatasi pandemi serta dampaknya, termasuk dengan melebarkan ruang defisit anggaran. Langkah akrobatik.
Pada akhirnya, kita menilai apakah situasi landai dari kasus pandemi di tanah air merupakan sebuah keberhasilan? Di rentang waktu yang singkat, kita melihat korelasi kebijakan dengan penurunan penularan. Tetapi ini bukan masa yang tepat untuk bertepuk dada. Perlu waspada dan berhati-hati.
Pengalaman sejarah dimasa lalu, memberikan pelajaran penting bahwa manusia kerap kali lupa ketika selesai menghadapi tahun-tahun wabah. Hal tersebut membuat kita berulang kali tergagap saat sebuah wabah baru hadir kembali, seolah berulang. Memori serta pengetahuan kita terbatas.
Gelombang Ketiga (?)
Pertanyaan selanjutnya yang perlu dicermati adalah apakah terdapat potensi bagi kemunculan susulan paparan wabah selanjutnya? Tidak ada yang memiliki kapasitas presisi untuk memastikan jawaban tersebut secara hitam-putih. Kita bahkan tidak mampu memprediksi gelombang kedua yang lalu.
Harapan terbesarnya adalah gelombang lanjutan yang masih mungkin terjadi, dalam volume yang lebih rendah dan mampu dikelola penanganannya. Komposisi terpenting berhadapan dengan pandemi mengharuskan (i) intensifikasi vaksinasi massal, (ii) adaptasi perilaku protokol kesehatan, dan (iii) penguatan pola pola tes dan pelacakan publik. Kombinasi ketiganya bersifat mutlak.
Realitas baru yang harus kita pahami adalah mekanisme pertahanan hidup virus bersifat biner, antara hidup dan mati. Siklus hidup virus dalam relasi dengan makhluk inang tempat berkembang biak berada pada pilihan (i) virus hidup-inang mati atau (ii) virus mati-inang hidup, tidak ada opsi lain.
Sebagai bekal kemampuan hidup berkelanjutan, virus melakukan mutasi untuk beradaptasi dengan situasi yang berubah. Di titik tersebut, ilmu pengetahuan memiliki nilai signifikan untuk dapat mengantisipasi virus baru, sekaligus melokalisir potensi dampak kesehatan yang dapat terjadi.
Dibagian penghulu, pola dan budaya hidup bersih sehat publik harus menjadi pakem baru yang tidak bisa dipisahkan sebagai bentuk formula dasar untuk bisa mengatasi masalah wabah. Hal ini disebabkan alasan (i) sains tidak hadir secara tiba-tiba, (ii) pengetahuan bersifat kolektif dan akumulatif.
Great Reset
Pandemi membuka ruang refleksi akan kelemahan model kehidupan modernitas yang kita jalani saat ini. Dalam kajian Schwab & Malleret, 2020, Covid-19: The Great Reset mengungkapkan bahwa tekanan wabah menyebabkan kehidupan yang timpang dalam kesenjangan.
Pergerakan di masa pandemi mengalami perlambatan, kondisi itu mengingatkan kita kembali untuk memutar ulang pola kehidupan di masa depan. Solusi yang ditawarkan (i) pembentukan pasar yang lebih adil, (ii) memastikan kesetaraan dan keberlanjutan, serta (iii) memanfaatkan teknologi 4.0 bagi agenda kepentingan publik.
Kita tentu tidak bisa bergantung pada fase kekebalan kelompok -herd immunity sebagaimana masa dimana wabah berkuasa. Era post pandemi perlu membuka ruang kembali untuk memikirkan dan memastikan peran negara secara integral bagi kepentingan pemilik kuasa negara, yang dengan itu kekuasan menjadi tidak terpisahkan dari akar legitimasinya yakni masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.