Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lismomon Nata

Bila Covid -19 Berlalu, Kehidupan Akan Lebih Sibuk

Lomba | Thursday, 23 Sep 2021, 10:51 WIB
(Pasa Gadang, Kota Tua yang Mencoba Bertahan di Tengah Pandemi) Foto: Momon

Dunia mengalami goncangan besar tersebab virus Covid-19. Data Worldometer yang dirilis oleh Kompas bahwa bulan April 2020 secara global, diseluruh dunia tercatat 1.600.984 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 95.604. Demikian juga halnya dengan Indonesia yang hampir setiap hari diinformasikan bertambahnya angka kasus yang ditemui. Pada september tahun ini Republika.co.id memberitakan bahwa Indonesia termasuk sebagai negara yang memiliki kasus terbanyak di Asia Tenggara yaitu 4,19 juta kasus (21/09/21).

Menyikapi pandemi virus tersebut, banyak perspektif yang dapat digunakan untuk menganalisisnya. Demikian juga halnya dengan banyak tanggapan dan pola prilaku yang diberikan oleh masyarakat untuk menyikapinya. Ada sebagian orang yang fobia. Namun, ada kelompok yang tidak percaya akan virus ini dengan berbagai macam argumentasi dan teori. Para ahli bersepakat bahwa upaya yang dapat dilakukan agar terhindar dari virus di samping menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan dengan sabun, membersihkan tubuh, menggunakan masker juga melakukan pola prilaku yang dikenal dengan physical distancing (jarak fisik) dan social distancing (jarak sosial) atau semuanya itu biasa dengan sebutan protokol kesehatan (prokes).

Kondisi ini memberikan dampak besar dalam tatanan kehidupan manusia. Aktivitas publik berganti domesik dengan slogan stay at home. Demikian juga dengan perubahan pola interaksi sosial hingga pelaksanaan ritual keagamaan. Dampak signifikan dirasakan pula pada aspek ekonomi.

Contoh perubahan interkasi sosial tersebut, seperti setiap orang diwajibkan untuk menggunakan masker, sehingga menutupi hampir sebagian mukanya. Masker yang selama ini menjadi alat yang membantu para pengendara roda dua agar mengurangi debu atau meminimalisir polusi udara agar tidak mengganggu pernafasan, sejak corona melanda sudah menjadi keperluan primer hampir setiap orang. Maka tidak mengherankan bila limbah masker, Alat Pelindung Diri (APD), sarung tangan latek, ataupun alat rapid test dan swab semakin besar jumlahnya. Dalam sebuah webinar yang bertajuk “Jangan Buang Maskermu!: Pengelolaan Limbah Masker di Masa Pandemi Covid-19 (16/2/21) memaparkan data jumlah timbunan masker an APD selama Maret hingga September 2020 sekitar 1.662,75 ton. Hal tersebut tentu menjadi masalah sosial baru, maupun dapat membahayakan bagi makhluk hidup lainnya, seperti hewan yang berada di luat sekalipun karena limbah tersebut banyak menumpuk di sana.

Guna untuk memutus rantai virus, mobilitas dibatasi, sehingga tradisi mudik pun ‘dilarang’. Pemeriksaan ketat dilakukan oleh pihak berwenang di daerah perbatasan, sehingga pertemuan virtualpun dianggap menjadi pilihan terbaik. Hal yang sama juga terjadi pada dunia pendidikan, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara daring. Perubahan terhadap tata cara tersebut tentu butuh waktu untuk beradaptasi, seperti belajar menggunakan aplikasi secara baik dan benar, ketersediaan paket internet hingga masalah belum meratanya jaringan di setiap daerah menjadi tantangan yang mesti diselesaikan agar dapat berjalannya kegiatan virtual dengan baik pula. Contohnya, di desa-desa atau daerah yang belum tersedinya tower provider jaringan internet. Maka tidak jarang dari anak-anak mesti pergi ke tempat ketinggian, berjalan sekian kilo agar kegiatan pembelajaran dapat diikuti. Belum lagi kesadaran belajar mandiri masyarakat Indonesia belum terlalu kuat, sedangkan tatap muka, berhadap-hadapan bahkan dari ‘hati ke hati’ saja, sering juga apa yang disampaikan oleh guru tidak diserap dengan baik, apalagi melalui media pembelajaran online tersebut. Misalnya, bila ada yang sedang berbicara, kemudian jaringan buruk maka suara terputus, atau suara berganti seperti suara robot, bahkan hal yang ‘terburuk’ si pembicara atau pendengar bisa ‘terlempar’ dari ruang virtual karena ketidakstabilan jaringan internet. Dengan demkian pesan seringkali tidak tersampaikan secara baik dan efektif.

Ada sebuah pertanyaan yang menarik kini muncul dalam kehidupan kita sebagai manusia, yaitu apa yang akan terjadi seandainya Covvid-19 pergi dari kehidupan manusia? Jawaban secara sederhana tentu adalah dapat dipastikan hampir semua orang akan merasa senang dan bahagia. Hal ini didasarkan karena akan membuka batas pola yang selama ini terhambat, baik secara fisik maupun piskis. Di mana sudah menjadi kodrat ketika kehidupan manusia akan terasa utuh bila kehidupannya di samping kebutuhan diri secara individu, akan tetapi juga ada kehidupan sosial dan religius terpenuhi. Nah, ketika praktik kehidupan sosial dan religius tersebut dilakukan secara bersama serta cenderung kontak fisik, seperti melaksanakan ritual di rumah ibadah atau melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang dianggap suci oleh penganut agama tertentu ataupun hanya sekedar kongko di warung kopi tentu saja merupakan sebuah kerumunan. Demikian juga dengan melakukan berbagai macam aktivtas di ranah publik, seperti kegiatan jual beli, pariwisata, bekerja di kantor, proses belajar mengajar di sekolah dan kebutuhan sosial lainnya.

Dapat dibayangkan ketika hampir dua tahun kehidupan manusia hampir stagnan. Meskipun ada juga yang dapat bertahan dengan melakukan invoasi menggunakan tenologi informasi, jual beli online, akan tetapi banyak juga berbagai usaha gulung tikar, tempat-tempat wisata tutup, pembangunan fisik terhenti, sehingga sebagian besar perputaran ekonomi terhenti. Diibaratkan seperti air yang sekian lama dihambat dalam sebuah waduk, lalu kemudian waduknya runtuh, maka airnya akan sesegera mungkin keluar dan mengalir dengan daras.

Ketika kehidupan yang selama ini tidak berjalan normal, maka setelah virus ini pergi kehidupan manusia akan kembali sibuk, mengejar ketingalan-ketinggalan yang selama ini tidak dapat dilakukan. Begitupun dengan anak-anak yang telah rindu dengan teman di sekolah dan bermain, ataupun setiap orang tentu ingin merasakan kehidupan yang merdeka lahir batin kembali seperti sediakala. Bersiaplah Indonesia untuk bertumbuh dan lebih maju.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image