Recharge Semangat Pembelajaran Tatap Muka
Lomba | 2021-09-22 11:22:45Tanpa terasa, satu setengah tahun telah berlalu sejak pengumuman kasus pertama Corona di Indonesia. Sebagai langkah pencegahan meluasnya dan bertambahnya kasus, pemerintah mengambil kebijakan pembatasan social berskala besar atau biasa kita sebut PSBB. Kebijakan ini sangat berpengaruh kepada semua aktifitas baik itu di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan, termasuk sektor pendidikan.
Manilik lebih jauh, langkah PSBB yang diambil pemerintah sebenarnya kurang cepat dan tanggap terhadap pandemi ini. Virus Corona sebenarnya sudah terdeteksi sejak awal 2020. Negara-negara lain sudah mengeluarkan kebijakan dengan melarang semua aktivitas yang menyebabkan kerumunan. Pergerakan masyarakat hingga bepergian menggunakan moda transportasi umum pun dibatasi. Akan tetapi, semua ini tidak berlaku di negara kita. Pemerintah merespon sangat lambat tentang masuknya virus ini. Bahkan, tidak sedikit yang malah menjadikan semua ini sebagai guyonan.
Ketika kasus positif membludak, pemerintah baru mengambil langkah nyata. Namun, semua tahu bahwa semua itu sudah terlambat. Di saat negara-negara lain sudah mulai bisa mengatasi penyebaran Corona, di Indonesia justru baru memulai langkah konkret pertama.
Langkah-langkah seperti pembatasan sosial berskala besar yang berimbas pada kebijakan bekerja dari rumah dan sekolah dari rumah. Sebagai kelompok yang rentan tertular virus ini, anak-anak diwajibkan melakukan semua aktifitasnya di rumah termasuk untuk sekolah.
Pendidikan di masa pandemi
Pemerintah mulai memberlakukan sekolah berbasis daring sebagai antisipasi penyebaran virus Corona. Kebijakan ini pun disambut antusias oleh berbagai pihak karena dianggap sebagai langkah yang tepat untuk mengatasi penyebaran virus.
Pada awalnya, kegiatan belajar mengajar secara daring ini sangat menyenangkan. Akan tetapi, lambat laun hal ini justru menjadi biang masalah. Sumber daya manusia yang kurang memadai hingga sarana prasarana yang kurang lengkap menjadi masalah serius. Tidak sedikit guru, siswa, maupun wali murid mengeluh tentang sistem ini. Tidak ada yang merasa terpuaskan. Semua merasa keberatan jika sistem ini terus dilanjutkan dalam keadaan seperti sekarang.
Setelah menanti lama, akhirnya kasus harian Covid-19 mulai berkurang. Kurva yang tadinya naik, juga mulai melandai. Keadaan yang buruk itu, pada akhirnya dapat kita lalui. Kini saatnya, kita menatap ke depan, mempersiapkan diri baik-baik menghadapi keadaan yang mulai berdamai dengan virus.
Sekolah kembali dibuka dengan menerapkan prokes (protokol kesehatan) secara ketat. Pembelajaran tatap muka pun mulai diberlakukan meski dengan sangat terbatas. Walau seperti itu, hal ini tentu menjadi sebuah angin segar bagi peserta didik, guru, serta wali murid.
"Tapi pembelajaran akan berlangsung secara dinamis dan menyesuaikan risiko kesehatan yang berlangsung, yakni kalau PPKM baik PPKM Mikro atau Darurat harus ada modifikasi. Harus ada perubahan yang terjadi," kata Nadiem, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Memang tidak mudah menerapkan pembelajaran tatap muka setelah lebih dari satu setengah tahun melakukan pembelajaran jarak jauh. Semua butuh menyesuaikan diri lagi, baik itu guru maupun peserta didik.
Sebelumnya, Nadiem menyampaikan alasan sekolah tatap muka terbatas harus dibuka. Ini karena lamanya melakukan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) memberikan dampak negatif pada anak. Anak-anak mengalami kebosanan di dalam rumah, jenuh dengan begitu banyaknya video conference yang mereka lakukan di rumah.
Bukan hanya anak, dampak negative PJJ juga dialami oleh guru dan wali murid. Tidak semua guru melek akan teknologi. Guru yang sudah berumur pun, dipaksa belajar lagi hal-hal seperti ini. Begitu pula untuk wali murid. Hal ini justru menjadi bebean tersendiri bagi wali murid yang bekerja. Mereka mengeluh tidak bisa mengawasi penggunaan gawai pada pembelajaran daring.
Pandemi seperti ini tidak akan bertahan lama. Setelah pemberian vaksin untuk seluruh warga selesai, kehidupan akan kembali berjalan normal. Sekolah pun akan masuk seperti biasa, enam hari dalam sepekan. Anak-anak pun tidak akan lagi kehilangan momen berharga di bangku sekolah.
Kelas-kelas akan dipenuhi wajah-wajah penuh semangat untuk belajar lebih. Suara-suara tawa juga akan memenuhi setiap sudut sekolah ketika waktu istirahat. Akan banyak kisah dan cerita dari anak-anak masa depan bangsa itu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.