Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edo Segara Gustanto

NU, Pesantren dan Ekonomi Syariah

Agama | Wednesday, 22 Sep 2021, 00:19 WIB
Logo Nahdlatul Ulama

KH. Ma'ruf Amin, Wakil Presiden Indonesia periode 2019-2024 dalam peringatan harlah (milad) Nahdlatul Ulama (NU) yang ke-95 mengatakan, "NU sebagai organisasi kebangkitan ulama, ia harus mengambil peran aktif dalam pengembangan ekonomi dan keuangan Syariah." (27/2/2021)

Kyai Ma'ruf mengatakan, peran yang perlu diambil meliputi pengembangan industri halal, bisnis syariah, keuangan syariah, dan penguatan tata kelola dana sosial yang Islami, baik zakat, infak, sedekah, maupun wakaf, yang juga sedang digencarkan pemerintah.

Ia meyakini, kekuatan NU dalam membangun dan memulihkan kondisi perekonomian Indonesia. Hal ini karena saat ini NU memiliki jumlah massa mencapai 49,5 persen atau sekitar 108 juta orang dari jumlah penduduk Muslim Indonesia yang berjumlah sekitar 229 juta orang.

Ditambah potensi jumlah pesantren NU yang tak kurang dari 24 ribu, termasuk semakin bertambahnya jumlah lembaga pendidikan sekolah dan perguruan tinggi serta lembaga kesehatan masyarakat seperti klinik dan rumah sakit.

Kyai Ma'ruf optimistis, kekuatan besar ini dapat dikonsolidasikan menjadi kekuatan ekonomi masyarakat dan negara. "Dengan kuatnya pilar ekonomi gerakan NU, maka pilar pemikiran dan kebangsan NU, yang selama ini sudah menjadi arus utama, juga akan makin kuat," tegas Ma'ruf.

Potensi Pengembangan Ekonomi Syariah Lewat Pesantren

Pesantren merupakan institusi pendidikan Islam tradisional yang didirikan oleh perorangan, yakni Kyai. Pesantren akhir-akhir ini masuk atau bahkan menjadi model pendidikan alternatif di tengah pengapnya sistem dan model pendidikan Indonesia yang selalu menuai kritik.

Pesantren memang selama ini identik dengan NU. Jumlah pesantren NU yang tak kurang dari 24 ribu, seperti yang dikatakan oleh Kyai Ma'ruf Amin memang sebuah potensi yang besar dalam mengembangkan ekonomi Syariah. NU juga berhasil memadukan nilai-nilai keislaman dengan keindonesiaan secara harmonis.

Sebagai basis pendidikan Islam, pondok pesantren berpotensi besar dalam pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia khususnya. Namun potensi tersebut belum dioptimalkan secara maksimal oleh stake holder perbankan syariah. Hal ini dapat kita lihat dengan melihat fakta masih minimnya masyarakat pesantren yang menjadi nasabah bank Syariah.

Potensi pondok pesantren yang berjumlah 28.194 di seluruh wilayah Indonesia, disertai besarnya jumlah penduduk muslim, merupakan peluang untuk meningkatan inklusi keuangan syariah melalui implementasi ekosistem melalui: 1) Edukasi dan literasi keuangan Syariah; 2) Pembiayaan Syariah bagi UMK sekitar pondok pesantren dan UMK binaan pondok pesantren; 3) Pembukaan rekening syariah; 4) Program tabungan emas; serta 5) Kemandirian ekonomi pesantren terintegrasi keuangan syariah mendukung halal value chain.

Posisi Strategis Pesantren dalam Pengembangan Ekonomi Syariah

Lalu bagaimana edukasi dan literasi keuangan syariah yang dilakukan oleh Pesantren? Berdasar pada undang-undang no 18 tahun 2019 tentang pesantren, menyebutkan ada tiga posisi strategis pesantren yaitu sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Dari tiga posisi strategis ini berpeluang besar dalam pengembangan produk-produk bank syariah.

Pertama, sebagai lembaga pendidikan pesantren bukan hanya wajib paham tentang agama saja, namun juga dalam rangka meningkatkan literasi keuangan syariah atau produk-produk bank syariah. Salah satunya adalah larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi, melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan sistem ekonomi syariah yang halal sehingga para santri yang berada di pesantren yang jumlahnya sangat besar ini dapat membedakan transaksi-transaksi yang dilarang dan diperbolehkan, khususnya dapat membedakan perbankan konvensional dan perbankan syariah.

Kedua, sebagai lembaga dakwah. Pesantren yang lekat dengan kalangan masyarakat tentu akan lebih mudah dalam melakukan sosialisasi ekonomi syariah atau produk-produk bank syariah. Beberapa kalangan masyarakat masih mempertanyakan perbedaan antara bank syariah dengan konvensional. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menganggap bank syariah hanya trik kamuflase untuk menggaet bisnis dari kalangan muslim segmen emosional. Sehingga perlu adanya kolaborasi antara pakar ekonomi syariah dengan pesantren untuk senantiasa sosialisasi mengenai bank syariah ke pesantren, karena pesantren merupakan target yang potensial yang melekat dengan kalangan masyarakat.

Ketiga, sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat tentu ini menjadi suatu hal yang potensial dalam memajukan perbankan syariah di Indonesia, kerja sama antara bank syariah dengan pesantren, khususnya dalam kegiatan pembayaran uang sekolah dan kegiatan transaksi lainnya. Kemudian dari sisi pembedayaan ekonomi kerakyatan melalui pesantren ini menjadi suatu hal yang sangat amat potensial dalam rangka melahirkan UMKM-UMKM berbasis pesantren.

Dengan demikian ketiga posisi strategis pesantren ini dapat dijadikan salah satu instansi yang berpeluang besar dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. Wallahua’lam.[]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image