Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ANIS RIFATUNNISA

Andai Pandemi Pergi: Siapakah Orang Beruntung Itu?

Lomba | Tuesday, 21 Sep 2021, 14:50 WIB
sumber foto: www.republika.co.id

Banyak hal tak terduga terjadi, seperti bumi dan isinya yang saat ini tengah berjuang keras melawan badai pandemi. Awal tahun yang tak disangka, siapa mengira peristiwa ini akan terjadi. Peristiwa yang dimulai jejaknya pada tanggal 2 Maret 2020 di Indonesia rupanya menjadi babak baru untuk hidup di tengah situasi pandemi Covid-19.

Yang terjadi, biarlah terjadi. Bukan hanya jiwa dan raga yang terus berjuang hadapi pandemi, tapi juga mental harus dijaga dan dipupuk kewarasannya. Bagaimana tidak? Setahun lebih ke belakang kehidupan terasa begitu berat, penuh perjuangan, air mata, dan jeritan-jeritan hati yang tersembunyi dari balik APD, masker, face shield dan wajah-wajah lesu.

Kini, menyalahkan keadaan tidaklah memberikan solusi apa-apa, karena realita harus diterima dengan lapang dada. Realita bahwa kita harus siap menghadapi era new normal untuk tetap bertahan. Memulai aktivitas dengan rajin mencuci tangan pakai sabun, menggunakan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas (jika tidak ada keperluan mendesak). Serta turut mengikuti vaksinasi guna memutus rangkaian penularan covid-19 sebagai bentuk ikhtiar kita bersama.

Hidup beriringan dengan pandemi, bukanlah keinginan siapapun. Bahkan bila bumi ditanya, mungkin ia akan menjerit sebagai bentuk penolakan keras kedatangannya. Namun kembali lagi, pandemi ini tentu tidak datang sendiri. Kebetulan ataupun tidak, kedatangannya membuat kita “bangun” dan tersadar bahwa banyak hal berharga yang mungkin sering terlupakan.

Tentang indahnya waktu untuk berkumpul bersama keluarga, senangnya anak-anak saat belajar bersama guru dan teman-temannya, nikmatnya beribadah dan bekerja dengan tubuh yang sehat, dan waktu-waktu berkumpul bersama sahabat-sahabat kita tanpa takut menularkan ataupun ditularkan covid-19.

Andai pandemi pergi, maka cukuplah 3 hal ini mewakili segalanya:

1) Bersyukur setinggi-tingginya. Bersyukur alias mengucapkan terima kasih kepada Sang Pencipta, rasanya memang perlu dilakukan. Dalam keadaan sulit ataupun senang. Dalam keadaan lapang ataupun sempit, setiap yang hidup haruslah bersyukur. Karena dengan baikNya, Ia masih memberikan kita kesempatan hidup setelah perjuangan panjang. Ia masih memberikan kita waktu setelah kita lama terlalu sibuk menggerutu. Dan atas segala nikmat tersebut, rasanya pantas sekali jika kita bersyukur setinggi-tingginya jika pandemi ini pergi.

2) Bahagia seluas-luasnya. Kebahagiaan itu mutlak datangnya dari hati. Karenanya, bahagia itu tidak selalu disandingkan dengan harta, pangkat, dan jabatan. Namun, bahagia itu tentang seberapa luas hati kita menerima segala pemberian dari Tuhan. Andai pandemi pergi, maka rayakanlah kebahagiaan itu dengan sempurna. Seperti merayakan kebahagiaan dengan berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Walau hanya dengan memberi makanan gratis anak-anak jalanan atau sepaket sembako untuk keluarga di kampung halaman. Berbagi cerita, bertanya kabar, saling menyemangati dengan tidak terbatas oleh masker dan jarak. Dipermanis dengan pelukan dan tepukan hangat sebagai bentuk kerinduan yang sempat terpendam.

3) Berkarya sebanyak-banyaknya. Mungkin semasa pandemi beberapa hal terpaksa harus ditunda sementara. Seperti mengadakan seminar, pelatihan atau sekolah offline/tatap muka, mengadakan kelas mendongeng untuk anak-anak, atau membuat konten-konten positif di lapangan. Terpaksa ditunda karena takut dengan pandemi. Tapi selepas pandemi, tentu mahakarya dan ide-ide kreatif harus segera terealisasikan. Tidak lagi calon-calong karya itu dikurung di pikiran atau ditahan sendirian. Pandemi pergi, berkarya harus lebih banyak lagi.

Walau kita tidak pernah tahu kapan pastinya pandemi akan pergi. Tapi semangat untuk menyambut hari esok yang lebih baik tak boleh mati dan padam. Tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan sudah berkehendak. Kita hanya dituntun oleh waktu untuk terus optimis dan semangat dalam menyongsong hari-hari di depan.

Seperti kata pepatah, "Pelaut yang tangguh tidak lahir dari ombak yang tenang". Mungkin, inilah cara semesta untuk menempa para manusia untuk tangguh demi bertahan di masa-masa ini. Nanti pada masanya, setiap orang akan menyadari bahwa pandemi mengajarkan banyak hal penting tentang hidup, kesempatan, dan nikmatnya berjuang.

Semoga Andalah orang beruntung itu yang akan mendengar kabar bahwa pandemi benar-benar pergi.

#Lomba Menulis Opini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image