Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mahshushah Sami'an

ANDAI PANDEMI PERGI, BISAKAH KITA MENJADI ORANG YANG LEBIH BAIK?

Lomba | 2021-09-21 11:03:41

Covid-19, siapa yang menyangka akan datangnya pandemi ini? Virus tak kasat mata yang mampu mengubah tatanan kehidupan manusia. Sejak virus ini muncul di tahun 2019 belum ada data yang bisa memastikan kapan virus ini akan musnah dari muka bumi. Sekarang ada hal yang lebih penting untuk kita lakukan daripada hanya bertanya-tanya kapan hilangnya virus ini. Mari kita mundur dan berpikir sejenak pada masa sebelum covid-19 datang melanda bumi. Kenapa harus kita yang menghadapi virus ini? Kenapa virus ini tidak datang di masa lalu atau di masa depan saat kita tidak hidup di dunia ini baik karena sudah meninggal atau belum dilahirkan?

Sebelum pandemi datang, kita bisa mengingat dengan jelas bagaimana kehidupan manusia saat itu. Contoh, para bekerja yang sibuk dengan pekerjaanya seringkali sedikit menghabiskan waktu dengan keluarga dan lalai akan gaya hidup bersih dan sehat. Para pelajar seringkali menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak produktif seperti tidak menggunakan waktu dengan maksimal untuk belajar, konsultasi dengan guru atau mengunjungi perpustakaan. Oleh karena itu pandemi ini mengubah gaya hidup mesyarakat; karyawan dan pelajar harus melakukan rutinitas mereka dari rumah dan keinginan untuk silaturrahim atau travelling harus ditunda karena adanya pembatasan pergerakan masyarakat.

Sebagai manusia yang dibekali dengan akal, kita diberi pilihan untuk menyikapi sesuatu. Begitu juga dengan sikap kita terhadap pandemi covid-19, kita bisa memilih untuk menyikapinya dengan positif atau negatif. Manusia dari sejak lahir dibekali dengan cara bagaimana untuk bertahan hidup dengan baik di dunia ini. Pandemi ini mengasah survival skill yang telah dibekalkan pada kita. Sehingga banyak cara yang dilakukan agar kita bisa bertahan dalam menjalani hidup dimasa pandemi.

Yang pertama dalam bidang kesehatan. Pandemi ini membuat kita lebih peduli pada kesehatan dengan lebih rajin cuci tangan, berolahraga, makan makanan sehat, menjaga lingkungan kita tetap bersih agar terjauhkan dari virus ini atau penyakit lainnya. Kita memilih untuk mencegah penyakit daripada mengobatinya karena jika kita sakit, akses kesehatan tidak semudah dulu karena terbatasnya tenaga kesehatan dan rumah sakit yang selalu penuh.

Yang kedua dalam bidang ekonomi. Para pekerja yang diberhentikan dari perusahaan secara mendadak, bisa memilih untuk mencari jalan untuk bertahan hidup dengan cara yang benar atau sebaliknya. Contoh, pandemi ini memaksa kita untuk melihat kedalam diri kita seperti mencari potensi yang bisa dilakukan untuk menyambung hidup. Oleh karena itu, banyak mantan karyawan yang mengubah jalur menjadi pengusaha atau petani, mengasah bakat menulis, memasak atau pekerjaan lainnya yang pada awalnya hanya dijadikan sebagai hobi namun diubah menjadi hal yang bisa menghasilkan uang.

Yang ketiga dalam bidang pendidikan dan teknologi. Pelajar yang biasanya belajar di sekolah harus beradaptasi dengan belajar di rumah menggunakan telefon atau laptop. Disatu sisi hal ini tentu berdampak negatif pada kesehatan terutama karena mereka kurang bergerak dan harus menatap layar laptop dalam waktu lama. Namun disisi yang lain, pembelajaran dari rumah bisa menjadi hal baik untuk hubungan antara anak dan orang tua terutama bagi orang tua yang sebelum pandemi disibukkan dengan bekerja diluar rumah. Dampak dari pandemi juga terasa pada penggunaan teknologi terutama teknologi yang digunakan untuk pembelajaran atau pekerjaan. Sebelum pandemi banyak yang tidak mengenal dengan aplikasi seperti Zoom atau Google Meet karena terbiasa dengan pertemuan fisik, dan sekarang kita dipaksa untuk beradaptasi dengan teknologi ini.

Yang keempat dalam bidang sosial. Sebelum pandemi kehidupan masyarakat sangat individualistik terutama masyarakat perkotaan. Kesibukan kita membuat kita tidak atau kurang peduli dengan keadaan tetangga kita yang barangkali sedang mengalami kesusahan. Sebaliknya, ketika pandemi, kepekaan masyarakat terhadap sekitarnya meningkat. Mereka yang diberi kemampuan finansial bahu-membahu untuk menolong mereka yang kekurangan. Dengan demikian, pendemi ini bisa menyadarkan seseorang bahwa dia sangat beruntung dengan kelebihan itu dan tergerak hatinya untuk membantu sesama.

Yang kelima dalam bidang agama. Larangan atau pembatasan untuk melaksanakan ibadah di tempat umum, bisa kita sikapi dengan positif dan menjadikannnya sebagai kesempatan untuk belajar agama dengan lebih baik. Contoh, seorang ayah yang jarang atau tidak pernah menjadi imam dalam keluarga bisa belajar untuk manjadi imam shalat yang baik atau anak-anak bisa belajar mengaji pada orang tuanya. Yang terakhir dampak positif juga kita bisa rasakan dalam lingkungan yang mana kerusakan pada lingkungan menjadi berkurang karena berkurangnya aktifitas manusia, pabrik dan kendaraan yang mengakibatkan polusi udara dan polusi lainnya. Sehingga bumi mempunyai waktu untuk memulihkan diri.

Banyak yang mengira bahwa pandemi adalah sebuah musibah yang mengganggu kenyamanan hidup manusia, namun kita selalu bisa menggunakan sudut pandang yang berbeda untuk menyikapinya. Semoga pandemi ini bisa membuat kita mundur sejenak dari aktifitas kehidupan kita yang sibuk untuk memikirkan apa tujuan kita hidup, melakukan refleksi terhadap apa yang dilakukan di masa lalu, memperbaikinya di masa sekarang dan merencanakan agar masa depan menjadi lebih baik.

Setiap kejadian pasti ada hikmahnya, musibah ini bisa menjadi blessing in disguise bagi mereka yang berusaha menjadi orang yang lebih baik. Semoga dengan bertahannya kita dalam situasi pandemi membuat kita semakin bersyukur atas nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita, menjadi lebih peduli dan peka terhadap sesama dan lingkungan kita. Andai pandemi pergi, bisakah kita menjadi orang yang lebih baik atau kembali menjadi orang yang sama seperti sebelum pandemi? Saya berharap segala kebaikan yang kita lakukan selama pandemi bisa dilanjutkan sampai akhir hayat kita.

#Lomba Menulis Opini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image