Mengintip Pendidikan Indonesia Seusai Pandemi
Lomba | 2021-09-20 19:58:14Satu tahun lebih virus Covid-19 telah menginvasi bumi. Berbagai sektor kehidupan merasakan dampak pandemi Covid-19, tak terkecuali sektor pendidikan. Banyak negara membuat kebijakan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh, yaitu dari rumah secara daring. Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan kebijakan tersebut, meski hal tersebut baru bagi pendidikan Indonesia. Pembelajaran yang awalnya dilakukan secara tatap muka, berganti jarak jauh dengan pemanfaatan teknologi. Tujuannya untuk mencegah penularan virus Covid-19. Terlepas dari tujuan, penerapan pembelajaran jarak jauh menjadi tantangan baru bagi pendidikan Indonesia.
Pertama, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. Selama ini, Indonesia masih menganut pendidikan konvensional. Guru menjelaskan dan murid mendengarkan. Namun, selama pandemi, pendidikan Indonesia mulai meninggalkan metode lama dan mencoba memanfaatkan teknologi. Seperti arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem, menyatakan jika pandemi Covid menjadi momentum peningkatan pemanfaatan teknologi untuk belajar (Republika.co.id, Senin 27 Desember 2020).
Banyak aplikasi layanan pembelajaran jarak jauh yang dapat digunakan, seperti guru melalui zoom, schoology, google meet, atau google classroom, menyampaikan materi kepada peserta didik. Terkendalanya jarak dan waktu bukan lagi alasan. Saat ini, pemerintah melalui Kemendikbud, telah bekerja sama dengan platform-platform pendidikan, seperti Rumah Belajar, Meja Kita, dan Icando untuk menyukseskan pembelajaran daring di masa pandemi. Namun, apabila pandemi Covid-19 telah hilang, aplikasi pembelajaran akan terus diterapkan dalam pendidikan. Seiring perkembangan zaman, teknologi sebagai kunci keberlangsungan dunia pendidikan. Persis menurut Max Ventilla, pendiri sekolah AltSchool, sekolah yang mengandalkan teknologi dalam pembelajaran, materi, dan sistem pendidikan.
Kedua, menjadi pendidik kreatif dan inovatif. Mayoritas pendidik atau guru Indonesia menganut pembelajaran konvensional. Hal tersebut mulai ditinggalkan dan pandemi Covid-19 menuntut mereka lebih kreatif dan inovatif. Banyak guru yang mulai berkreasi dengan teknologi dalam menyampaikan materi, seperti membuat konten pembelajaran di aplikasi youtube atau tiktok, menyampaikan materi via tulisan yang diunggah di retizen.republika.co.id. Selain penyampaian materi dengan metode baru, ilmu diterima tidak hanya lingkup pribadi, tapi juga kalangan umum. Inovasi-inovasi seperti ini haruslah dikembangkan, seusai pandemi, guru Indonesia tampaknya terus menciptakan inovasi dalam pendidikan Indonesia.
Ketiga, pola pikir peserta didik yang mandiri. Pandemi telah mengajarkan peserta didik atau siswa menjadi mandiri dalam hal pencarian atau pemahaman ilmu. Siswa yang awalnya menunggu materi dari guru atau berdiskusi bersama teman bila mengalami kesulitan. Virus Covid-19 perlahan megubah kebiasaan tersebut. Siswa dituntut menjawab soal matematika atau mencari silsilah kerajaan Majapahit secara mandiri. Siswa mampu mencari jawabannya dari buku, internet, atau narasumber yang kompeten, dan tentunya dengan caranya sendiri.
Penerapan pola pikir mandiri peserta didik adalah sebuah keharusan, bukan hanya karena masa pandemi Covid-19. Tuntutan zaman menjadi alasan logis bagi peserta didik untuk mempertahankan kebiasaan tersebut andai pandemi telah usai. Jauh sebelum pandemi, UNESCO telah menjawab tuntutan zaman dengan mencetuskan empat pilar pendidikan, pilar pertama learning to know dan ketiga learning to be yang relevan dengan pola pikir mandiri peserta didik. Learning to know artinya peserta didik memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang berkualitas dengan selalu belajar untuk tahu. Proses keingintahuan tersebut, peserta didik lakukan secara mandiri dan berlangsung seumur hidup. Melalui pemanfaatan teknologi atau media pendidikan lain dalam menjawab keingintahuan mereka. Sedangkan pilar ketiga, UNESCO mendorong peserta didik memiliki jiwa mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. Jiwa mandiri dengan kepercayaan tinggi sebagai salah satu prinsip penerapan pola pikir mandiri.
Keempat, peningkatan layanan pendidikan. Selama pandemi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan pendidikan. Seperti menerbitkan surat edaran Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19), yang salah satu isinya yaitu membolehkan pembelajaran dilakukan secara jarak jauh. Surat edaran tersebut menjadi bukti peningkatan layanan pendidikan Indonesia. Pemerintah siap menghadapi situasi genting atau tidak terduga bidang pendidikan, misalnya saat pandemi Covid. Peningkatan mutu pelayanan lainnya, seperti kuota belajar, wisuda daring, belajar bersama TVRI, dan program pemerintah lainnya pada masa pandemi.
Peningkatan layanan pendidikan menjadi prioritas pemerintah Indonesia. Setelah pandemi hilang, peningkatan akan terus berlanjut. Berpedoman pada UUD 1945 Pasal 28B Ayat (1) tentang setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Saat ini, Merdeka Belajar sebagai implementasi undang-undang tersebut. Pemerintah secara maksimal memberikan pelayanan pendidikan kepada warganya. Perbaikan fasilitas dan mutu pendidikan saat ini telah dilakukan pemerintah. Belajar dari pandemi, pemerintah mulai mempersiapkan dan membenahi pendidikan Indonesia untuk mampu menghadapi problematika pendidikan masa depan.
Pandemi Covid-19 adalah bencana nonalam yang memberikan duka bagi penduduk bumi. Namun, sebagai manusia harus bangkit dan tidak berlarut-larut dalam duka. Ambil sisi positif dalam setiap kejadian. Andai pandemi hilang, pendidikan Indonesia telah mengalami perubahan dan perkembangan yang baik. Kedepannya, pemerintah terus meningkatkan sektor pendidikan hingga pendidikan Indonesia mampu bersaing dengan pendidikan negara lain.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.