Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Suhermi Widiastuti

Mencegah Sexual Harassment di Sekolah

Eduaksi | Monday, 20 Sep 2021, 15:57 WIB
Ilustrasi foto : doc. Pribadi

Sekolah seharusnya merupakan tempat nyaman bagi seorang anak dalam menuntut ilmu. Tetapi ada banyak hal terjadi yang membuat anak-anak merasa kurang nyaman berada disekolah. Diantaranya karena pergaulan sesama teman sepermainan di lingkungan sekolah yang kurang menyenangkan. Seperti tingkah yang mengarah pada pelecehan seksual (Sexual Harrasment) yang tanpa di sadari oleh semua. Pelecehan seksual sendiri tak hanya berupa sentuhan fisik yang dilayangkan dari laki-laki keperempuan. Tetapi juga bisa berupa tatapan mata yang seperti menelanjangi, bercandaan yang mengarah kearah perkataan yang mengandung seksual, sentuhan yang tanpa disengaja kearah organ tertentu ataupun godaan-godaan iseng dari sesama teman lawan jenis yang dikenal dengan istilah catcalling. Bentuk-bentuk sapaan catcalling bisa beragam seperti, “hai cewe, sendirian aja nih,” atau “boleh duduk disamping kamu ga, Cantik?” Dan lain-lain. Kebanyakan korban merasa biasa diperlakukan seperti itu terlebih oleh teman yang dikenalnya. Padahal jelas hal ini lama kelamaan akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam dirinya dan akhirnya memilih untuk menghindar dari pelaku.

Dalam lingkungan sekolah, kerap kejadian seperti ini lazim terjadi. Ada siswa laki-laki duduk disamping siswa perempuan tanpa permisi bahkan terlihat mengalungkan tangan keleher siswa perempuan. Dan masih banyak lagi prilaku yang menjurus kepada sexual harrasment di sekolah. Bahkan yang lebih parah terjadi adalah siswa laki-laki yang berani mengintip ke bilik kamar mandi siswa perempuan. Karenanya hal ini perlu tindakan pencegahan agar tidak berkembang menjadi tindakan asusila seperti banyak kita lihat dan baca dalam media masa, bahkan mungkin terjadi justru dilingkungan sekitar kita.

Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan sebagai wujud upaya pencegahan dari merebaknya sexual harrasment di sekolah. Seperti pada sekolah-sekolah berbasis islam terpadu, dengan memisahkan kelas antara laki-laki dengan perempuan, bahkan membedakan jadwal istirahat antara laki-laki dan perempuan. Begitu juga dengan berbagai kegiatan yang dilakukan disekolah seminimal mungkin memperkecil akses untuk bertemunya siswa laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sekolah yang sama.

Namun untuk sekolah-sekolah negeri rasanya sulit menerapkan konsep pisah kelas berdasarkan gender, maka untuk meminimalisir terjadinya sexual harrasment adalah dengan mengelompokan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan secara terpisah. Membuat posisi kamar mandi yang berjauhan antara kamar mandi laki-laki dan perempuan sehingga meminimalisir rasa iseng untuk mengintip ke bilik kamar mandi perempuan ataupun sebaliknya.

Sebenarnya semua orang berpotensi dan berisiko mengalami kekerasan seksual. Baik di lingkunngan sekolah, lingkungan dimana ia tinggal dan bersosialisasi tentunya tidak hanya menimpa anak perempuan, tetapi anak laki-laki pun memiliki potensi yang sama. Sexual harrasment yang menimpa anak laki-laki pun tidak bisa disebut sedikit nyatanya setiap saat ada saja kejadian yang kita lihat dan baca di media masa tentang bagaimana peristiwa pelecehan seksual juga terjadi pada laki-laki. Dan sepertinya saat ini yang terpenting kita lakukan adalah tindakan pencegahan agar peristiwa seperti itu tidak terjadi. Ataupun bila telah terjadi segera melaporkan peristiwa kekerasan seksual yang diterima.

Biasanya anak-anak korban pelecehan seksual seperti ini akan berdiam diri saja enggan menceritakan kekesalan dirinya. Jika sexual harrasment yang dihadapi ringan maka akan dipendam saja karena khawatir jikapun diceritakan kepada oranglain akan dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan. Padahal jika pelecehan yang terjadi di biarkan bahkan dianggap biasa lama-lama akan mengarah pada perbuatan asusila yang akan lebih parah dampak yang ditimbulkannya.

Dalam pergaulan di sekolah, prilaku ini umumnya dilakukan oleh laki-laki yang menganggap itu hanya lelucon. Parahnya, banyak yang tidak paham bahwa dirinya sedang dilecehkan. Adalah tugas guru sebagai pendidik yang bersinergi dengan orang tua untuk mengajarkan seks edukasi sedini mungkin pada anak mereka tanpa kecuali. Seks edukasi tidak hanya untuk anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki. Tentu sesuai dengan kapasitas usia dari anak-anak yang akan diberi penjelasan tentang hal tersebut. Mulailah mengajarkan pada anak-anak tentang bagian-bagian tubuhnya yang tidak boleh dipegang oleh orang lain selain orang tua dan dirinya, untuk berani marah dan menenang siapa saja yang melecehkan tubuhnya. Hal-hal yang berbau seksual memang bukanlah hal yang tabu tapi juga bukan hal yang pantas untuk dijadikan bahan ejekan. Mulailah ajarkan kepada anak laki-laki untuk menghormai perempuan. Ajarkan pada mereka bahwa wanita bukan hanya objek untuk dilecehkan. Dan bagi perempuan, mulailah berani melawan bila dalam situasi dilecehkan.

Membuat anak didik nyaman berada di sekolah adalah tugas guru juga orangtua. Jangan sampai ada bias trauma dalam diri anak korban sexual harrasment yang menimpanya. Mulailah peka terhadap setiap perubahan prilaku anak-anak. Agar bisa mendeteksi apa yang telah dialami mereka sepanjang hari di sekolah. Karena mencegah lebih baik daripada meratapi hal yang sudah terjadi.

Suhermi Widiastuti

Guru SMAN 9 Kota Bekasi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image