Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edo Segara Gustanto

BPKH Perkuat Ekonomi dan Keuangan Syariah

Lomba | Monday, 20 Sep 2021, 01:49 WIB
Sumber foto: Republika Online

Dalam sebuah acara 2nd Annual Islamic Finance Conference yang mengangkat tema “The Role Islamic Finance in Eradicating Poverty and Income Inequality" (Peran Keuangan Islam dalam Pemberantasan Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan) yang diselenggarakan oleh Kementrian Keuangan RI dan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Anggito Abimanyu, selaku Koordinator Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ikut menjadi salah satu narasumber (23/8/2017).

Anggito Abimanyu, dalam presentasinya mengatakan, “Indonesia memiliki kuota haji paling besar, yakni berjumlah 211.000 per tahunnya. Untuk umroh, Indonesia berada di urutan kedua setelah Pakistan untuk jamaah umroh yang berjumlah 800.000 tiap tahunnya.”

BPKH, lembaga yang dipimpin oleh Anggito Abimanyu ini memiliki amanat untuk mengelola dana haji sesuai Peraturan Pemerintah. "Total dana yang terkumpul hingga saat ini adalah sebesar 93,2 Triliun plus 3 Triliun Dana Abadi Umat. Jadi total ada 95,2 Triliun. Ada 80 Triliun dana haji yang siap diinvestasikan atau sekitar 80 persen,” ungkapnya dalam konferensi tersebut.

Kontribusi BPKH Untuk Ekonomi dan Perbankan Syariah

Saat ini, dana haji yang telah terkumpul diinvestasikan ke deposito di beberapa perbankan syariah di Indonesia dan pada Sukuk Negara. Penempatan dana haji pada perbankan syariah memberikan dampak positif karena perbankan syariah memperoleh dana yang jumlah besar sehingga dapat mengembangkan fungsi intermediasinya terhadap sektor riil.

Namun, dana haji yang sangat besar jumlahnya tersebut tidak dapat ditempatkan semuanya ke dalam bank syariah karena keterbatasan perbankan syariah mengelola dana tersebut. Sehingga alternatif lain yang bisa dilakukan adalah menempatkannya pada Sukuk Negara.

Dana haji juga sejak tahun 2010 diinvestasikan untuk infrastruktur melalui Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) atau Sukuk Berharga Syariah Nasional (SBSN). Sampai dengan tanggal 12 Januari 2017 outstanding SDHI masih senilai Rp36,7 triliun. Sukuk dibolehkan karena termasuk dalam instrumen syariah. Investasi jangka panjang yang dilakukan BPKH selain Sukuk juga rencananya akan diinvestasikan ke saham syariah, emas, properti, dll.

Penempatan dana haji pada Sukuk Negara bukan wacana baru. Inisiasi penempatan dana haji pertama kali dilakukan oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati ketika menjabat Menteri Keuangan pada periode pertama yaitu pada tahun 2009. Ketika itu Menteri Keuangan dan Menteri Agama melakukan penandatanganan kesepakatan (MoU) pada tanggal 22 April 2009. Isi dari MoU tersebut yaitu kesepakatan untuk penempatan dana haji dan dana abadi umat ke Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan cara private placement (penempatan saham secara pribadi).

Penempatan dana haji pada Sukuk Negara juga sebenarnya membantu Kementerian Agama dalam memberikan alternatif investasi yang aman dan menguntungkan. Mengacu UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dana haji mempunyai batasan investasi pada instrumen syariah yang aman dan bermanfaat. Tidak ada batasan pada sektor apa dana tersebut akan diinvestasikan. Namun yang lebih ditekankan adalah pada sisi keamanan, kemanfaatan dan kehati-hatiannya (prudensial).

Ekosistem Haji dan Umrah

BPKH sedang mengupayakan skema investasi pada pembangunan fasilitas untuk jamaah haji dan umrah Indonesia. Hal ini tentu berita yang baik bagi pembentukan ekosistem Haji dan Umrah. Bagaimana tidak, ketika dana-dana ini bisa terealisasi untuk pembangunan fasilitas haji dan umrah jamaah Indonesia, maka akan ada sejumlah efek ekonomi yang bisa terwujud sebagai imbas dari kebijakan tersebut.

Skema investasi untuk membangun fasilitas akomodasi bagi jemaah haji dan umrah ini sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Investasi ini sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem haji dan umrah. Sehingga tidak hanya memenuhi peningkatan kualitas layanan untuk jemaah, melainkan juga bisa memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian. Ada sejumlah multiplier effect yang akan timbul dari model investasi ini:

Pertama, pembangunan dan pengoperasian fasilitas akomodasi dengan konsep mixed use tersebut akan menyerap banyak tenaga kerja Indonesia. Hal ini juga bisa memberikan kemudahan pelayanan bagi jemaah.

Kedua, terkait dengan harga. Dengan investasi pada fasilitas dan akomodasinya, pengelolaan harga bisa dilakukan sehingga tidak selalu bergantung pada kontrol harga oleh pasar.

Ketiga, mendatangkan devisa. Dengan adanya pembangunan fasilitas akomodasi seperti hotel, apartemen, hingga pusat perbelanjaan, maka pasar untuk barang-barang dan makanan Indonesia akan semakin terbuka. Alhasil, ada laju ekspor barang seperti bahan baku dan bumbu masakan yang didatangkan dari Indonesia.

Dengan begitu, model investasi yang dilakukan pada pembangunan fasilitas dan akomodasi ini bisa memutar dana dan devisa agar tidak hangus dengan percuma. Jemaah pun bisa mendapatkan nilai manfaat secara ekonomis dan juga dalam bentuk peningkatan kualitas layanan. Visinya menciptakan ekosistem haji. Artinya dari jamaah, untuk jamaah. Wallahua'lam.[]

Penulis adalah Dosen Institut Ilmu Al-Qur'an An-Nur Yogyakarta

#BPKHWritingCompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image