Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Murtin Anone

Stunting Mengancam Masa Depan

Eduaksi | Wednesday, 11 May 2022, 19:18 WIB

Murtin AM. Anone

Mahasiswa Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang

Stunting ialah permasalahan global yang masih belum ditanggulangi paling utama di Indonesia dengan prevalensi stunting yang lumayan besar dibanding Negeri menengah yang lain. Stunting adalah kondisi ketika tubuh balita tidak mencapai panjang atau tinggi badan yang sesuai menurut usianya.

Berdasarkan hasil survey Status Gizi Balita pada 2019, prevalensi stunting Indonesia tercatat sebesar 27,67 persen. Angka itu masih di atas standar yang ditetapkan oleh WHO bahwa prevalensi stunting di suatu negara tak boleh melebihi 20 persen.

Stunting pada anak dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan dan status kesehatannya saat dewasa.Anak Indonesia pada umumnya tidak kekurangan makan, tetapi rendahnya kesadaran akan gizi seimbang mengakibatkan mereka hanya mendapat asupan makanan pokok dengan sedikit protein atau sayuran. Banyak orang tua juga tidak memahami pentingnya ASI, sebaliknya mengandalkan susu formula bagi bayi.

Stunting bisa diakibatkan oleh sebagian aspek semacam konsumsi gizi yang kurang sejak dalam kandungan sampai usia 2 tahun atau 1000 hari pertama kelahiran, adanya infeksi yang berulang serta berat badan lahir rendah. Di beberapa daerah, kurangnya air bersih untuk sanitasi, kebersihan pribadi, serta akses terbatas ke layanan kesehatan dapat memperburuk masalah.

Dalam upaya penanganan stunting di Indonesia, pemerintah sendiri sudah menargetkan Program Penurunan Stunting menjadi 14% pada tahun 2024 mendatang. Memenuhi target tersebut merupakan sebuah tantangan besar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia di tengah pandemi ini. Terlebih lagi, aktivitas di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) kurang maksimal saat ini. Padahal, Posyandu adalah tonggak utama pemantau tumbuh kembang balita pada lingkup wilayah yang lebih kecil.

Selain itu, kondisi ekonomi di Indonesia selama pandemi berlangsung sedang tidak baik-baik saja. Di tengah angka kemiskinan dan pengangguran yang kian meningkat, tak dapat dipungkiri bahwa peningkatan terhadap prevelensi stunting di Indonesia mungkin saja terjadi. Faktor ekonomi keluarga berkaitan erat dengan terjadinya stunting pada anak. Hal ini karena kondisi ekonomi seseorang memengaruhi asupan gizi dan nutrisi yang didapatkannya.

Di Indonesia sendiri, akses terhadap makanan bergizi seimbang belum merata. Padahal faktor utama terjadinya stunting adalah kurangnya asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Pertumbuhan otak dan tubuh berkembang pesat pada 1000 HPK yang dimulai sejak janin hingga anak berumur dua tahun. Pemenuhan gizi pada tahap tersebut sangat penting agar tumbuh kembang anak dapat optimal.

Untuk mengatasi persoalan stunting sangat berhubungan dengan kesadaran keluarga tentang gizi. Tugas orang tua khususnya ibu sungguh dibutuhkan saat pemberian konsumsi dalam membantu memantau pertumbuhan dan perkembangan sehingga dibutuhkan pemahaman gizi supaya bisa menyajikan makanan sebanding. Untuk itu perlu adanya penyuluhan nakes kepada masyarakat mengenai bahaya stunting dan cara pencegahannya. Serta melakukan kegiatan-kegiatan yang berfokus pada pemahaman perubahan perilaku serta intervensi gizi.

Sehingga dengan begitu prevelensi stunting di Indonesia tidak berada di angka mengkhawatirkan lagi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image