Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hafidz Fuad Halimi

ZAKAT SEBAGAI BUKTI TAUBAT

Agama | Monday, 06 Sep 2021, 16:11 WIB
Perintah zakat dalam al-Qur'an banyak yang bersandingan dengan perintah shalat.

Manusia merupakan tempatnya salah dan khilaf. Betapa banyak mungkin di antara kita yang tak sadar dan merasa paripurna dari salah dan khilaf. Padahal, salah dan khilaf itu bagian dari fitrah kita sebagai manusia. Itulah sebabnya harus ada proses penyadaran akan fitrah tersebut (salah dan khilaf). Rasulullah saw. menyadarkan kita akan salah satu fitrah manusia dalam hadis riwayat at-Tirmidzi, sabdanya:

“Setiap anak Adam itu bersalah dan sebaik-baiknya manusia bersalah itu adalah manusia yang bertaubat.” (H.R. at-Tirmidzi)

Manusia beriman harus menjadi manusia yang sadar akan fitrah salah dan lupa. Manusia demikian akan senantiasa membersihkan salahnya agar tidak berbuah dosa dan malapetaka di saat dunia binasa. Pembersihan tersebut dikenal dengan istilah taubat.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu...” (Q.S. at-Tahrim [66]: 8)

Taubat merupakan proses yang disediakan Allah bagi mereka yang sadar akan kesalahan dan kekhilafannya. Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, “Taubat nasuha, yaitu taubat yang jujur, yang didasari atas tekad yang kuat, yang menghapus kejelekan-kejelekan di masa silam, yang menghimpun dan mengentaskan pelakunya dari kehinaan”. Manusia yang mengambil jalan taubat akan menjadi manusia yang dicintai dan disenangi Allah Swt. Dari Ibnu ‘Abbas r.a., Nabi saw. bersabda, "Allah lebih senang pada taubatnya seorang hamba yang bertaubat melebihi senangnya orang haus yang menemukan air, atau orang mandul yang memiliki anak, atau senangnya orang yang kehilangan barang lalu menemukannya. Maka, barang siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha, Allah akan membuat lupa para malaikat yang menjaganya, anggota tubuhnya, serta bumi yang dipijaknya atas dosa dan kesalahan yang telah dia lakukan".

Allah membuka jalan taubat bukan hanya bagi kaum beriman menuju kesucian. Akan tetapi, taubat pun diperuntukkan bagi mereka yang kufur dan musyrik menuju iman dan tauhid. Sebagaimana firman Allah Swt.:

“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. at-Taubah [9]: 5)

Bagi manusia yang bermetamorfosis menuju iman, prosesi taubat harus disertai dengan pembuktian nyata, yaitu siap istikamah mendirikan shalat dan menunaikan zakat sebagaimana dijelaskan dalam surah at-Taubah ayat 5. Dua jenis ibadah tersebut, yakni shalat dan zakat menjadi bukti kesungguhan seorang kafir dan musyrik menuju iman dan tauhid.

Shalat menjadi pembuktian komitmen kepatuhan seorang manusia terhadap tuhannya, Allah Swt. Adapun ibadah zakat menjadi pertanda penting merdekanya seseorang dari hawa nafsu, terutama nafsu terhadap harta benda.

Zakat menjadi simbol kemerdekaan diri seorang hamba dari perbudakan harta. Jika seseorang sudah mampu merdeka dari perbudakan harta, maka potensi kebermanfaatan diri akan tergali dengan sendirinya. Komitmen dalam berzakat membuat seorang manusia menjadi humanis. Jenis manusia seperti itulah yang ideal dalam membangun peradaban dunia. Di tangan manusia seperti itu, harta akan menjadi sumber manfaat dan jauh dari sumber malapetaka.

Maka pantaslah bahwa zakat menjadi salah satu variabel penting dalam proses taubat seorang hamba. Karena sejatinya, seorang yang berislam itu terikat dengan hubungan vertikal yang dibuktikan salah satunya dengan ibadah shalat dan kelapangan hati untuk menjalin hubungan horizontal, yaitu memberi manfaat antar sesama manusia dengan mengorbankan harta benda dalam bingkai ibadah zakat. Jika seorang manusia menyatakan taubat tapi lalai shalat dan enggan berzakat, maka dipastikan bahwa taubatnya tidak nasuha, tidak sungguh-sungguh.

Dengan demikian, penting kiranya bagi kita semua untuk saling membangun kesadaran di antara kita agar terus bertaubat dan menyucikan diri kita dari kesalahan, yang disadari ataupun yang luput dari kesadaran diri. Dengan berzakat, kita bisa buktikan kesungguhan taubat yang kita panjatkan dan kesungguhan untuk merdeka dari perbudakan harta benda yang semu. Bukankah manusia mengidam-idamkan diri dan jiwa mereka yang merdeka?

Baca juga:

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image