Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Sudah Seharusnya Kita Memiliki Keinginan Besar Sekeluarga Diwisuda di Sorga

Agama | Wednesday, 11 May 2022, 01:46 WIB
ilustrasi : wisuda (https://republika.co.id)

Kini siapapun sudah tidak asing lagi dengan kata wisuda. Jika dulu prosesi wisuda hanya milik kaum akademisi di perguruan tinggi, kini hampir semua jenjang pendidikan, formal maupun nonformal sering mengadakan acara prosesi wisuda.

Prosesinya pun hampir mirip dengan prosesi di perguruan tinggi, memakai toga, dan ada prosesi memindahkan benang yang ada di topi wisuda, dari kiri ke kanan. Ada pula yang memodifikasi prosesi wisuda dengan mewajibkan peserta wisuda memakai busana resmi lainnya, namun pada umumnya pakaian yang dipakainya adalah toga berwarna hitam.

Meskipun harus mengeluarkan biaya tambahan, prosesi yang asalnya merupakan tradisi ilmuwan Yunani ini, hampir semua peserta didik di tingkatan manapun mendambakan dapat mengikuti acara ini. Tak sedikit mahasiswa atau peserta didik yang malas belajar pada masa-masa pendidikan, namun tatkala akan mengikuti prosesi wisuda, mereka begitu semangat mempersiapkannya.

Selesai prosesi wisuda, sesie berfoto bersama keluarga, sahabat, dan orang-orang terdekat menjadi suatu acara yang tak pernah terlewatkan. Orang tua, sahabat, dan kerabat merasa bangga dan bahagia karena anak, saudara, atau sahabat telah menyelesaikan pendidikannya dan berhasil diwisuda. Tak bosan-bosannya anggota keluarga melihat foto dan rekaman video pada saat prosesi wisuda.

Sunguh merupakan kebahagian yang tak akan berakhir jika kebahagian berkumpul seperti ketika usai prosesi wisuda tersebut terjadi kelak selesai menghadapi “persidangan Allah”, mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama hidup di dunia.

Kebahagiaan akan semakin bertambah, jika kelak sanak saudara dan anggota keluarga saling bantu, saling mendukung, saling meringankan, dan saling membela di hadapan persidangan Allah swt. Disebutkan demikian, sebab kelak setiap orang hanya akan memperhatikan dirinya sendiri.

Mereka tak akan peduli terhadap jiwa yang lain, jangankan kepada orang lain, kepada orang tua, anak, ataupun istri yang habis-habisan ia bela dan dicintai selama hidup di dunia ia abaikan begitu saja. Satu hal yang terpenting, ia dapat selamat dari pengadilan Allah swt, mempertanggungjawabkan segala perbuatannya selama hidup di dunia.

“Pada hari itu, manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dan dari istri serta anak-anaknya. Setiap orang dari mereka, pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya” (Q. S. ‘Abasa : 34-37).

Namun demikian, kelak di padang Mahsyar terdapat pula sekelompok orang yang berbagahagia. Mereka lulus mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah. Mereka begitu lancar menjawab segala pertanyaan dari Allah swt. Mereka sekeluarga berbahagia dan dapat berkumpul kembali.

“Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa, dan gembira ria” (Q. S. ‘Abasa : 38-39).

Dari sekian banyak orang yang akan bahagia, kelak di padang Mahsyar, adalah para orang tua yang pernah mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada anak-anaknya. Ketika mereka tidak mampu mengajarkannya, mereka mengantarkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan atau kepada seseorang untuk mempelajari Al-Qur’an. Hasilnya, anak-anak mereka dapat membaca, menghafal, dan memahami Al-Qur’an.

“Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan kandungannya, maka kepada kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota pada hari kiamat yang cahayanya lebih terang daripada cahaya matahari yang menerangi rumah-rumah di dunia. Bagaimana pendapat kalian mengenai pahala orang yang mengamalkan Al-Qur’an ini?” (H. R. Ahmad dan Abu Daud, Misykat al-Mashâbih Juz I hadits nomor 2139).

Keluarga yang ketika di dunia benar-benar memperhatikan terhadap pendidikan membaca, menghafal, dan memahami Al-Qur’an seraya berusaha mengamalkan isi dan kandungannya, mereka berhak mengikuti “prosesi wisuda” di hadapan Allah. Selain mendapatkan “toga” dan selendang kemuliaan, Allah akan mengumpulkan mereka dan mempersilakannya masuk sorga dengan penuh kebahagiaan.

“Barangsiapa yang membaca Al-Qur’an, mempelajari, dan mengamalkannya, maka pada hari kiamat akan dipakaikan kepadanya mahkota dari cahaya. Cahayanya seperti cahaya matahari, dan kepada kedua orang tuanya akan dipakaikan dua toga (kemuliaan) yang belum pernah didapatkan keduanya ketika di dunia. Keduanya bertanya: ‘Mengapa kami diberi toga (kemuliaan) ini?’ Kemudian dijawab, ‘Karena kalian berdua telah memerintahkan anak kalian untuk mempelajari al-Quran’ “ (H. R. Hakim, al-Mustadrak ‘ala Shahihain Juz I hadits nomor 2085).

Anggota keluarga merupakan orang pertama yang senantiasa kita bela dalam situasi dan kondisi apapun. Kebahagiaan yang diraih seorang anggota keluarga merupakan kebahagiaan bagi seluruh anggota keluarga. Demikian pula, penderitaan yang menimpa seorang anggota keluarga merupakan derita seluruh anggota keluarga.

Setiap muslim harus memiliki impian berkumpul dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, sebagaimana do’a yang sering kita panjatkan, bahagia di dunia dan akhirat seraya terlepas dari siksa api neraka.

Dari sekian banyak amal yang akan mengantarkan sebuah keluarga bahagia dan kembali berkumpul di alam abadi kelak, dan menjadi penghuni sorga adalah mereka yang ketika hidup di dunia ini saling mengingatkan untuk mempelajari, memahami, menghafal, dan mengamalkan isi Al-Qur’an.

Jika di hati kita sudah tertanam impian agar kelak di alam keabadian ingin kembali bertemu dan berkumpul bersama keluarga kita dengan penuh kebahagiaan, diwisuda di sorga, apakah kita, para orang tua, para suami sudah pernah menyuruh atau mengajak istri, keluarga, dan handai taulan untuk mempelajari, membaca, menghafal, dan mengamalkan isi dan kandungan Al-Qur’an?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image