Tips Sukses Sungkemen Untuk Pujakesuma
Eduaksi | 2022-05-10 18:02:13Halal bihalal merupakan tradisi yang erat dalam berdaya masyarakat Indonesia. Saat lebaran tiba kita memanfaatkannya untuk bersilaturahmi dan bermaafan sesama keluarga maupun tetangga. Meskipun zaman semakin maju serta ada pengaruh budaya dari luar, halal bihalal sebagai budaya masyarakat kita perlu kita jaga.
Budaya ini terancam ditinggalkan pada generasi muda zaman sekarang. Bahkan ini terjadi di kampung, lho. Saya mau mengambil contoh pada keluarga saya. Ada keponakan yang sering tidak mau mengikuti kegiatan halal bihalal. Dia lebih suka gabung main bersama teman-temannya. Umurnya sekitar 14 tahun. Anak-anak seumuran mereka pun begitu. Mereka lebih suka jalan-jalan daripada halal bihalal saat lebaran.
Padahal budaya halal bihalal ini banyak manfaatnya. Salah satunya adalah agar kita bisa saling mengenal antara saudara dan tetangga. Semakin hari jumlah penduduk semakin banyak. Kalau tidak saling mengenal maka bisa membuat kita semakin jauh dengan keluarga dan tetangga. Lewat halal bihalal itu kita saling mengenal, tahu harus memanggil apa, dan apa hubungan kita dengan yang lainnya. Lewat halal bihalal pula kita bisa merekat kasih sayang. Agar yang muda menghormati yang tua dan sebaliknya yang tua bisa menyayangi yang muda.
Nah, bagaimana cara menjaga budaya halalbihalal ini agar tetap terjaga?
Pertama, pahamkan kepada anggota keluarga bahwa budaya baik merupakan hal yang wajib dilakukan. Sehingga kapanpun dan dalam kondisi apapun harus diikuti oleh setiap anggota keluarga.
Kedua, menyepakati agenda halal bihalal keluarga. Misalnya dilakukan pada lebaran kedua dan ketiga dan seterusnya.
Ketiga, rutinkan kegiatan halal bihalal ini setiap tahun. Kalau sudah dirutinkan maka akan menjadi kebiasaan. Sehingga setiap tahun pun akan selalu dilakukan dan akan terhadap terasa kurang kalau tidak dilakukan.
Budaya Sungkeman
Dalam masyarakat kita juga ada budaya sungkeman saat halal bihalal. Sungkeman dilakukan oleh yang muda kepada orang yang lebih tua. Tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Jawa, sungkeman juga dilakukan oleh suku lainnya. Tentu dalam bahasa suku daerah masing-masing.
Dalam keluarga saya ada ada jenis sungkeman pada saat halal bihalal. Pertama, seperti sungkeman pada umumnya yaitu yang muda melakukan sungkeman kepada yang lebih tua. Kedua, lewat perwakilan. Keluarga saya datang ke saudara atau tetangga yang lebih tua. Lalu ada perwakilan yang menyampaikan sungkeman. Jadi tidak semua melakukan sungkeman atau salaman kepada penghuni rumah yang dikunjungi. Biasanya perwakilan adalah bapak kami. Bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa halus.
Saya dan istri lebih senang kalau sungkeman dilakukan dengan cara ini. Jadi tidak harus bersalaman dengan semua orang. Jadi kami numpang ke bapak.
Nah, repotnya kalau hanya keluarga saya yang halal bihalal ke saudara atau tetangga. Otomatis saya sebagai kepala keluargalah yang jadi perwakilan sungkeman itu. Masalahnya saya tidak menguasai bahasa Jawa halus. Saya ini seorang pujakesuma atau putra Jawa kelahiran Sumatera. Di keluarga saya jarang menggunakan bahasa jawa halus.
Dalam masyarakat dikenal dua jenis bahasa yaitu bahasa jawa ngoko dan kromo inggil. Bahasa jawa ngoko digunakan oleh seseorang pada seseorang lain yang seusia atau sudah dikenal dekat. Sedangkan bahasa jawa kromo adalah bahasa jawa halus yang biasanya digunakan ketika berbicara kepada orang tua atau orang yang lebih tua. Misalnya kamu dalam bahasa ngoko adalah kowe dan dalam bahasa kromo inggil adalah panjenengan.
Biasanya bertanya kepada istri. Dia sebagai orang Jogja sangat biasa dengan bahasa kromo inggil. Tapi tahun ini saya mau ngasih kejutan. Tanpa bertanya kepadanya, saya mencarinya di internet, dengan memanfaatkan internet stabil dari IndiHome, langganan kami selama tiga tahun ini. Keputusan saya ini didasari atas keyakinan bahwa internet dapat menyatukan Indonesia. Bahwa melalui pencarian internet, segala bentuk informasi terdapat di sana, sehingga memudahkan saya mencari apa yang saya butuhkan, meski dalam kondisi terdesak.
Benar saja. Menggunakan internet menyatukan Indonesia terdapat banyak sekali contoh bahasa kromo inggil untuk ucapan sungkeman. Ada yang pendek dan panjang tinggal pilih saja sesuai yang cocok. Setelah itu dihafalkan. Sebaiknya dihafalkan beberapa hari sebelum lebaran. Menghafalnya cukup lama, lho.
Syukurlah meskipun agak belepotan saya berhasil melewati beberapa sungkeman dengan sukses. Istri pun heran dan takjub tapi mengacungkan jempol.
Karena terpaksa jadi terbiasa. Meskipun deg-degan harus dilakukan. Percayalah cuma sebentar saja kok prosesnya. Biasanya agak berat pada sungkeman pertama dan kedua. Pada sungkeman ketiga dan seterusnya pasti lancar saja.
Merasa sungkeman itu berat. Walaupun berat harus dilakukan. Toh, cuma sebentar saja. Tidak lebih dari dua menit. Kita harus tahan melewati dua menit itu. Kalau itu diibaratkan rasa sakit, tahan saja rasa sakit itu selama dua menit.
Sungkeman merupakan budaya positif. Sungkeman membuat kita saling bersilaturahmi. Sungkeman mengajarkan saling memaafkan dan menyayangi. Budaya positif ini harus tetap kita jaga diajarkan kepada ada anggota keluarga kita. Dengan internet menyatukan Indonesia kita bisa melakukan silaturahmi tanpa batas. Ya, saat tak bisa mudik sekalipun kita bisa bersilaturahmi melalui video call. Meskipun tak bisa sungkeman secara langsung, bisa juga sungkeman secara virtual. Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak bertemu, dari jauh pun jadi. Lantas kalau ada kesempatan bertemu langsung, manfaatkan untuk sungkeman.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.