Pardiman Seniman Acapela: Meski Pandemi Tetap Berkarya
Gaya Hidup | 2021-08-15 10:28:43Seni pertunjukan dibuat kalangkabut dengan hadirnya wabah pandemi Covid -19. Kebijakan pemerintah membatasi interaksi dan mobilitas menghalangi aktivitas berkesenian terutama seni pertunjukan.
Namun seiring dengan waktu, pelaku seni harus bisa menyesuaikan diri hidup berdampingan dengan Corona dengan melaksanakan kebiasaan baru.
Hal tersebut dibuktikan oleh Seniman Acapela Mataraman sekaligus Pamong Omah Cangkem, Pardiman, S.Sn (Kasihan,Bantul,DIY) yang tetap berkarya di tengah wabah yang melanda. Menurut jebolan ISI Yogyakarta ini, pandemi membuat orang belajar beradaptasi di berbagai hal, termasuk kesenian. Sebenarnya itu merupakan hal kontradiktif bagi seni pertunjukan. Seni pertunjukan sangat butuh interaksi sosial, sedangkan pandemi..tidak boleh berinteraksi langsung.
Pemilik nama panggung Pardiman Djoyonegoro ini memaksimalkan.media online untuk tetap.memanfaatkan ruang alternatif berbasis teknologi untuk berbagi keindahan.
Bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DIY mengadakan pentas daring seni Karawitan Gangsa Kinarya Japa, menampilkan lagu Kelangan Enggok,
Bapak dua anak yang pernah mengenyam Pendidikan di SMKI Yogyakarta ini punya prinsip, bahwa kalau tidak bisa berbagai materiil harta dan benda minimal berbagi informasi syukur inspirasi untuk mbuat kita tetap semangat walau di realita yg terbatas.
Sepakterjangnya di dunia seni tak lepas peran serta istri, Fransisca Rustiati, didukung pula oleh dua buah hatinya jagad Mellian Tejo Ndaru dan Pradjnya Dewati Restuku Anjampangi
Pardiman mencoba tetap tegar dan berkreasi meski pandemi membatasi. Itu dia buktikan bisa menyusun buku berjudul NABUH RASA membangun peradaban batin lewat bermain gamelan. Selain buku juga membuat album: Tembang TVRI untuk Festival Tembang TVRI se Jateng, Hanata Rasa, milih Mulih, Wahai Angin Wahai Gelombang, Yogyakarta, Urip Iku, Kidung Dora Poro Cidra dan beberapa musik bersama keluarga.
Album tersebut rata-rata audio visual dan bisa disaksikan di youtube Omah Cangkem.
Keberhasilan seniman yang pernah berkiprah Bersama Kua Etnika itu tidak lepas dari keyakinannya bahwa manusia memiliki pusaka manusiawi adaptatif.
Di masa pandemi banyak pemintaan sebagai narasumber: Pengarus Utamaan Gender, âGamelan sebagai Edukasi dan Rekreasiâ, bersama Programa 1 RRI Yogyakarta, Selasa (20/4/2021), Sarasehan Masyarakat Karawitan Yogyakarta, âPemutakhiran Konservasi Karawitan Tradisi Yogyakartaâ, di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Kamis (20/5/2021) Bersama dengan KPH. Notognegoro dan Anon Suneko, Partagama Bergema âNandur Katresnan Marang Kabudayaan Karawitanâ digelar Komunikasi Mahasiswa Diploma Sekolah Vokasi Universitas Gajak Mada, Jumat (28/5/2021).
Secara mandiri Pardiman menggelar kegiatan secara virtual dengan tajuk âOmah Cangkem Berkarya #2, Selasa (18/5/2021) dengan menampilkan gendhing Langking Ngantariksa kalajengaken Ladrang Bangsa Jaya laras pelog pathet nem, dan Lelagon Lerem Ana Ndalem kalajengaken Gangsa Kinarya Japa laras slendro pathet manyura, menampilkan Intania Laras & PKL SMKI sebagai pengisi vokal. Setelah pergelaran itu dilanjutkan dialog musikal dipandu Ki Anom Suneko, S.Sn., M.Sn dan Pardiman Djoyonegoro.
Kecintaan Pardiman terhadap seni tradisi khususnya karawitan sudah dimulai saat masih di SMPN Bambanglipuro (1981-1984). Meski saat itu beberapa teman mencibir dan menganggap sebagai ekstra yang tidak populer, namun dirinya tetap mantab terhadap pilihannya dan membuktikan tekadnya menenuki seni tradisi. Bahkan sejak memiliki KTP di kolom pekerjaan diisi sebagai âSenimanâ, ini sungguh suatu keberanian dalam menentukan pilihan hidup.
Skill bermain gamelan semakin terasah setelah masuk di SMKI Yogyakarta, ISI Yogyakarta, ikut nyantrik kepada Bagong Kusudihardjo. Sampai akhirnya Pardiman mendirikan Acapela Mataraman dan Omah Cangkem di Bangunjiwo Kasihan Bantul sampai sekarang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.