Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fergi Nadira Bachruddin

'Reply 1988' Sang Penyembuh Covid

Curhat | Saturday, 14 Aug 2021, 00:00 WIB
Photo: Google

Puluhan ribu orang Indonesia dinyatakan terinfeksi Covid-19 tiga bulan belakangan. Dari puluhan ribu tersebut, saya berada diantaranya. Belum ada obat yang dinyatakan ampuh menghilangkan virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina pada 2019 itu. Tapi, bagi saya, obat segala penyakit adalah imun yang seimbang, jiwa yang bahagia, dan senantiasa dilimpah kebersyukuran.

Sempat dirawat, terawat dan merawat. Saya sudah vaksin dua dosis, kok masih terpapar dengan gejala lumayan berat?

Kata seorang teman dokter, ibaratnya vaksin Covid ios-nya versi 1.5. Sedangkan virusnya sendiri tiap pekan sampe hari, udah update mulu ios nya. Jadi meskipun sudah vaksin, tetap ada resiko terinfeksi.

Ditambah imun saya saat itu sangat lemah habis berkelana dari Jambi via darat, dan punya GERD yang lumayan parah, serta efek vaksin yang mngkin belum sempurna terbentuk di tubah saya.

Jadi memang harus lebih fokus untuk memperkuat diri sendiri dan tak bergantung pada vaksin, meski salah satu ikhtiar lawan pandemi ya vaksin.

Delapan hari dirawat di RS Yarsi. Saya bisa dibilang langsung diendorse sama yang Maha Kuasa, HAHAHA Tujuannya supaya balik lagi ke Dia dan untuk sampaikan ke maslahat buat jaga diri, jaga hati, jaga jemari dan jaga rohani serta ingat selalu untuk lekat dengan syukur

Viu

Sebab anosmia itu sungguh perubahan kehidupan yang sangat dahsyat. Saya juga sempat merasakan hilangnya kenikmatan bernapas alias sesak, dan hasil ronsen teridentifikasi ada virus SARS-CoV-2 di paru-paru sebelah kanan.

Ditambah sakit kepala, batuk, flu, demam kalo malem, mual, dan butuh dekapan hehe (butuh dekapan Ryu Jeon-yeol) Oh belum kenal, oppa Korea satu itu deng.

8 hari di rumah sakit, 8 hari isolasi mandiri di sebuah tempat ternyaman di Jakarta Selatan, hingga 8 hari di rumah bersama keluarga, covid di tubuhku masih bertanam. Imun saya rasaya stuk aja gitu, memang berangsur pulih, namun saya merasa belum sepenuhnya.

Selama 16 hari covid tentu saya nonton drama Korea di Netflix, tapi tak ada perubahan, masih merasa kurang sepenuhnya bugar. Sampai terketuk suasana hati menonton drama Korea dengan rating 9/10 versi IMDB, berjudul Reply 1988.

Google photo

Beberapa kawan sudah seringkali merekomendasikan drama ini ke saya. Tapi belum ada niat untuk mengklik drama tersebut dengan alasan episodenya kebanyakan, malas, dan juga pemain yang kurang saya begitu kenali.

Entah mengapa jari ini tiba-tiba mengklik jendela kotak di Home Netflik berlatar seorang perempuan berambut pendek dengan senyum manis tapi mukanya kocak, dan di bawahnya bertuliskan Reply 1988.

"Oke. Satu episode dulu deh, kalo ga seru, skip aja," begitu pikir saya saat itu.

Daebak, satu episode tidak terasa lamanya! Saya dibawa masuk ke dalam alur cerita di drama tersebut. Sampai-sampai berlanjut hingga akhir episode 20 dengan rasa yang campur aduk berada di dalam jiwa saya.

Tentu sehabis 20 episode itu, saya langsung sembuh. Tes PCR saya negatif. Ajaib.

Cerita Sederhana, Keluarga, dan Persahabatan

Google photo

Alur cerita, latar film, akting yang seakan tidak akting para pemainnya, dan lagu-lagu soundtrack Reply 1988 lah yang bikin saya betah berangsur-angsur mengikuti kisah Sung Deok-sun dkk hingga episode 20. Ada saja tingkah peran para pemain Reply yang membuat saya tertawa terpingkal-pingkal yang jelas menaikan hormon endorfin saya.

Sutradara sangat apik mengemas cerita, latar dan peristiwa yang mendeskripsikan Korea Selatan (Korsel) pada tahun 1998-1999an. Ceritanya juga tidak terkesan dibuat-buat, sangat alami seperti realita kehidupan sehari-hari rakyat Korsel sejatinya. Tak hanya rakyat Korsel sih, namun juga kehidupan kebanyakan manusia di bumi ini, termasuk saya.

Cerita keluarga Deok-sun hampir mirip dengan keluarga saya, di mana, appa-nya Deok-sun berupaya keras menghidupi dan mencukupi kebutuhan keluarganya dengan semangat dan konsisten bekerja puluhan tahun. Pertengkaran antara Deok-sun dan sang kaka Sun Bo-ra juga mirip dengan saya dulu.

Google photo

Juga kehidupan bertetangga dalam film tersebut. Hahaha benar-benar merepresentasikan kehidupan kebanyakan rakyat Asia terutama. Kayaknya kalau di Kanada ga gitu deh.

Pembagian akting seluruh pemainnya juga sangat adil dan pas. Pecinta second lead pasti paham perasaan saya ketika nonton film yang keluar di tahun 2016 lalu ini. Namun, tidak perlu lah, ya, saya menjabarkan cerita panjang film ini. Semua pasti sudah mengelotok.

Google photo

Dan yang belum nonton, kalian wajib nonton dulu deh drama satu ini. Kalau belum niat nonton sampe niat. Sebab, sungguh imun yang naik dan terkendali, hati yang senang, pikiran yang positif seusai nonton ini, menimbulkan sehat yang terukur, menciptakan energi baik sehingga alhasil bukan mustahil penyakit-penyakit maupun virus dalam tubuh berangsur pergi dari tubuh kita karena dipenuhi frekuensi-frekuensi bahagia.
Selamat menonton. Selamat bahagia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image