BUAH KEBEBASAN BERAGAMA
Politik | 2021-08-13 14:20:15Oleh: Mariyam Sundari (Sahabat Muslimah)
Kebebasan beragama selalu menjadi salah satu tolok ukur berjalannya pilar demokrasi. Jika beragama dihalangi dan didiskriminasi, maka hal itu dianggap bertentangan dengan prinsip negara demokrasi. Jadi, apa yang dilakukan Yaqut dan pembelaan aktivis kebebasan beragama sudah sesuai dengan prinsip demokrasi.
Bagi mereka, agama apa pun wajib dilindungi. Tidak boleh intoleransi mayoritas atas minoritas. Negara harus menjamin semua agama yang berkembang, meski dikatakan agama tersebut sesat dan menyesatkan.
Kebebasan beragama makin menyuburkan aliran sesat meski pada akhirnya aliran-aliran itu menjelma menjadi agama baru seperti halnya Ahmadiyah dan Baha'i. Ketua MUI Sumatera Barat (Sumbar), Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa menegaskan, bahwa esensi dari agama Baha'i tersebut adalah ajaran sesat.
âBahaiyyah ditinjau dari latar belakang sejarah, esensi ajaran dan gerakan penyebaran merupakan ajaran sesat yang menodai ajaran Islam dan menjadi pintu masuk musuh untuk merusak umat Islam,â katanya (suara.com,30/7/2021)
Atas nama kebebasan beragama, negara tidak berbuat apa-apa. Negara justru membiarkan bahkan melindunginya sebagai agama yang diakui keberadaannya. Ini terlihat seperti negara memberi peluang bagi siapa pun untuk keluar dari agamanya dan memeluk agama baru. Begitulah kebebasan beragama berlaku. Mau keluar masuk agama mana pun, itu hak warga negara. Negara tidak boleh melarang hak individu dalam beragama.
Namun, perlu diingat pula, munculnya banyak aliran sesat telah memurtadkan ribuan kaum muslimin. Mereka menanggalkan akidahnya demi menjajaki agama baru atas nama kebesaran beragama. Memang tidak ada paksaan dalam memeluk Islam. Namun, Islam melarang seorang muslim meninggalkan akidah Islam.
Alhasil, penerapan sistem kapitalisme demokrasi telah memberi banyak kerugian kepada umat Islam karena tumbuh suburnya aliran sesat atau agama baru yang mengaburkan dan menyesatkan akidah Islam yang lurus. Negara kapitalisme demokrasi gagal melindungi umat dari penyesatan dan pendangkalan akidah Islam, Wallahuâallam.[]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.