Mengakui Baha'i, Menguatkan Moderasi Beragama
Agama | 2021-08-06 11:24:15Setelah ucapan hari raya Baha'i oleh Menteri Agama, pembelaan terhadap pengikut Baha'i semakin menguat. Para aktivis kebebasan beragama menyambut hangat hal ini. Namun bagi umat Islam, kebebasan ini tentulah sebuah musibah. Baha'i yang secara ritual dan keyakinan ada kemiripan dengan agama Islam, jika diakui sebagai agama atau setidaknya diakui eksistensinya maka dengan kata lain juga menjadi pengakuan atas kebolehan untuk mengacak-acak ajaran Islam.
Ini adalah salah satu poin pentingnya, akan berbeda jika Baha'i tidak mencampuradukkan ajarannya dengan ajaran Islam. Belum lagi terkait ajaran baha'i yang jelas menentang ajaran Islam, semisal jihad yang haram, bolehnya riba. Jelaslah, pengakuan terhadap Baha'i adalah pelecehan terhadap syariat Islam.
Belum lagi terkait dengan menguatnya desakan untuk mengakui Baha'i sebagai agama dengan alasan kebebasan beragama. Alasan ini juga harus diwaspadai umat Islam. Sungguh ironi, negara yang mengaku berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, di satu sisi mengekang pelaksanaan sebagian syariat Islam dengan tuduhan radikal, ekstrim hingga berakhir pada pencabutan beberapa ormas Islam karena dianggap bertentangan dengan Pancasila, namun di sisi lain hendak mengakui agama yang melecehkan syariat.
Sangat paradoks. Jika memang mengatasnamakan kebebasan beragama ketika mengakui Baha'i mengapa tidak pula membiarkan umat Islam yang hendak mengamalkan ajaran agamanya semisal berjuang menegakkan khilafah? Maka alasan kebebasan beragama hanyalah dalih saja ketika digunakan untuk mengakui Baha'i sebagai agama yang sah di negeri ini.
Yang tak kalah penting untuk diwaspadai adalah pengakuan Baha'i sebagai bagian dari agenda internasional untuk semakin menguatkan moderasi beragama. Salah satu indikator kuatnya moderasi beragama adalah desakan untuk mengakui agama lain sebagai agama yang benar, tidak menganggap agamanya sendiri saja yang paling benar, prinsip ini jelas akan menggerus makna toleransi yang sebenarnya, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Tidak boleh ada pemaksaan agama, mengakui dan menghormati agama lain namun tak boleh mencampuradukkan ajaran agama, tidak boleh sesuka hati mengambil syariat dan sesuka hati mencampakkan syariat lain.
Jika benar pengakuan Baha'i di Indonesia adalah bagian dari moderasi beragama, maka umat islam harus mewaspadai dan jika perlu menolak dengan tegas. Dalam islam yang benar dan salah sudah jelas bedanya, tidak butuh sikap moderat yang bermakna mengkompromikan ajaran Islam dengan kemauan manusia. Moderasi beragama juga berbahaya ditinjau dari kemungkinan semakin mencuatnya stigma negatif kepada umat islam yang berpegang teguh pada ajaran islam yang dianggap sebagai umat yang tidak moderat, tidak siap menerima perbedaan dan berpeluang menghancurkan persatuan. Jelas ini adalah tuduhan yang keji jika dipandang dari sudut pandang moderasi beragama.
Oleh karena itu, ucapan hari raya atau bahkan pengakuan terhadap Baha'i harus diwaspadai sebagai pintu gerbang menguatnya moderasi beragama di Indonesia. Umat islam tidak boleh membiarkan. Terus mengkritik kebijakan pemerintah yang salah, mengingatkan umat dan membekali umat dengan akidah yang kuat. Dan yang tak kalah pentingnya adalah segera mewujudkan institusi syar'i agar islam tidak terus dilecehkan, agar islam menjadi rahmat untuk seluruh alam.
Nur Aini, S. Si, Guru - Tinggal di Kediri Jawa Timur
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.