Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ibnu Masri

Membaca Sikap An-Nahdhoh Paska Kudeta yang Dilakukan Presiden Qois Saied

Politik | 2021-08-13 08:48:07
 Presiden Tunisia Kais Saied (tengah) saat memimpin rapat keamanan bersama anggota militer dan polisi di Tunis, ibu kota Tunisia, Minggu (25/7/2021). Tentara memblokade gedung parlemen Tunisia dan melarang masuk Ketua DPR Rached Ghannouchi masuk pada Senin (26/7/2021), setelah Saied membekukan parlemen dan memecat perdana menteri yang oleh kubu oposisi disebut sebagai kudeta Tunisia.(AP PHOTO/SLIM ABID/Kompas.com)
Presiden Tunisia Kais Saied (tengah) saat memimpin rapat keamanan bersama anggota militer dan polisi di Tunis, ibu kota Tunisia, Minggu (25/7/2021). Tentara memblokade gedung parlemen Tunisia dan melarang masuk Ketua DPR Rached Ghannouchi masuk pada Senin (26/7/2021), setelah Saied membekukan parlemen dan memecat perdana menteri yang oleh kubu oposisi disebut sebagai kudeta Tunisia.(AP PHOTO/SLIM ABID/Kompas.com)

Ada perubahan yang signifikan dari sikap An-Nahdoh dalam menyikapi keputusan presiden Tunisia Qois Saied yang membekukan parlemen dan memecat PM. Tunisia serta beberapa menteri. Partai yang dikenal dengan kubu Islamis dan mayoritas di parlemen ini semula menyebut tindakan Saied sebagai bentuk kudeta terhadap UU dan revolusi. Namun belakang, Rached Ghannouchi, ketua parlemen Tunisia yang juga pimpinan partai An-Nahdhoh secara perlahan merubah sikapnya. Yang semula keras, mengancam akan mengerahkan massa, berubah menjadi lunak dengan menyiapkan berbagai opsi sebagai solusi, dan tak lagi berjanji menurunkan massa.

Ghannouchi bahkan sempat menuduh kudeta yang terjadi disponsori oleh Uni Emirat Arab dan sekutunya, yang dahulu juga menjadi dalang dibalik kudeta militer yang terjadi di Mesir hingga menggulingkan Presiden Muhammad Mursi. Dalam pernyataannya Rached Ghannouchi menilai UEA dinilai cemas dengan adanya gelombang Arab Spring dan politik Islam yang mengemuka, karena apabila dibiarkan akan merambat ke wilayah Teluk yang netabone sistem pemerintahannya adalah Monarki alias Kerajaan.

Belakangan, An-Nahdhoh sepakat bahwa solusi terhadap krisis politik yang melanda Tunisia saat ini dapat diselesaikan dengan dialog. Partai yang disebut representatif IM di Tunisia ini nampaknya banyak berkaca dengan kejadian kudeta di Mesir. Bagaimana bentrokan antar massa terjadi paska kudeta yang dilakukan militer hingga berujung pembantaian dalam tragedi Rabiah. Hal ini yang sepertinya ingin dihindari An-Nahdhoh.

Para petinggi An-Nahdhoh mengakui masih ada kekurangan selama memimpin, namun mereka menolak apabila krisis yang terjadi di Tunisia karena An-Nahdoh, karena revolusi yang didengungkan dilakukan secara bersama-sama, maka yang bertanggungjawab terhadap paska revolusi adalah rakyat Tunisia secara keseluruhan, bukan An-Nahdoh sendirian. Opini yang ingin digiring selama ini, dengan menisbatkan Arab Spring ke Politik Islam seakan-akan ketika gagal maka ini kesalahan dari kubu islamis.

Baru-baru ini Presiden Tunisia Qois Saied kedatangan delegasi dari UEA, Anwar Qarqas mantan Menlu Emirat. Kehadirannya memperkuat posisi Saied yang juga didukung pelaku kudeta di Mesir, serta negara Teluk anti Arab Spring. Padahal Qois sempat mengutuk tindakan UEA ketika normalisasi dengan israel, ia pun jadi bahan olokan ketika menyambut delegasi UEA. Tindakan Qois dinilai pragmatis alias mencari aman sendiri.

Siapa sebenarnya dalang dibalik kudeta di Tunisia? Sumber media Inggris, middleeastaye melansir, ada campurtangan Arab Saudi dan Israel dalam kudeta ini dengan memanfaatkan perangkat mata-mata Pegasus. Dikabarkan bahwa no hp Rached Ghannouchi masuk ke dalam daftar 50.000 nomor telepon yg bocor. Ternyat sudah lama dirinya diintai demi memuluskan jalannya kudeta. Fakta lain adalah sambutan positif dari negara Teluk dan Mesir yang tidak mengkritik apa yang dilakukan Qois padahal tindakannya jelas-jelas telah melanggar UU negara.

Sumber: Aljazeera, arabi21, Andholu Agency

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image