
Gencatan Senjata, Hanya Strategi Membeli Waktu
Agama | 2025-03-20 09:48:21
Setelah gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari 2025, konflik di Jalur Gaza kembali memanas. Pada 18 Maret 2025, militer Israel melancarkan serangan udara besar-besaran yang menewaskan lebih dari 400 warga Palestina. Serangan ini terjadi setelah negosiasi untuk memperpanjang masa gencatan senjata gagal mencapai kesepakatan.
Serangan itu menargetkan berbagai lokasi di Gaza, termasuk kamp pengungsian dan sekolah yang dijadikan tempat penampungan warga. Situasi ini memicu keprihatinan internasional, dengan banyak pihak menyerukan penghentian kekerasan dan perlindungan terhadap warga sipil yang terdampak. Berbagai negara beramai-ramai mengecam tindakan Israel terhadap Palestina. Namun sangat disayangkan karena tindakan negara-negara di duniai ini hanya mampu sampai tindakan mengecam, tidak lebih.
Gencatan senjata yang terjadi antara Palestina-Israel sejatinya dianggap sebagai solusi atas konflik yang terjadi. Akan tetapi, benarkan gencatan senjata adalah solusi? jawabannya adalah bukan sama sekali. Hal ini dapat kita buktikan bahwa gencatan senjata yang terjadi atas kasus Palestina-Israel bukan hanya terjadi kali ini saja yaitu 19 Januari 2025, namun gencatan senjata sudah pernah berulangkali terjadi sebelumnya. Dalam masa gencatan senjata yang telah berulang kali terjadi, Israel selalu berkhianat dan tidak pernah berhenti memborbardir Palestina. Karena sejatinya gencatan senjata hanya strategi membeli waktu yang dilakukan oleh Israel ketika mereka mulai melemah, untuk mengembalikan sisa-sisa kekuatan mereka guna membombardir kembali Palestina.
Gencatan senjata dijadikan strategi oleh Israel untuk membeli waktu itu nyata adanya. Hal ini didukung oleh fakta bahwa Israel memanfaatkan periode gencatan senjata untuk memperkuat posisinya secara militer, diplomatik, atau bahkan memperluas kontrol di wilayah tertentu. Gencatan senjata tidak benar-benar tulus untuk menciptakan perdamaian jangka panjang, melainkan lebih sebagai langkah taktis untuk meredakan tekanan internasional, menghindari kecaman luas, atau mempersiapkan strategi berikutnya. Hal ini terbukti dari upaya gencatan senjata yang berulang kali terjadi namun tidak memberikan solusi sama sekali.
Alasan Israel untuk melindungi warganya dari serangan roket dan ancaman keamanan lainnya hanya sebuah pembohongan publik untuk playing victim, agar seolah olah Israel lah sebagai korban dan Hamas penjahatnya. Padahal, mereka menggunakan alasan itu sebagai cara mereka untuk menyerang warga Palestina. Sebab yang mereka bombardir bukan Hamasnya, melainkan warga sipil yang lemah tak berdaya, bahkan anak-anak, dan bayi tak berdosa tidka luput dari serangan keji Israel.
Tindakan Israel ini adalah bentuk kolonialisme modern atau upaya sistematis untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Kebijakan blokade, pendudukan ilegal, dan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina adalah bentuk agresi yang nyata. Israel berhasil memainkan opini publik untuk menciptakan kesan bahwa merekalah korbannya, mereka memiliki segalanya, mereka menguasai media dan militer sebagai senjata dalam konflik ini. Mereka kuat karena didukung oleh negara adidaya seperti Amerika dan sekutunya. Maka jelaslah siapa penjahat yang sesungguhnya yaitu Israel
Maka seluruh dunia harus membuka matanya terhadap kasus kekejian Israel terhadap Palestina, Mengharapkan solusi dari gencatan senjata atau solusi dua negara hanyalah ilusi belaka. Sebab Israel dna sekutunya juga tidak benar-benar menginginkan solusi itu, yang mereka inginkan adalah menginginkan tanah Palestina secara keseluruhan dna mengusir warganya. Maka, sebaik-baik harapan adalah harapan yang disandarkan pada Allah, yaitu menerapkan hukum Allah secara keseluruhan dalam scope negara di bawah naungan khilafah islamiyah, sehingga akan ada negara adidaya atau superpower di bawah kepemimpinan islam yang akan menyamai kekuatan Israe dan sekutunya untuk menghentikan kekejaman Israel di Palestina
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook