Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khairus Sakinah Chaeruddin

Kedudukan Wahyu Sebagai Sumber Ilmu

Agama | 2021-08-07 00:43:53

Epistemology adalah salah satu cabang filsafat yang membahas tentang hakikat pengetahuan manusia. Persoalan pokok yang berkembang dalam epistemology ini meliputi sumber pengetahuan, watak dari pengetahuan manusia dan apakah pengetahuan itu benar atau tidak, bagaimana penegtahuan itu sendiri didapatkan oleh manusia dan cara apa atau syarat apa yang harus dipenuhi oleh manusia, sehingga epstemologi ini mencapai pada problem hubungan metodologi dengan obyek ilmu penegtahuan

Istilah epistemology dalam lingkungan islam di pertukarkan dengan istilah pemikiran, artinya pemikiran ialah akal budi, ingatan, angan-angan, sehingga pemikiran berarti proses cara, perbuatan memikir. Menurut Michel Foucault yang dikutip oleh Johan Meuleman dalam kata pengantar penerbit karya Arkoun pemikiran itu pemahaman dan pandangan seseorang terhadap obyek dan pemahaman itu bisa dianggap penting maupun tidak tidak penting dengan begitu pemikiran termasuk dalam hal menekuni hal-hal yang fundamnental seperti paradigma kefilsafatan yang menyangkut asumsi dasar sebagai landasan dan kerangka suatu bangunan keilmuan

Ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat maju pada masa mode karena masyarakat dianggap telah memasuki tahap berfikir rasional. Dengan begitu pada masa modern tersebut dibangun metodologi yang menjamin kebenaran dan temuan-temuan pengetahuan manusia. Masyarakat yang dianggap non rasional adalah masyarakat yang mempertahankan keyakinan dan kebenaran agama yang naif dan subyektif bahkan masyarakat yang dianggap non rasional itu diidentikkan sebagai masyarakat dengan bangsa Timur sedangkan non Barat dianggap sebagai masyarakat primitive.

Rasionalisme kini menjadi fondasi ilmu-ilmu pengetahuan modern yang bercorak sebagai antroposentris terhadap filsafat abad tengah yang juga beecorak teosentris. Manusia dalam antroposentrisme menjai pusat kebenaran, etika, kebikjasanaan, dan pengetahuan sehingga terjadi diferensiasi dengan wahyu Tuhan.Ilmu pengetahuan rasional yang menjadi pilar utama peradaban modern pada perkembangan terakhirnya tumbuh dari yang semula menggunakan manusia sebagai penguasa atas manusia.

Di era modern ini dengan rasionalisme membuka lembaran baru anatra hubungan agama dan ilmu pengetahuan yang konflik dan saling menegasikan. Ambisi ilmu sekuler dalam meninggalkan agama sepertinya akan membawa malapetaka bagi manusia modern sehinggga terjadi krisis nilai dan kehidupan yang hampa makna. Maka dari itu diperlukan usaha dalam mengukur Kembali antara sains dan wahyu dengan isttilah ilmu integralistik, yaitu ilmu dengan menyatukan wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia, dengan tidak mengucilkan Tuhan dan juga manusiaPerlunya revolusi sains

Kekuasan yang dikuasai oleh idealism dan empirisme yang keduanya sama pada tingkat yang berbeda berencana untuk meninggalkan segala sesuatu diluaar yang ada.empirisme adalah hal yang paling tegas menolak adanya metafisika, bahkan madzhab filsafat yang mencapai kematangannya ini menjadi tujuan dalam penolakan metafisika. Kontruksi sains modern kemudian dibangun dengan kokoh menggunakan mesin yang Bernama metode hypotetic-deduktive reston juga menampilkan uji verivikasi dan falsifikasi.

Verivikasi merupakan syarat penting bagi metode deduktif agar preposisi yang diajukan dinilai bermakna, suatu teori atau aksioma dianggap memiliki makna bila secara prinsip dapat diverivikasi. Hubungan subyek mengenai siapa itu manusia yang menjadi subyek dari pengetahuan dan ap aitu realitas sebgai obyek dalam kontruksi sains modern menimbulkan keraguan. Para sains dan filososf yang bermadzhab kritis ragu atas kemutlakan baik kekuasaan subyek atau obyek.

Immanuel Kant,filosof asal Jerman menyatakan bahwa manusia tidak akan pernah sampai terhadap realitas itu sendiri, dikarenakan penglhatan manusia terhadap suatu obyek sangat ditentukan oleh perangkat pental yang telah terbentuk dalam pikiran manusia akibat bentukan ruang dan waktu. Pengaruh ruang dan waktu inilah yang dirumuskan oleh Kant sebagai kategori dalam pikiran yang berperan menjadi semacam kacamata bagi penglihatan mata.

Pandangan Kant yang menyimpulkan bahwa dalam ilmu pengetahuan manusia tidak akan mencapai suatu kepastian meruntuhkan mitos yang didengungkan sains modern, terutama posistivisme logis. Munculnya Kant sebenarnya pada puncaknya posistivisme yag diketahui secara universal bahwa ilmu pengetahuan telah dihasilkan oleh beberapa ilmuan yang mampu menemukan dalil atau hukumhukum yang sifatnya umum.

Logika positivis, sains hanya bergerk untuk menguji teori bukan menghasilkan bagaimana satu perspektif baru dari ilmu pengetahuan, karena perspektif dianggap telah mencapai suatu kesatuan apabila memiliki cara pandang yang baik terhadap subyek maupun obyek yang dilampauinya. Konsep Kuhn tentang paradigma digagas untuk menolak anggapan yang selama ini berkembang dikalangan ilmuan bahwa ilmu itu terjadi secara kumulatif dimana kebenaran suatu teori dikuatkan secara terus menerus dengan hasil penelitian terbaru yang membuktikan kebenarannya.

Bagi pengembang ilmu, ilmuan dapat mengkonstruk paradigma baru, dan menawarkan atau dibuat paham tentang paradigma yang ditawarkan, setidaknya seseorang paham tentang paradigma baru tersebut dalam discourses.Al-Qurâ an sebagai paradigma Positivism dengan berpandangan bahwa sains modern yang bertumpu pada rasionalisme bermusuhan dengan agama yang dinilai menyerukan cara berpikir mistis sudah saatnya ditinjau Kembali seiring dengan kebuntuan sains modern sebagaimana terungkap dengan perspektif Thomas Khun di atas.

Ilmu pengetahuan yang integralistik menempatkan dua sumber pengetahuan, yaitu Tuhan yang berupa wahyu dan manusia yang berupa akal. Agama menyediakan tolak ukur kebenaran ilmu bagaimana ilmu diproduksi dan apa tujuan ilmu tersebut. Hak manusia adalah memiirkan dinamika internal ilmu sehingga menjadi ilmu yang obyektif gejala keilmuan yang obyektif yang dirasakan sebagai gejala keilmuan bukan norma oeh pemeluk agama lain, non agama dan anti agama. Menjadikan wahyu sebagai paradigma berarti menjadikan al-quran sebagaimana dipahami Thomas Kuhn sebgai suatu konstruksi pengetahuan yang memunkinkan umat islam memahami realitas sebagaimana al-quran memahaminya.

Konstruksi pengetahuan tersebut akan menjadi dasar bagi umat untuk merumuskan desain besar mengenai system islam termasuk system ilmu pengetahuannya. Dengan begitu paradigma al-quran tidak hany berhenti pada kerangka aksiologis tetapi dapat berfungsi dalam memberi kerangka epistemologis.Kerangka terhadap pemikiran studi al-quran klasik sampai masa pertengahanUntuk menjadika al-quran sebagai paradigma memerlukan usaha sehinga bisa dijadikan sumber ilmu pengetahuan juga memerlukan revolusi dibidang ilmu al-quran dan ilmu tafsir al-qurân.

Konstruksi pemikiran islam abad pertngahan yang cenderung ortodoks, menjadikan usaha untuk mendekatkan al-quran dengan ilmu pengetahuan berjalan terseok-seok. Beberapa pendapat dala m penafsiran tentang ilmu-ilmu islam khususnya al-quran dan hadits Nasr Hamid Abu Zayd menyimpulkan bahwa pada masa pertengahan adalah hanya sikap pengulangan karena diantara para ulama yang berasumsi bahwa ilmu-ilmu al-quran dan hadits termasuk ruang lingkup ilmu yang sudah matang dan final. Para ulama memandang karya tafsir tidak sebagai upaya mendialogkan teks al-quran dengan realitas masyarakat yang sedang berlangsung, tetapi pada konsistennya untuk mengikuti jejak ulama terdahulu yang menafsirkan al-quran denga metode akal dengan al-quran assunnah dan pendapat para sahabat dan tabiin.

Ibn Taymiyyah menegaskan bahwa apabila telah diketahui pengertian atau tafsir al-quran dengan assunnah maka tidak diperlukan lagi pendapat ahli Bahasa dan yang lainnya. Bagi setiap mukmin tidak diperkenankan berbica mengenai agama kecuali mengikuti apa yang dating dari Rasulullah saw, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak mareka dari para tabiin yang tak seorang pun dari mereka terbukti melakukan pertentangan dengan al-quran dengan rasionalitasnya. Al-Zarkasyi menyimpulkan bahwa yang benar menurut ilmu tafsir adalah apa yang berasal dari jalur naql seperti asbabu nuzul dan ketetapan hukum yang dikandung oleh suatu ayat. Apabila tidak didapatkan penafsiran yang cukup dari jalan naqli, maka untuk mengetahui makna dan maksud dari ayat ayat al-quran adalah dengan jalan pemahaman pada penjelasan yan terkenal dan diakui oleh banyak ulama.

EPISTEMOLOGY ISLAM BAYANI, BURHANI, IFRANI

Epistemology ialah cabang filsafat yang bersangkutan dengan teori pengetahuan. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani terdiri dari dua kata episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan dan ilmu). Sehingga epistemology artinya pikiran atau percakapan tentang ilmu pengetahuan yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan. Dalam bidang ini terdapapat tiga pokok yaitu, mengenal sumber oengetahuan dan metode bagaimana proses mengetahui, kedua tentang watak, ketiga mengenal kebenaran.

Epistemology Islam

Dalam trandisi barat epstemologi bermuara dari dua pangkal pandangan yaitu rasionalisme dan empirisme yang merupakan pilar utama metode keilmuan. Tetapi beda dengan islam, islam memperoleh ilmu tidak hanya pada rasionalisme dan empirisme akan tetapi melalui intuisi dan wahyu, instuisi sebagai fakultas kebenaran langsung dari Tuhan dalam bentuk ilham, kasyaf tanpa dedksi, spekulasi dan observasi yang disebut ilm dharuri dan ilm laduni yang kedudukannya sedikit dibawah wahyu.

Asal usul epistemology Bayani, Irfani, dan Burhani

Aristoteles merupakan orang yang pertama membangun epistemology burhani yang populardengan logika mantik meliputi persoalan alam, manusia dan tuhan, ia menyebut logika itu metode analitik. Logika Aristoteles lebih memperlihatkn nilai epistemology dari pada logika formal dengan begitu kita bukan lagi melihat persoalan alam tuhan dan manusia dari metafisika karena epistemology burhani akan menghasilkan pengetahuan yang valid kedepannya.

Epistemology Bayani

Bayani ialah epistemology yang mencakup disiplin-disiplin ilmu yang berpangkal dari Bahasa arab (nahwu, fiqh dan ushul fiqh, kalam dan balagoh). Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan lugowiyah. Asas epistemology bayani adalah al-Qurâ an, as-Sunnah, dan al-Qiyas

Epistemology Irfani

Irfni tidak didasarkan teks seperti bayani akan tetapi pada kasyf yaitu tersingkapnya rahasiarahasia realitas Tuhan. Karenanya irfani tidak diperoleh dalam Analisa teks akan tetapi dengan ruhani dengan kesucian hati. Pengetahuan irfani bisa diperoleh dengan tiga tahapan yaitu, persiapan, penerimaan, dan pengungkapan dengan lisan atau tulisan. Implikasi dari pengetahuan irfani dalam pemikiran keislaman adalah menghampiri agamaagama pada tataran subtantif dan esensi spiritualitasnya serta mengembangkan kesadaran sepenuhnya.

Epistemology Burhani

Burhani menyadarkan kepada kekuatan rasio dan akal, berbeda dengan bayani dan irfani yang masih berkaitan dengan teks suci. Epistemology burhani menekankan pada potensi bawaan manusia secara naluriyah, inderawi, eksperimentasi dan konseptualisasi. Fungsi dan peran akal dalam epistemology burhani adalah sebagai alat analitik kritis. Pendekatan yang digunakan dalam epistemology burhani ialah pendekatan ilmiah dalam memhami agama atau fenimena keagamaan.Perbandingan dari tiga epistemology ialah bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogi furu kepada asal,irfani menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan rohani kepada tuhan, dan burhani mengahsilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya.

.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image