Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial

Ki Hadjar Dewantara dan Tujuan Pendidikan

Guru Menulis | Saturday, 07 May 2022, 13:34 WIB
Belajar di Sekolah (dokumen pribadi)

Pernahkah kita berpikir tentang apa faedah buat hidup kita dari pelajaran yang kita terima di sekolah? Misal, kita belajar tentang kapan terjadinya perang Diponegoro saat di sekolah dasar. Pernahkah kita berpikir tentang faedah buat hidup kita dari pengetahuan tentang kapan terjadinya perang Diponegoro tersebut? Bisa jadi kita tidak pernah terpikir akan hal itu, bisa jadi juga kita sudah pernah berpikir dan menemukan bahwa jawabannya adalah tidak ada.

Berbicara tentang pendidikan di Indonesia, kita tidak akan pernah lepas dari sosok Bapak Pendidikan Nasional yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ki Hadjar Dewantara. Dulu pada waktu masih duduk di sekolah dasar, kebanyakan kita punya persepsi bahwa Ki Hadjar Dewantara itu adalah seorang aki-aki Jawa yang kerjanya belajar ilmu budi pekerti luhur dari nenek moyangnya lalu jadi dasar pendidikan. Bagaimana tidak, nama depannya saja seperti itu. Terus beliau terkenal dengan tiga kalimat bahasa Jawa halus yang selalu disebut sebagai semboyan pendidikan Indonesia : ingarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tutwuri handayani. Tetapi setelah kita belajar lebih ternyata beliau lebih dari itu.

Ki Hadjar Dewantara adalah sosok anak bangsa yang jenius. Beliau mendapatkan beasiswa buat belajar di sekolah kedokteran Belanda di Batavia. Bayangkan saja, ada orang pribumi di zaman itu bisa sekolah saja sudah bersyukur sekali. Nah, beliau bisa sekolah di sekolah kedokteran, berarti beliau orang yang pintar. Tidak hanya itu, beliau juga seseorang yang pemberani. Ki Hadjar Dewantara ini di kampus sering mengkritik pemerintah Belanda, sampai akhirnya dikeluarkan dari kampusnya. Setelah itu jadi wartawan dan makin menjadi-jadi beliau menulis hal-hal yang tajam soal pemerintah Belanda, sampai akhirnya dibuang ke Belanda.

Dalam pengasingannya Ki Hadjar Dewantara belajar banyak. Pada waktu itu akses buku dan tulisan orang pintar dan bijak dari seluruh antero dunia lebih lengkap di Belanda dibandingkan di Indonesia. Beliau belajar riset-riset terbaru di dunia pendidikan, filsafat, psikologi dan banyak hal lain termasuk salah satunya adalah filosofi dan kurikulumnya Maria Montessori yang sampai sekarang masih dipakai di sekolah-sekolah elit di seluruh dunia.

Dan hasil pembelajaran beliau dengan otak jeniusnya itulah yang kemudian dirangkum dan dibawa pulang ke Indonesia yang kemudian dijadikan dasar pendidikan di Taman Siswa, sekolah yang didirikan oleh beliau.

Ada tiga filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang penting untuk kita ketahui bersama. Ini bukanlah triloka alias ingarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tutwuri handayani seperti tersebut di atas. Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia. Apa itu manusia merdeka? Menurut Ki Hadjar Dewantara manusia merdeka adalah manusia yang selamat raganya dua bahagia jiwanya, survive and happy. Hal ini sejalan dengan apa yang manusia cari dalam hidup ini, kita pasti ingin hidup kita selamat dan bahagia. Baik itu di dunia maupun di akhirat. Ini adalah sebuah topik yang secara universal diterima, baik dari filsafat, agama, sampai ilmu pengetahuan psikologi modern.

Jika mau bertanya ke orang-orang di sekitar kita, maka kebanyakan mereka tidak tahu bagaimana caranya supaya hidupnya bisa selamat dan bahagia. Karena ini tidak diajarkan di sekolah. Padahal menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan itu seharusnya memerdekakan manusia, menghasilkan manusia yang selamat dan bahagia. Apakah mengetahui kapan terjadinya Perang Diponegoro itu akan membantu kita selamat dan bahagia?

Kedua, Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa pendidikan punya tiga peran penting. Yang pertama memajukan dan menjaga diri, yang kedua memelihara dan menjaga bangsa, dan yang ketiga memelihara dan menjaga dunia. Ki Hadjar Dewantara menyebut ini sebagai filosofi trirahayu. Beliau percaya bahwa semua itu terhubung dan semuanya berkontribusi pada kepentingan yang lebih besar, everything is connected.

Contoh, kalau misalnya kita berhasil menjadikan diri kita menjadi orang-orang merdeka dan bahagia, maka lingkungan sekitar kita seperti keluarga dan teman akan jadi lebih hidupnya. Jika di sebuah daerah, keluarga-keluarganya adalah keluarga-keluarga yang merdeka dan bahagia, maka negaranya menjadi negara yang maju. Semua itu terhubung, dan itu dimulai dari diri kita masing-masing memerdekakan satu orang sebagai langkah awal memerdekakan satu keluarga, yang selanjutnya akan memerdekakan daerah berlanjut ke bangsa.

Terakhir, yang ketiga, Ki Hadjar Dewantara menyebutnya sebagai tri kon alias pendidikan itu harus kontinyu, konvergen dan konsentris. Kontinyu artinya berkelanjutan, apa yang kita capai hari ini adalah hasil dari apa yang kita pelajari dari masa lalu. Belajar itu terus-menerus sepanjang hidup. Selalu ada cara lain buat menjadi lebih baik daripada hari ini.

Konvergen artinya ilmu itu harus dari berbagai sumber. Ambilah ilmu dari luar zona nyaman. Karena kalau hanya di situ-situ saja kita jadinya stagnan. Tambah terus pengetahuan, Ki Hadjar Dewantara sendiri memodelkan pendidikannya banyak mengambil konsep-konsep pendidikan dari luar, seperti Montessori, Redric Robel, atau Rabindranath Tagore.

Prinsip terakhir yaitu konsentris, belajar dari luar boleh tapi jangan lupa sesuaikan juga dengan identitas dan konteks yang ada di hidup kita masing-masing. Ki Hadjar Dewantara sendiri meskipun banyak belajar dari luar, terus sampai bisa buat filosofi keren gitu, tetapi karena waktu itu kita masih dijajah dan pada awal kemerdekaan juga negara masih ambyar, nah prakteknya disesuaikan dengan konteks Indonesia di zaman itu. Contohnya, kenapa dipakai kata memerdekakan manusia, ya karena itulah kebutuhan orang Indonesia saat itu, merdeka saja dulu. Konsep keren ini kan tidak bisa langsung di implementasi di Indonesia yang memang belum siap untuk membahas hal-hal filosofis kayak seperti ini di sekolah.

Nah masalahnya, sudah satu abad berlalu, sekarang sudah jaman internet tapi kok ya belum terlaksana juga sampai sekarang. Belajar tentang kapan perang Diponegoro itu bukan tidak penting, tapi ada hal yang lebih penting dan esensial buat hidup kita sebagai manusia, tetapi tidak dibahas di sekolah. Ingat, pertama jangan lupa belajar caranya bahagia. Kedua, ketika kita mengembangkan diri kita, lingkungan sekitar kita juga akan membaik, dan itu akan membuat hidup kita jadi lebih baik lagi. Ketiga, belajarlah terus umur hidup, ambillah dari berbagai sumber tapi sesuaikan dengan konteks kehidupan kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image