Peluk Virtual, Tradisi di Masa Pandemi
Gaya Hidup | 2021-07-28 08:54:35Â
Sejak tiga pekan terakhir, setiap pagi dan malam hari, saya kerap terserang bersin-bersin disertai hidung meler. Udara dingin yang menggigit hingga ke tulang-tulang adalah salah satu penyebabnya. Rupanya karena usia yang sudah tidak muda lagi, saya sangat sensitif terhadap cuaca dingin. Alergi udara dingin lebih tepatnya.
Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, pagi ini serangan bersin dan hidung yang dipenuhi lendir susah saya hentikan dengan menghirup aroma hangat kayu putih dan minum segelas air hangat. Akhirnya saya mencampurkan dua sendok cumeng alias cuka mengkudu ke dalam air hangat, lantas melanjutkan tidur. Sepertinya tubuh saya perlu lebih hangat, saya berselimut dengan meminta pelukan anak bungsu yang sebentar lagi bersiap PJJ.
Kehangatan pelukan disertai selimut tebal rupanya menjadi obat manjur bagi saya. Flu reda, saya bisa kembali beraktifitas. Tiba-tiba si bungsu kembali mendekat dan menyampaikan kepada saya : âUmmi, sini aku peluk lagi.â
Dahsyatnya Manfaat Pelukan
Saat-saat di mana sebagian kita sibuk dengan benda kecil bernama HP, komunikasi yang terjalin antar anggota keluarga menjadi barang mahal. Masing-masing anggota sibuk dengan benda ini. Apalagi saat pandemi di mana anak-anak sibuk dengan gawai untuk mengikuti PJJ, Ayah dan Ibu bekerja secara daring, membuat anggota keluarga makin terjauhkan satu sama lain. Hidup terasa makin kering.
Pelukan bisa jadi salah satu jalan untuk saling mendekatkan. Peluk anak ketika bangun dan akan tidur. Peluk pasangan. Lakukan pelukan sesering mungkin. Pelukan itu murah, tetapi jika tidak terbiasa melakukannya akan terasa kaku dan risih meski itu dilakukan antar anggota keluarga.
Biasanya pelukan spontan dilakukan saat ada yang menangis atau tengah berduka. Pelukan diartikan sebagai bentuk dukungan dan penghilang kesedihan. Padahal pelukan itu bisa membantu meningkatkan imun, menjauhkan dari stres, membuat tidur lebih nyenyak. Dari satu artikel yang saya baca, ternyata pelukan bisa menjadi obat flu. Pantas saja setelah dipeluk anak dan tidur berselimut tebal. Flu hilang dan saya bernafas lebih lega.
âMahalnyaâ Pelukan di Masa Pandemi
Selain memeluk seseorang sebagai bentuk dukungan saat sedih, lazimnya kita melakukan pelukan saat bertemu teman atau saudara. Apalagi disertai rasa kangen dan gembira karena lama tak bersua, pelukan menjadi wujud kegembiraan dan keharuan. Pelukan yang dilakukan akan makin erat.
Di masa pandemi, apalagi saat kita baru saja bertemu dengan teman yang sudah lama tak jumpa, belum apa-apa biasanya kita segera menyampaikan keberatan saat hendak dipeluk. â Maaf jangan peluk ya, habis dari jalan, takut bawa virus.â
Jangankan berpelukan, jabat tangan saja sudah dihindarkan diganti dengan cara lain. Tujuannya tidak lain adalah untuk meminimalisir penularan. Khawatir ada COVID-19 menempel di jari kita, kalau bersalaman lalu virusnya pindah, gimana?
Akhirnya muncul ide baru untuk tradisi pelukan di masa pandemi. Saya pernah melihar tayangan di sebuah video. Di sana terlihat seorang Ibu renta dipeluk anaknya dengan plastik yang menghalangi mereka berdua, namun dijamin tidak mengurangi kehangatan yang ditransfer antara keduanya.
Ya, di masa pandemi seperti ini, di mana kita harus paham untuk senantiasa menjalankan protokol kesehatan, jika tidak ada plastik penghalang seperti di video tersebut, biasanya kedua insan yang baru bersua saling ulurkan tangan dari kejauhan dengan gerakan seolah melakukan cipika-cipiki karena harus tetap jaga jarak.
Adapun jika mendapatkan anggota keluarga yang sakit dan butuh dukungan serta kehangatan maka pastikan saat berpelukan memakai masker, lalukan protokol kesehatan. Bagaimanapun dukungan di sehat bagi si sakit akan membantu menaikkan imun tubuhnya.
Pelukan virtual nampaknya juga sudah menjadi tradisi yang menggantikan ekspresi fisik bentuk dukungan dan kasih sayang pada keluarga yang ditinggal wafat akibat COVID-19. Kita terpaksa menyampaikan pesan ucapan bela sungkawa via WhatssApp dan menyertakan emoticon pelukan di ujungnya, dengan harapan energi dukungan kita tersampaikan meski tak bisa bertatap muka langsung.
Pelukan pada akhirnya menjadi barang langka di masa pandemi ini. Yuk, lakukannya kembali. Selagi badan sehat, tidak terindikasi COVID-19. Semoga pandemi COVID-19 segera usai kita dapat kembali melakukan aktifitas di era new normal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.