Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Ersyad Muttaqien

Bagaimana Komunikasi yang Mengubah ?

Eduaksi | Tuesday, 27 Jul 2021, 21:54 WIB
kartun manusia berkomunikasi

Menurut Schramm seorang ilmuwan komunikasi bahwa diantara manusia yang saling bergaul, ada yang saling membagi informasi, namun ada pula yang membagi gagasan dan sikap. Dari pengantar pengertian tersebut kita bisa membedakan bahwa tindakan komunikasi memiliki dua arah tujuan perubahan yang pertama perubahan ke arah kognitif, atau hanya sekedar mengisi isi kepala dengan ragam informasi, sementara yang kedua, perubahan ke arah psikologis, dimana ada dorongan untuk mengubah kondisi dan sikap manusia.

Aktivitas komunikasi kita bersama orang lain (berbentuk komunikasi antarpribadi) lalu didalamnya hanya saling berbagi informasi (tentang jumlah penyintas covid misalnya) atau saling memberitahu tentang fenomena-fenomena tertentu maka bisa dipastikan ini hanya tindakan komunikasi bertujuan kognisi. Contoh lainnya, jika kita membaca koran (berbentuk komunikasi massa) ingin mendapatkan informasi-informasi terkini mengenai kondisi sosial-politik Indonesia itupun adalah tindakan komunikasi bertujuan kognisi, kita hanya mendapat informasi semata.

Tindakan komunikasi bertujuan kognisi (saling berbagi informasi) merupakan salahsatu dorongan alamiah yang terjadi pada manusia. Sosiolog terkemuka Ibnu Khaldun menyebutkan al-insanu madaniyyun bit thab’i (manusia adalah makhluk sosial) oleh karena itu interaksi yang terjadi dalam dimensi hubungan sosial salah satunya menghadirkan watak ingin saling berbagi informasi. Untuk menegaskan eksistensi relasi antar manusia.

Tindakan komunikasi bertujuan kognisi memiliki motif ingin menambah wawasan dan mengetahui informasi mengenai fenomena tertentu. Tindakan ini tidak mengubah secara signifikan objek khalayak (orang-orang) baik dalam sisi kondisi sosial ataupun sikap seseorang.

Kedua, Tindakan komunikasi yang bertujuan psikologis, tindakan ini memiliki gagasan penting yang hendak disampaikan. Gagasan tersebut mengandung unsur nilai, keyakinan dan falsafah didalamnya, substansi dalam gagasan seringkali di inspirasi oleh tokoh berpengaruh atau teori-teori tertentu. Sehingga capaiannya bukan sekedar komunikasi-retorik namun komunikasi-motorik (apa yang dikomunikasikan mampu menggerakkan sikap personal dan kondisi sosial).

Seorang penceramah agama misalnya, menyampaikan risalah kitab suci memiliki tujuan untuk menanamkan nilai-nilai tersebut kepada pendengarnya. Karena didalam kitab suci mengandung unsur nilai, keyakinan dan falsafah. Belum lagi didalam agama manapun memiliki tokoh central yang berpengaruh mewarnai dan menginspirasi para pengikutnya. Tentunya akan lebih mudah menciptakan komunikasi yang mengubah.

Jika dalam sebuah komunikasi terkandung unsur nilai-nilai, terdapat tokoh central dan pandangan-pandangan filosofis disebut oleh Theodorson (ilmuwan komunikasi) akan lebih efektif untuk mengubah sikap seseorang atau kondisi sosial. Kita lihat kondisi sosial-ekonomi-politik di banyak negara dipengaruhi oleh sajian konten komunikasi massa (koran, radio dll) yang bergagasan kuat, karakter tokoh yang eksis dan hadirnya nilai-nilai filosofis.

Kalau seseorang melakukan tindakan komunikasi bermodal mulut saja tak ada gagasan yang kuat, ibarat pepatah “tong kosong nyaring bunyinya”. Maka komunikasi ini tidak akan mengubah. Begitupun media-media massa yang bergagasan rendah, tak berideologi, akan sulit sekali mengarahkan orang-orang kepada suatu kondisi tertentu di masa depan.

Sementara, tindakan komunikasi yang bergagasan kuat akan mencapai garis finish dengan dihadiahi dua piala yakni piala 'social change' (berhasil melakukan perubahan sosial) dan piala 'opinion change' (berhasil merubah opini).

Mari coba ilustrasikan tindakan komunikasi yang mengubah tersebut dalam interaksi manusia di level keluarga. Diperlukan orangtua yang memiliki wawasan luas untuk hadirkan gagasan yang kuat, sosok ayah dan ibu yang central-berwibawa-berketeladanan dan nilai-nilai filosofis-mendalam yang menjadi prinsip. Dengan modal-modal tersebut akan menciptakan kultur komunikasi antar internal keluarga yang kuat dan menghadap maju kedepan (visioner).

Di level sekolah, harusnya guru-guru menyadarkan diri sendiri untuk menguatkan pikirannya dengan banyak gagasan (membaca multi-literatur), menjadi tokoh guru yang diteladani dan menghidupkan nilai-nilai penting dalam proses pembelajaran, kita yakin, kondisi seperti ini akan menciptakan tindakan komunikasi yang mengubah untuk siswa-siswanya.

Selama ini pendidikan kita hanya melahirkan guru sebagai juru bicara buku-buku maksudnya ialah apa yang keluar dari mulut guru sama persis dengan apa yang tersaji di dalam buku mata pelajaran. Tentunya hal ini seperti apa yang disebutkan diawal tulisan sebagai tindakan komunikasi kognisi, guru dan murid hanya sekedar bertukar informasi.

Kata kunci penting dalam tindakan komunikasi yang mengubah adalah lahirkan gagasan yang kuat, hadirkan tokoh berkarakter dan hidupkan nilai-nilai sebagai pegangan.

Muhammad Ersyad Muttaqien, S.Kom.I, M.I.Kom, Penulis adalah dosen ilmu komunikasi di FISIP Universitas Pasundan (Bandung).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image