Dana Otonomi Daerah untuk Siapa?
Politik | 2021-07-26 19:43:29Sebagai negara yang terdiri dari pulau-pulau (Archipelago) , Indonesia menghadapi isu rentang kendali (span of control) yang serius antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dimana kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah saat itu berawal dari adanya pembentukan daerah otonom dan penyerahan urusan Pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintahan Daerah. Sebagai Negara Kesatuan maka konsep kekuasaan pemerintahan ada di Pemerintah Pusat. Dapat dikatakan bahwasannya semakin banyak urusan yang ditangani oleh Pemerintah Pusat atau semakin sedikit urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah, maka negara tersebut kita sebut Negara Sentralistik sebaliknya semakin luas atau banyaknya urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah, maka negara tersebut dinamakan Negara Desentralistik.
Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk Republik (NKRI) menurut pasal 18 UUD 1945 merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik dengan sistem Desentralisasi. Penyelenggaraan asas tersebut secara bulat dan utuh dilaksanakan di daerah Kabupaten dan Kota untuk memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah Otonom dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri serta berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pada saat pasal 18 diamandemenkan, maka Pemerintahan Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Campur tangan pemerintahan pusat hanyalah yang benar-benar bertalian dengan upaya menjaga keseimbangan antara prinsip dan perbedaan.
Tujuan dibentuknya kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah sebenarnya mempunyai tujuan politik dan ekonomi. Tujuan politiknya adalah untuk memperkuat pemerintahan daerah (Pemda), meningkatkan kemampuan aparat dan masyarakat di daerah serta meningkatkan integrasi nasional. Sedang tujuan ekonominya adalah untuk meningkatkan kemampuan Pemerintahan Daerah (Pemda) dalam menyediakan layanan publik yang profesional, terjangkau, efisien dan efektif. Dengan uraian tersebut sangat jelas bahwa negara tersebut dapat digolongkan kedalam negara yang Sentralistik atau Desentralistik ataupun kedua duanya.
Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah menurut menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah penekanan terhadap aspek demokrasi, keadilan, pemerataan dan partisipasi masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai wujud dari prinsip-prinsip tersebut diatas, telah membuka peluang dan kesempatan yang sangat luas kepada Daerah Otonom untuk melaksanakan kewenangannya secara mandiri, luas, nyata dan bertanggung jawab.
Paradigma baru dari Desentralisasi adalah membuka tantangan besar bagi seluruh elemen bangsa Indonesia namun apabila pemahaman terhadap wawasan kebangsaan yang keliru akan menimbulkan tuntutan-tuntutan yang bersifat melemahkan kesatuan dan persatuan bangsa, seperti pengalihan sumber-sumber pendapatan negara, pembangunan yang tidak merata berdasarkan potensi kekayaan yang dimiliki oleh daerah dan lain sebagainya sehingga tidak menuntut kemungkinan akan menimbulkan tuntutan untuk memisahkan diri dari negara.
Sebenarnya penyelenggaraan Pemerintahan pada hakekatnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen modern, dimana fungsi-fungsi manajemen senantiasa berjalan secara simultan, proporsional dan profesional agar tujuan penyelengaraan pemerintahan itu tercapai dan yang lebih diutamakan adalah adanya perencanaan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi terhadap suatu kegiatan harus ada, sehingga nantinya pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan tersebut terwujud dengan baik. Demikian pula dengan kewenangan Daerah Otonom sangat perlu untuk dilakukan pembinaan dan pengawasan untuk menghindari agar kewenangan tersebut tetap terarah penyelenggaraan pemerintahan negara dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Perlu untuk diketahui bahwa Pembinaan dan Pengawasan atas penyelenggaraan Otonomi Daerah dimaksudkan untuk mencapai Integritas Nasional, juga untuk melindungi warga masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan di daerah sehingga keselarasan nilai efisiensi dan demokrasi tercapai.
Namun penyelenggaraan Otonomi Daerah mempunyai kelemahan. Memang betul daerah menjadi lebih otonom, tetapi nantinya penyelewengan kekuasaan di daerah juga akan berkembang, seperti korupsi, KKN, penyelewengan-penyelewengan dana, dan lainnya. Selain dari pada itu Otonomi Daerah belum mampu mensejahterakan masyarakat daerah tanpa campur tangan Pemerintah Pusat. Belum lagi campur tangan partai politik pemenang PEMILUKADA yang secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh Kepala Daerah selaku penentu kebijakan didaerah tersebut. Untuk itu Pemerintah mempunyai kewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Manajemen keuangan daerah yang baik, dalam era otonomi daerah, merupakan salah satu prasyarat penting untuk mewujudkan efektifitas dan efesiensi pemerintah dan pembangunan di tingkat lokal. Dalam hubungan antar pusat dan daerah, pemerintah saat ini telah mengalokasikan dana perimbangan untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan desentralisasi pemerintahan. Tujuan utama pemberian dana perimbangan dalam kerangka otonomi daerah adalah untuk pemerataan kemampuan fiskal pada tiap daerah. Idealnya semua pengeluaran pemerintah daerah dapat dicukupi dengan menggunakan PAD-nya, sehingga daerah menjadi benar-benar otonom.
Di Era Reformasi kebijakan Otonomi Daerah atau Desentralisasi mulai terjadi tarik ulur kepentingan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah terutama perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang sangat riskan sekali digunakan sebagai sarana jalan pintas untuk diselewengkan dan pada akhirnya menyeret para pejabat di daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota). Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya regulasi yang jelas mengaturnya juga adanya mengembalikan biaya politik yang cukup besar yang sudah dikeluarkan oleh para Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota), sehingga dana yang bersumber dari daerah rawan untuk dimanipulasi.
Puncaknya ada di Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas usul dari Pemerintah, dimana secara umum dalam undang- undang tersebut pada intinya mengembalikan semua kebijakan yang telah diberikan kepada daerah diambil alih oleh Pemerintah Pusat, artinya Pemerintah Daerah hanya sebagai pelaksana kebijakan saja bukan lagi sebagai penentu kebijakan dan semua tanggungjawab terhadap kebijakan tersebut ditarik lagi ke Pemerintah Pusat. Padahal kalau kita kaji lebih dalam Pemerintah Daerah tersebut mempunyai andil juga dalam menentukan kebijakan (misalnya perizinan suatu usaha, Pemerintah Daerah lebih paham dibandingkan Pemerintah Pusat) dikarenakan Pemerintah Daerah yang mempunyai aset karena lokasinya ada di daerah.
Jadi sistem mana yang cocok untuk kita pakai Sentralistik, Desentralistik atau kombinasi dari keduanya masih perlu untuk kita diskusikan lebih dalam lagi karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, dan yang terpenting itu sistem apapun yang akan diterapkan tentunya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat seutuhnya.
QUO VADIS DANA OTONOMI UNTUK SIAPA?
WALLAHUAâLAM BISSAWWAB.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.