Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dr.-phil. Ir. Arinafril

Menghidupkan Kembali Marwah Akademik di Perguruan Tinggi

Pendidikan dan Literasi | 2025-10-16 17:54:44

Dalam dinamika pendidikan tinggi Indonesia dewasa ini, marwah akademik menghadapi tantangan serius. Komersialisasi riset, birokratisasi pengelolaan, serta dominasi agenda eksternal telah menggeser esensi riset sebagai pencarian kebenaran. Untuk mengembalikan marwah akademik, diperlukan pembangunan ekosistem riset yang beretika dan independen.

Otonomi Riset

Otonomi riset harus dijamin oleh institusi pendidikan tinggi dengan memastikan bahwa agenda riset ditentukan oleh komunitas ilmiah, bukan oleh sponsor atau tekanan politik. Otonomi bukan semata kebebasan administratif, melainkan ruang intelektual yang memungkinkan eksplorasi ilmiah secara jujur dan bertanggung jawab.

Riset dasar yang berorientasi pada eksplorasi pengetahuan perlu mendapat dukungan penuh. Pemerintah dan perguruan tinggi harus menjamin alokasi dana yang memadai untuk riset multidisipliner dan lintas batas. Riset yang hanya diarahkan pada aplikasi industri berisiko mengerdilkan potensi intelektual bangsa. Sebaliknya, riset yang berani mengeksplorasi pertanyaan mendasar akan melahirkan inovasi sejati dan memperkuat posisi akademik Indonesia di kancah global.

Senat Akademik

Senat Akademik, sebagai lembaga pertimbangan tertinggi, memiliki peran strategis dalam menjaga otonomi akademik. Namun, dalam praktiknya, banyak Senat hanya hadir secara imajiner tanpa kontribusi nyata dalam pengambilan keputusan akademik. Minimnya pelibatan, lemahnya budaya deliberatif, pemilihan anggota Senat tanpa memperhatikan rekam jejak etika, moral dan “value” calon anggota, serta dominasi pendekatan birokratis menjadikan Senat kurang berdaya.

Secara struktur, Senat Akademik memang ada, namun dalam banyak kasus, kinerjanya tidak tampak secara nyata dalam pengambilan keputusan akademik. Senat yang aktif dan berintegritas akan menjadi benteng terakhir dalam menjaga agar kebijakan institusi tidak bertentangan dengan prinsip akademik dan nilai-nilai ilmiah. Ia harus menjadi ruang deliberatif yang menjembatani antara kepentingan manajerial dan aspirasi akademik.

Revitalisasi Senat Akademik menjadi keharusan. Pertama, mandat dan kewenangan Senat harus diperkuat agar mampu mengevaluasi kebijakan akademik secara independen. Kedua, kapasitas anggota Senat perlu ditingkatkan melalui pembinaan dan pelatihan. Ketiga, integrasi Senat dalam tata kelola institusi harus dijamin agar rekomendasi yang dihasilkan menjadi dasar pengambilan keputusan, bukan sekadar formalitas.

Indikator Holistik

Indikator keberhasilan riset juga perlu ditinjau ulang. Keberhasilan tidak cukup diukur dari jumlah publikasi atau paten. Indikator keberhasilan riset harus dikembangkan secara holistik, tidak hanya berbasis output ekonomi atau kebijakan (inward and outward accountability), tetapi juga kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, pendidikan, dan dampak sosial. Tridharma Perguruan Tinggi—Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat—harus menjadi kerangka evaluasi utama.

Jika riset direduksi menjadi alat kebijakan industri atau politik, maka kita kehilangan esensinya sebagai pencarian kebenaran. Sebaliknya, jika riset dijaga dengan prinsip akademik yang kuat dan otonomi yang bertanggung jawab, maka ia akan menjadi alat untuk keberlanjutan pendidikan yang mandiri dan beretika.

Dengan indikator yang holistik, riset tidak hanya dinilai dari jumlah publikasi atau paten, tetapi juga dari sejauh mana ia memperkaya kurikulum, memberdayakan masyarakat, dan memperkuat kapasitas kelembagaan. Ini adalah pendekatan yang lebih manusiawi dan berkelanjutan dalam menilai keberhasilan akademik.

Penutup: Riset Sebagai Fondasi Peradaban

Menghidupkan kembali marwah akademik bukanlah tugas satu institusi, melainkan gerakan kolektif seluruh ekosistem pendidikan tinggi. Kita perlu menata ulang arah riset, memperkuat etika, dan membangun ruang akademik yang bebas, kritis, dan bermakna. Jika riset direduksi menjadi alat kebijakan industri atau politik, maka kita kehilangan esensinya sebagai pencarian kebenaran. Sebaliknya, jika riset dijaga dengan prinsip-prinsip akademik yang kuat dan otonomi yang bertanggung jawab, maka ia akan menjadi fondasi peradaban yang berkelanjutan.

Sebagai akademisi, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga marwah akademik dalam riset. Ini bukan hanya soal metodologi atau data, tetapi tentang komitmen terhadap nilai-nilai yang lebih besar: kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.

Di tengah arus pragmatisme dan komersialisasi, suara akademik harus tetap lantang menyuarakan integritas.

Doktor Biogeografi, Lulusan Universität des Saarlandes, Saarbrücken, Jerman / Dosen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya / Dosen Tamu University of Agriculture and Forestry, Thai Nguyen / Peneliti Tamu pada Vietnam Academy of Science and Technology, Hanoi, Vietnam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image