Ketupat Kare Rajungan Khas Pantura LA
Kuliner | 2022-05-04 11:19:24Indonesia merupakan negara multikultural yang memiliki keragamaan ras, agama, dan suku bangsa yang tersebar di berbagai pulau. Masing-masing keragamaan tersebut memiliki adat-istiadat dan tradisi, serta budaya yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Keunikan dan kekhasan biasanya dipopulerkan lewat paket dunia pariwisata secara manual dan online.
Lamongan (LA) salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki ciri dan khas yang berbeda dengan wilayah lainnya di nusantara. Lamongan merupakan kabupaten di provinsi Jawa Timur yang terkenal sebagai kota perikanan nasional dengan adanya Pelabuhan Pelelangan Ikan Nusantara di Kecamatan Brondong.
Selain itu, Pantura Lamongan juga dikenal memiliki wisata yang layak menjadi destinasi di musim liburan, seperti; wisata relegius situs Makam Sunan Drajat dan Sunan Sendangduwur, Wisata Bahari Lamongan (WBL), serta Tanjung Kodok Besch Rosort di Kecamatan Paciran, pantai Kutang di Labuhan Brondong, dan sebagainya.
Tidak kalah menarik sebagai kota perikanan dan wisata, Lamongan juga memiliki beragam kuliner yang layak untuk dinikmati selama liburan. Beberapa hasil budaya kuliner Lamongan yang terkenal seperti; Pecel Lele, Soto Lamongan, Nasi Boranan, Garang Asem Manyung, Dawet Siwalan, Ketupat Kare Rajungan, dan sebagainya.
Ketupat Daun Lontar Siwalan
Kecamatan Paciran salah satu wilayah Lamongan yang terletak di Pantai Utara (Pantura) Jawa selain Kecamatan Brondong. Paciran dikenal sebagai kecamatan relegius pengaruh Islamisasi yang dilakukan Sunan Drajat, kota perikanan dan kelautan, kota industri, kota wisata, dan kota kuliner.
Paciran diberi karunia Allah berupa pohon Siwalan, sejenis pohon kelapa tanpa cabang yang menjulang tinggi dengan multi manfaat. Siwalan termasuk salah satu jenis pohon purba karena populasi pertumbuhannya sangat lama dan termasuk jenis pohon langkah, serta terancam punah. Pohon Siwalan menghasilkan buah ental (buah siwalan) dan daunnya disebut dengan pupus (daun lontar siwalan).
Hasil lain dari pohon Siwalan adalah legen khas Paciran rasanya manis dan nikmat, apalagi kalua dicampur dengan es batu semakin segar. Legen bisa diolah menjadi Gula Jawa dan Juro (sirup atau manisan) untuk campuran Dawet Siwalan. Selain itu, pupus Siwalan (lontar) dapat dimaatkan sebagai urung (wadah) kupat (ketupat) dan jumbreg (jenis makanan khas Pantura LA).
Daun lontar siwalan teksturnya lebih kaku dari pada daun lontar kelapa, lebih dari itu ukurannnya lebih besar sehingga ketupat (kupat) daun lontar siwalan ukurannya lebih besar. Satu gidang pupus (seikat daun lontar) bisa dipakai menjadi 20 sd 24 urung kupat. Jenis daun lontar yang bagus berwarna kuning mentah, karena akan menghasilkan rasa ketupat sedap dengan khas bau daun lontar.
Proses pembuatan dilakukan secara tradisional yang melibatkan seluruh anggota keluarga dengan guyub rukun. Biasanya dibantu tetangga atau sanak kerabat dekat, tetapi saat ini menjadi pemandangan yang langkah atas keterlibatan kaum milenial dalam melestarikan tradisi pembuatan urung kupat.
Setelah urung kupat selesai diisi dengan beras yang telah dicuci (pesusi) dengan bersih dan ditiriskan sampai kering. Tujuannya untuk memudahkan saat mengisi ke dalam urung kupat untuk dimasak. Isi urung kupat dengan ukuran beras kurang dari separuhnya agar menghasilkan ketupat yang bagus, kerana kebanyakan isi beras hasil ketupat menjadi keras (atos).
Ketupat siap dimasak dengan menyiapkan air yang sudah dimasak mendidih lebih dahulu, kemudian tinggal dipindahkan ke dalam panci besar yang telah berisi ketupat. Air diisi secukupnya sampai batas atas panci, sabar menunggu 3 sampai dengan 4 jam. Dalam 2 jam agar tidak kehabisan air, maka bisa diisi dengan air kembali.
Ketupat siap diangkat dan ditiriskan agar sisa air yang menempel di sela-sela lipatan daun lontar kering. Ketupat siap untuk dihidangkan .. Eee, sabar dan tunggu dulu Kare Rajungan belum siap.
Kare Rajungan Khas Pantura LA
Paciran juga dikenal sebagai kota perikanan, dari 17 desa/keluarahan 12 di antaranya mayoritas mata pencaharian melaut atau sebagai nelayan. Dari 12 desa/keluarahan 2 di antaranya sebagai nelayan khusus menangkap rajungan dengan menggunakan alat tangkap wuwu (bubu), yaitu nelayan desa Paciran, dan Kemantren. Terkadang nelayan yang lain juga memperoleh tangkapan rajungan walaupun tidak menggunakan wuwu (bubu).
Hasil tanggakapan rajungan biasanya diambil atau dipisahkan antara kulit dengan daging (nguplik) untuk dijual dagingnya. Pekerjaan nguplik rajungan, biasanya dilakukan di skala rumah tangga atau dikerjakan oleh UMKM (nimi plant) yang ditangani oleh pengusaha. Sebagian rajungan dijual untuk kebutuhan masyarakat atau dibeli oleh rumah makan dan restoran yang menyediakan menu seafood.
Rajungan hasil tangkapan nelayan Paciran jenis potunus pelgicus merupakan salah satu binatang laut kelompok kepiting. Rajungan oleh warga Pantura Lamongan biasaya dimasak beragam sesuai dengan selera masing-masing, salah satunya dimasak Kare Rajungan. Bahan-bahan bumbu kare biasanya teridiri; serai, lengkuas, daun salam, daun jerus, gula, garam, dan bawang goreng, serta santan kelapa yang sangat kental.
Rajungan setengah matang siap dimasukkan di dalam kuah kare yang telah menghangat. Pada saat kuah mendidih kuah diaduk pelan-pelan agar hasilnya bagus atau kuahnya tidak blondo. Selesai mendidih kare siap diangkat dengan hasil kuah yang kental dan siap untuk disuguhkan dengan ketupat, serta sambal parutan buah kelapa yang dimasak dengan bumbu khas.
Ketupat daun lontar siwalan dengan kare rajungan khas Pantura Lamongan biasanya disuguhkan di hari Hari Raya Idul Fitri (lebaran). Berdasarkan tradisi masyarakat Paciran biasanya dimakan bersama pada hari Raya Ketupat (Kupatan), sebagai bentuk syukur setelah 6 hari melaksanakan puasa sunah Syawal.
Selamat menikmati liburan Idul Fitri 1443 H, apabila melewati jalur Pantura Lamongan sempatkan mampir di rumah makan untuk menikmati Ketupat Kare Rajungan. Semoga barakah. Amin yaa rabbal ‘alamin.(*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.