Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fokker

Bulan Jihad, Sang Panglima Burung Penentang Kolonialisme

Sejarah | Friday, 09 Jul 2021, 00:42 WIB
Ilustrasi Bulan Jihad situs Kesultanan Banjar

Generasi milenialis apakah ada yang pernah mendengar mengenai sepak terjang Bulan Jihad dalam perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia?. Sepak terjangnya sangat ditakuti penjajah Belanda hingga masa pendudukan Jepang lho. Kita simak sama-sama yuk, mengenai kisah sejarah perjuangannya.

Kalimantan adalah wilayah yang memiliki kekayaan alam luar biasa berlimpah. Suku Dayak, sebagai entitas asli yang mendiami Pulau Kalimantan, sejak dahulu terikat dengan aturan adat yang berlaku pada setiap kelompoknya. Hal inilah yang kemudian menjadikan masyarakat Dayak kuat rasa solidaritasnya.

Kedatangan Belanda di tanah Kalimantan, tidak lain hanya ingin mengeksploitasi sumber daya alamnya saja, khususnya batu bara dan minyak bumi. Walaupun monopoli perdagangan tetap menjadi agenda utama para kolonialis di Indonesia pada umunya.

Pada sejarah Perang Banjar, nama Bulan Jihad tidak banyak disebutkan. Padahal Tjilik Riwut selaku tokoh pejuang dan pahlawan dari Kalimantan mengungkapkan kelihaian Bulan Jihad dalam bertempur diakui oleh Belanda dan Jepang. Hingga membuat tentara penjajah enggan berurusan dengannya.

Sketsa Perang Banjar

Perang Banjar

Perlu pembaca ketahui, eksistensi Bulan Jihad pada arena pertempuran sangat dipengaruhi oleh Gusti Zaleha. Gusti Zaleha sendiri adalah puteri dari Gusti Muhammad Seman, yang merupakan anak dari Pangeran Antasari pemimpin Perang Banjar.

Perang Banjar yang meletus pada tahun 1859, dianggap sebagai perang besar oleh Belanda. Hal ini dikarenakan, jatuhnya korban dari pihak Belanda mencapai 3000 hingga 5000 orang. Persoalan hak monpoli dagang Belandalah yang menjadi latar belakangnya.

Usai tertangkapnya Pangeran Hidayatullah dan meninggalnya Pangeran Antasari, perjuangan melawan kolonialisme dilanjutkan oleh Gusti Muhammad Seman. Nah, pada fase ini Gusti Zaleha turut serta menghimpun kekuatan dari suku Dayak.

Suku Dayak yang berhasil dihimpun cukup banyak, yakni Dayak Dusun, Ngaju, Kayan, Kenyah, Siang, Bakumpai, Banjar, dan Hulu Sungai. Gusti Zaleha yang berasal dari Kesultanan Islam mendapatkan dukungan penuh dari mayoritas Dayak penganut Kaharingan, semua turut serta dalam perjuangan melawan Belanda.

Catatan Belanda menetapkan bahwa Perang Banjar ini berlangsung pada tahun 1859 hingga 1863 dan dianggap berakhir usai Pangeran Antasari wafat. Tapi tunggu dulu, Gusti Muhammad Seman masih meneruskan perjuangan ayahnya hingga tahun 1905. Nah, pada tahun inilah, perlawanan rakyat Kalimantan berkurang.

Ilustrasi Panglima Burung yang memiliki kesaktian tinggi.

Panglima Burung dalam Perang Banjar

Bulan Jihad seperti ungkap Tjilik Riwut, adalah seorang pejuang perempuan yang berasal dari Dayak Kenyah, Kalimantan Timur. Ia turut serta dalam gerilya Gusti Zaleha selama Perang Banjar berlangsung.

Bulan Jihad dianggap sebagai Panglima Burung tak lain karena wataknya yang turut membantu Gusti Zaleha mempersatukan antar kelompok suku Dayak. Sifat pemersatu dan pelindung dari serangkaian aksinya ketika berhadapan dengan Belanda, dianggap telah memenuhi kriteria sebagai seorang pemimpin.

Ya, selain dengan kesaktian yang dimilikinya, sikap mengasihi selalu dilakukannya tatkala ada sebuah kampung Dayak rusak usai digempur Belanda. Gerilya adalah strategi utama, tetapi tetap welas asih ketika rakyat memerlukan bantuannya. Hal inilah yang menjadikan Bulan Jihad sebagai pejuang tangguh.

Dalam serangkaian aksi penyergapan terhadap pasukan-pasukan Belanda yang tengah melakukan pengejarah terhadap pasukan Banjar. Bulan Jihad yang tampak menghunuskan mandaunya seketika membuat tumbang dua tiga pasukan Belanda dihadapannya. Selendangnya pun dapat melukai walau hanya dikibaskan.

Tak gentar menghadapi lawan, tak lari ketika kawan terkapar. Ia hadir layaknya dongeng yang tersebar dari tutur rakyat Dayak. Walau bukti-bukti keterlibatannya telah dikemukakan oleh para pelaku sejarah. Perjuangan dalam meraih kemerdekaan Indonesia sungguh telah membuat para penjajah kewalahan.

Tak Pernah Menyerah atau Ditangkap

Ketika Gusti Muhammad Seman gugur dalam suatu pertempuran dengan Belanda pada tahun 1905, Gusti Zaleha sahabat perjuangan Bulan Jihad pun turut menyerah. Ia memutuskan untuk berhenti bergerilya ketika para panglima perangnya banyak yang tertangkap. Tapi, menyerah bukanlah jalan hidup Bulan Jihad.

Bulan Jihad tetap memutuskan bergerilya dengan para pengikutnya, yakni suku-suku Dayak yang telah dihimpunnya dalam sebuah tujuan mulia untuk memerangi penjajahan. Ia tak pernah mau menyerah atau tunduk walau perburuan terhadap dirinya semakin digencarkan oleh Belanda.

Namanya semakin melegenda, ketika pos-pos Belanda terus saja mendapatkan serangan dari pasukan Bulan Jihad. Kesaktiannya yang luar biasa dan dengan kemampuannya menghimpun suku-suku Dayak, maka gelar Panglima Burung disematkanlah kepada dirinya.

Hutan Kalimantan adalah rumahnya, yang harus terus dijaga dari segala kolonialisasi ataupun kapitalisasi yang mengarah kepada eksploitasi alam. Suatu waktu pada Januari 1954 ia turun gunung untuk melihat kondisi rakyatnya. Tanpa ia sadari, Indonesia sudah merdeka selama gerilyanya dipedalaman.

Catatan terakhir yang menjelaskan kehadiranya ada di kantor Pemerintahan Muara Joloi ketika itu, dimana tak lama usai kehadirannya didepan publik, ia putuskan untuk kembali lagi masuk hutan. Lebatnya hutan Kalimantan mengiringi kembalinya Sang Panglima Burung untuk terus menjaga tanah kelahirannya.

Semoga para generasi muda dapat mewarisi semangat juangnya. Sang Panglima Burung yang senantiasa menjaga alamnya dari segala kerusakan yang dilakukan oleh manusia. Tidak sekedar melawan penjajah tetapi juga menjaga kebenaran dan keadilan bagi sesamanya, semua telah ia buktikan.

Wallahualam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image