Anggaran Kesehatan Seret, Apa Prioritas Pemerintah Di Tengah Ledakan Covid-19?
Politik | 2021-07-04 21:25:02Kecewa tapi tetap harus bertugas. Naluri kemanusiaan lebih mendominasi dibanding rasa letih. Seakan memanggil jiwa untuk selalu sigap dan ikut bertanggung jawab dalam pemulihan sekaratnya pandemi. Begitu lapang penuh kesadaran. Tenaga kesehatan yang berperan aktif bekerja di garda terdepan. Memang patut diberi apresiasi besar melebihi acungan jempol.
Apalagi wabah sudah berjalan dua tahun lamanya. Namun virus masih terus menghantui kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Dan saat ini Indonesia mengalami lonjakan kasus COVID-19 gelombang kedua. Yang kabarnya lebih ganas dari sebelumnya. Terasa semakin berat perjalanan para nakes dan semua tim yang terlibat secara langsung di barisan terdepan saat ini.
Membludaknya pasien yang terpapar membuat banyak rumah sakit kewalahan menangani. Pasalnya fasilitas kesehatan berupa alat dan ruang semakin terbatas. Ditambah kurangnya tenaga kesahatan menjadi titik tidak seimbangnya perawatan secara cepat. Masalah ini semakin serius untuk kembali dipertimbangkan. Sebab sebuah pelayanan bukan bergantung pada tenaga yang dimiliki oleh seorang nakes saja. Tapi juga harus ditopang dengan fasilitas yang memadai.
Sementara pembayaran klaim dari pemerintah untuk rumah sakit rujukan Covid-19 sedang menunggak. Kementrian Kesehatan menyampaikan sedang berupaya menyelesaikan tunggakan. Total yang belum terbayarkan pada tahun 2020 sebesar Rp 22,08 triliun.
â Dari tunggakan ini kami berproses terus.â Ucap Rita, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementrian Kesehatan. (Tirto.id)
Kabar seretnya pencairan insentif untuk para nakes juga menjadi keluhan tersendiri. Pasalnya pemerintah menjanjikan imbalan tambahan sebagai bentuk apresiasi setiap bulannya. Namun sayang, hal yang dijanjikan tidak terealisasi dengan baik.
â Insentif perawat di RS Rujukan Covid-19 (RS Bahteramas) belum terbayarkan dari bulan September-Desember 2020.â Kata Jajat kepada detikcom.
Tidak hanya itu, sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga mengirim surat kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang berisi pertanyaan kapan pemerintah melunasi tunggakan. Kekurangan pembayaran biaya hotel yang selama ini untuk pasien covid-19 tanpa gejala dan akomodasi nakes.
â Ini krusial. Hotel-hotel itu sudah satu setengah tahun lebih nganggur, mereka enggak punya tabungan lagi untuk menutup sementara biaya-biaya,â ujar Maulana. (Tempo.com)
Bagaimana rumah sakit, tenaga kesehatan dan layanan ruang isolasi seperti hotel-hotel dapat melayani pasien dengan baik? Apabila pemerintah tidak memberi fasilitas kemudahan termasuk pencairan anggaran. Karena materi sifatnya sangat sensitif. Yang selalu dibutuhkan untuk keberlangsungan operasional tenaga, alat maupun ruang dan obat. Seharusnya hal ini menjadi perhatian khusus oleh pemerintah untuk lebih fokus menangani.
Dilansir dari CNBC Indonesia bahwa keuangan negara masih aman dan bisa membiayai semua belanja Pemerintah walau dampak pandemi sekalipun. Meski fakta keluhan di bidang kesehatan masih banyak terjadi. Sebenarnya apa yang menjadi prioritas kebijakan anggaran pemerintah di tengah ledakan kasus Covid-19 gelombang 2 ini?
Hal demikian sangat nampak pada sistem keuangan di negara demokrasi. Menghasilkan penguasa yang berorientasi kapitalis. Hanya berpusat pada keuntungan semata, takut rugi. Dan selalu menciptakan keadaan dengan birokrasi yang kaku.
Seharusnya persoalan tunggakan menjadi fokus pemerintah. Agar pelayanan kesehatan tidak menurun. Bahkan menghindari kebangkrutan rumah sakit dan hotel. Karena bidang kesehatan membutuhkan banyak biaya. Jangan sampai keterbatasan membuat kinerja para nakes juga menurun tidak melayani sepenuh hati lagi. Akan sangat berbahaya dampak setelahnya jika anggaran tidak segera terselesaikan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.