Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Roihan

Sekilas Sejarah tentang Kelompok Terorisme Abu Sayyaf

Sejarah | Wednesday, 30 Jun 2021, 17:34 WIB
Sumber foto: merdeka.com, abu sayyaf. ©2016 youtube.com

Awal mula masuknya terorisme di Asia Tenggara sebenarnya dimulai pada munculnya kelompok-kelompok radikal yang bersifat lokal di berbagai negara di Asia Tenggara. Sama hal nya dengan kelompok radikal lainnya, biasanya memiliki tujuan untuk memberontak dan membentuk pemerintahan sendiri dengan berbagai alasan seperti ketidakadilan, perbedaan ideologi, Agama, ketidakpuasan terhadap pemerintah yang sah, dan sebagainya. Contoh awal mula dari kelompok radikal yang akan menjadi kelompok teroris adalah DI/TII di Indonesia.

Selain berawal dari kelompok radikal yang berubah menjadi kelompok teroris yang telah dijelaskan sebelumnya, terorisme juga masuk ke Asia Tenggara melalui negara-negara Asia Selatan dan Asia Barat. Dengan globalisasi yang semakin pesat, Asia Tenggara kemudian menjadi tempat kelompok teroris masuk dan berkembang, baik teroris lokal maupun teroris dengan jaringan internasional. Kelompok terorisme internasional ini masuk akibat dampak dari gempuran pasukan militer Amerika dan pasukan militer masing-masing negara yang terdampak terorisme seperti Afghanistan, India, Pakistan, Irak, Iran dan Turki. Kelompok-kelompok teroris ini pecah menjadi berbagai kelompok kecil dan menyebar ke seluruh dunia seperti Asia Tenggara. Faktor lain juga mempengaruhi penyebaran dan perkembangan kelompok terorisme ini yaitu pemikiran agama Islam yang radikal. Di Asia Tenggara terdapat negara-negara dengan basis umat Islam yang besar seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan sebagian Thailand, serta sebagian Filipina. Kelompok teroris pada era 2000an ini seringkali bergerak atas ideologi agama Islam yang radikal.

Awalnya kelompok Abu Sayyaf tergabung dalam kelompok Moro National Liberation Front (MNLF) yang merupakan front pembebasan muslim Moro. Kelompok ini terbentuk akibat dari kekecewaan muslim Moro terhadap berbagai penindasan internal di dalam negerinya. Kemudian pada tahun 1993 kelompok Abu Sayyaf memisahkan diri dan secara resmi berdiri sendiri pada tahun 1989. Secara bahasa, nama Abu Sayyaf sendiri diambil dari bahasa Arab yang berarti pembawa pedang atau bisa juga diartikan ayah dari pedang, namun diperkirakan nama Abu Sayyaf ini diambil dari nama pimpinannya yaitu Abdul Razak Janjalani (alias Abu Sayyaf). Tujuan Kelompok Abu Sayyaf ini adalah untuk membentuk Negara Teokrasi Islam yang dihuni oleh orang-orang muslim terutama orang-orang muslim Moro, di Mindanao Filipina Selatan.

Sumber foto: dunia.tempo.co, Abdurajak Janjalani Brigade [Terrorism Research & Analysis Consortium]

Pendiri sekaligus pemimpin pertama dari kelompok Abu Sayyaf ini adalah Abdul Razak Janjalani. Abdul Razak Janjalani memiliki latarbelakang Pendidikan di Universitas Ummul Qura di Makkah selama 3 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1981, dia kemudian kembali ke Filipina untuk memulai dakwah dan berbagai gerakannya pada tahun 1984. Sebelumnya, Abdul Razak pernah mengikuti kamp pelatihan militer di Peshawar dan Khost, Afghanistan kemudian bergabung dengan pasukan mujahidin Afghanistan untuk melawan invasi Uni Soviet. Disinilah Abdul Razak bertemu dan mulai membangun hubungan tentang kegiatan terorisme dengan pimpinan Al Qaeda yaitu Osama bin Laden.

Kelompok Abu Sayyaf ini berafiliasi pada Al Qaeda di Afghanistan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pemimpin kelompok Abu Sayyaf memiliki kedekatan pada pemimpin Al Qaeda yaitu Osama bin Laden. Selain itu, kelompok Abu Sayyaf juga diberi bantuan dana, senjata api, pelatihan militer, serta pelatihan membuat bom oleh Al Qaeda. Untuk pelatihan membuat bom sendiri diutuslah Ramzi Yousef dari Al Qaeda (yang merupakan pelatih perakitan bom asal kamp Khost Afghanistan). Ramzi Yousef bersama Abdul Razak Janjalani berangkat ke Filipina pada Desember 1991 hingga Mei 1992, yang kemudian melatih pembuataan bom di kamp kepulauan Basilan, Filipina. Selain berafiliasi pada Al Qaeda, kelompok Abu Sayyaf juga memiliki kedekatan pada kelompok Jamaah Islamiyah yang juga sama-sama berafiliasi pada Al Qaeda.

Kelompok Abu Sayyaf mulai melemah seiring dengan kematian para pemimpin dan petingginya. Seperti Abdul Razak Janjalani yang tewas akibat serangan militer Filipina pada desember 1998, yang kemudian kepemimpinan digantikan oleh Khadafy Janjalani (adik dari Abdul Razak Janjalani). Dimasa kepemimpinan Khadafy Janjalani juga menjadi faktor melemahnya kelompok Abu Sayyaf ini, karena kepemimpinannya yang kurang cakap yang mengakibatkan perpecahan kelompok Abu Sayyaf menjadi dua fraksi. Dua fraksi tersebut adalah fraksi Basilan yang dipimpin oleh Khadafy Janjalani tetapi dikendalikan oleh Abu Sabaya dan fraksi Sulu yang dipimpin oleh Ghalib Andang “Sang Commander Robot”. Di era 2000an ini kelompok Abu Sayyaf terus melemah akibat dari berbagai serangan yang dilancarkan oleh militer Filipina.

Sumber:

Chandrawati, Nurani (2003). Kebijakan Negara-Negara Asean dalam Mengantisipasi Perluasan Jaringan Terorisme Internasional (Khususnya Kelompok Al Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara. Global. Vol. 5. Hal. 61. Diakses dari http://global.ir.fisip.ui.ac.id/index.php/global/article/view/214

Lesmana, I Made Adi Sukma. Sushanti. Putu Titah Kawitri Resen. (2017). Asean Way Sebagai Sebuah Paradoks: Kasus Terorisme Kelompok Abu Sayyaf. Jurnal Hubungan Internasional. Vol. 1. hal. 1. Diakses dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/hi/article/view/33905

Sahrasad, Herdi dan Al Chaidar. (2017). Fundamentalisme, Terorisme dan Radikalisme Perspektif atas Agama, Masyarakat dan Negara. Aceh-Jakarta: Freedom Foundation & Centre for Strategic Studies - University of Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image