Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Beberapa Indikator Ibadah Puasa yang Diterima Allah

Agama | Friday, 29 Apr 2022, 06:43 WIB

Tinggal hitungan hari bulan penuh berkah ini akan meninggalkan kita. Banyak kenangan yang kita jalani didalamnya. Semangat dan malas melaksanakan ibadah mewarnai perjalanan kita sepanjang bulan suci ini.

Kita berharap Ramadhan tahun ini bukan bulan suci terakhir yang dapat kita jalani. Tahun-tahun berikutnya, setidaknya tahun depan kita berharap masih bisa menjalaninya, sehingga kekurangan ibadah pada Ramadhan tahun ini dapat kita perbaiki.

Kita pun berharap i’tikaf yang kita jalani pada malam-malam terakhir bulan Ramadhan ada yang bertepatan dengan turunnya malam kemuliaan, lailatul qadar. Harapan besarnya, segala ibadah yang kita laksanakan selama bulan Ramadhan kali ini merupakan ibadah terbaik yang kita lakukan, diterima Allah swt seraya Ia memaafkan segala alpa dan kesalahannya.

Sering dikatakan, ibadah puasa merupakan ibadah yang dilaksanakan secara rahasia, dalam arti selama tidak dikatakan oleh orang yang melaksanakannya, ibadah puasa merupakan aktivitas ibadah yang hanya diketahui Allah dan orang yang melaksanakannya. Karenanya, diterima dan ditolaknya ibadah puasa kita juga merupakan rahasia Allah. Namun demikian dampak dari ibadah puasa Ramadhan yang kita lakukan dapat menjadi indikator diterima atau ditolaknya ibadah puasa Ramadhan.

Indikator diterimanya ibadah puasa

Merujuk kepada pendapat para ulama shaleh yang tentunya berdasarkan kepada sunnah Rasulullah saw, terdapat beberapa indikator diterimanya ibadah puasa kita. Pertama, istikamah dalam beribadah pasca Ramadhan. Tingkat minimal semangat dan aktivitas ibadah yang dilakukan pasca Ramadhan sama kuantitas dan kualitasnya dengan ibadah-ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadhan.

Kedua, tidak menjadikan idul fitri sebagai aktivitas yang mengakhiri segala aktivitas yang biasa dilakukan selama bulan Ramadhan. Idul fitri dijadikan titik awal untuk kembali melakukan kegiatan ibadah seperti bulan Ramadhan.

Hari nan suci hanya dijadikan “rest area”, ajang rehat sejenak yang kemudian dijadikan titik tolak melaksanakan kembali aktivitas ibadah, diantaranya melakukan ibadah puasa sunat Syawal yang pahalanya setara dengan ibadah puasa sepanjang tahun.

Ketiga tidak menjadi hamba Ramadhan. Muhammad Husain Ya’qub dalam karyanya Asrorul Muhibbin fi Ramadhan (hal. 387) menyebutkan, “orang-orang terjelek pasca Ramadhan adalah mereka yang menjdi hamba Ramadhan. Mereka yakin akan keagungan dan kemahamurahan Allah hanya pada bulan Ramadhan saja. Mereka rajin beribadah, berzikir, sedekah, dan perbuatan baik lainnya selama Ramadhan, namun selepas Ramadhan semua perbuatan baik tersebut mereka tinggalkan.”

Senada dengan pendapat Muhammad Husain Ya’qub, Ibnu Rajab dalam karyanya Lathaiful Ma’arif (hal. 395 – 396) menyebutkan beberapa indikator ibadah puasa yang diterima Allah, diantaranya tidak menjadikan idul fitri sebagai ajang hura-hura dan pesta pora, namun menjadikannya sebagai sarana bersyukur setelah usai memasuki bulan suci. Demikian pula kemuliaan akhlaknya semakin meningkat. Kesabaran, kedermawanan, kejujuran, keistikamahannya benar-benar dipelihara seraya berjuang keras menjauhi segal perbatan maksiat.

Melestarikan imsak dan THR

Meskipun agak sedikit keliru dalam memahami imsak, kebanyakan orang begitu disipilin ketika mendengar peringatan akan datangnya waktu imsak menjelang waktu shubuh tiba. Aktifitas makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa segera ditinggalkan.

Hakikat utama dari imsak adalah diam dan menahan diri, tidak melakukan hal-hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal diam dan menahan diri sangatlah baik jika dilakukan tidak hanya pada bulan Ramadhan saja, tapi sepanjang kehidupan. Dalam hal apapun, kita harus mampu diam, menahan diri, tahu diri, dan mempertimbangkan segala hal yang akan kita lakukan.

Bukan hal yang mudah untuk diam menahan diri pada zaman seperti sekarang ini. Mulut, telinga, mata, hampir setiap saat diberi tayangan yang pada akhirnya mendorong ibu jari untuk segera memainkan smartphone mengomentari segala hal yang pernah kita lihat, dengar, dan kita baca. Masih mendingan jika kita mampu mengomentari segala hal dengan positif dan bermanfaat, namun pada umumnya komentar negatif dengan tujuan viral yang sering terlontar.

Alangkah baiknya jika pasca Ramadhan kita masih memberikan THR (Tebar Hikmah dan Rejeki) sebagai bukti bahwa kita benar-benar telah melaksanakan ibadah pada bulan Ramadhan. Mencari ilmu, berbagi ilmu, tebar kasih sayang, mengkaji nilai-nilai keagamaan seraya tetap dermawan berbagi rejeki sepanjang masa. Kita harus tetap yakin, kasih sayang Allah kepada para pencari ilmu dan orang-orang dermawan tak ada batas waktunya.

Pasca Ramadhan nanti, marilah kita melakukan muhasabah akan perilaku kita, apakah ibadah dan akhlak kita meningkat semakin baik dan istikamah, atau sebaliknya malah semakin menurun drastis?

Bersyukur kepada Allah jika pasca Ramadhan kita mampu bersikap istikamah dalam beribadah, sebab hal ini menjadi indikator diterimanya ibadah puasa dan segala ibadah kita selama bulan Ramadhan.

Sebaliknya, jika kita menemukan indikasi menurunnya segala aktivitas ibadah dan cenderung melakukan perbuatan maksiat, sudah seharusnya kita segera bertaubat seraya dibarengi rasa bersalah dan penuh penyesalan. Kita harus mewaspadai menurunnya kuantitas dan kualitas ibadah seraya jiwa kita cenderung senang melakukan kemaksiatan menjadi indikator ditolaknya ibadah puasa Ramadhan.

Semoga ibadah puasa kita dan ibadah lainnya menjadi ibadah yang diterima Allah seraya kita berlindung kepada Allah dari kesia-siaan. Ibadah yang sia-sia adalah ibadah yang hanya nampak luarnya saja melakukan aktvitas ibadah, sementara ruh ibadahnya tidak ada. Shalat malam hanya mendapatkan rasa kantuk di siang hari, dan pegal-pegal kaki karena lama berdiri, sementara ibadah puasanya hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja.

Sungguh berbahagia sekali manakala kita termasuk orang-orang yang ibadah puasanya diterima Allah. Hal ini menunjukkan selain kita diampuni Allah, kita pun akan dipersilakan masuk sorga melalu pintu Ar Rayyan, pintu khusus masuk sorga bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan baik.

Ilustrasi : munajat (sumber gambar : republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image