
Niat Oplosan: Ketika Puasa di Bulan Ramadhan Menjadi Sekadar Formalitas
Agama | 2025-03-11 14:41:38
Belakangan ini, masyarakat dibuat geger oleh kasus dugaan BBM oplosan yang melibatkan Pertamina. Sebuah skandal yang tak hanya merugikan secara materi, tetapi juga mencederai kepercayaan publik. Namun, jika kita renungkan lebih dalam, ada bentuk oplosan lain yang lebih berbahaya: niat berpuasa yang tercampur dengan tujuan selain mengharap ridha Allah. Seperti BBM yang dicampur zat lain agar terlihat berkualitas, banyak di antara kita yang berpuasa, tetapi niatnya bercampur dengan ambisi duniawi. Lalu, apakah kita benar-benar berpuasa, atau hanya sekadar menjalani ritual kosong?
Puasa atau Sekadar Menahan Lapar?
Ramadan datang dengan janji keberkahan, tetapi sebagian dari kita justru terjebak dalam perangkap eksistensi sosial. Puasa tidak lagi sekadar ibadah, tetapi menjadi ajang pamer. Mulai dari unggahan sahur di media sosial, berbondong-bondong ke masjid hanya untuk berswafoto, hingga berderma dengan motif popularitas. Apakah ini puasa atau hanya strategi branding pribadi?
Padahal, Allah SWT telah memperingatkan dalam Al-Qur’an:
"Dan mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas menjalankan agama-Nya dengan lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5)
Keikhlasan adalah ruh ibadah, tetapi ketika niat berpuasa sudah terkontaminasi dengan kepentingan duniawi, maka nilai ibadah itu sendiri patut dipertanyakan. Sama seperti BBM oplosan yang tetap bisa digunakan tetapi merusak mesin dalam jangka panjang, puasa dengan niat oplosan hanya akan melelahkan tanpa memberi manfaat spiritual.
Riya’: Noda dalam Ibadah yang Tak Terlihat
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, "Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Riya'." (HR. Ahmad)
Bayangkan, Rasulullah SAW yang paling takut akan riya’, tetapi di era digital ini, justru riya’ semakin subur. Kita berburu ibadah yang bisa dilihat orang lain, bukan yang benar-benar mendekatkan diri kepada Allah. Kita berderma di depan kamera, tetapi enggan memberi dalam kesunyian. Kita menghapal doa-doa panjang, tetapi hanya untuk dikutip dalam unggahan media sosial.
Bukankah ini lebih berbahaya daripada BBM oplosan? BBM yang dioplos mungkin hanya merusak kendaraan, tetapi niat oplosan dalam ibadah bisa merusak hubungan kita dengan Allah SWT.
Pelajaran dari Sahabat yang Tulus
Mari kita bandingkan dengan kisah inspiratif dari masa Rasulullah SAW. Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat paling mulia, adalah contoh manusia yang tidak pernah mengoplos niatnya dalam beribadah. Diceritakan dalam banyak riwayat, Abu Bakar sering bersedekah di malam hari agar tidak diketahui siapa pun. Ia bahkan pernah memberikan seluruh hartanya untuk Islam, tanpa ada keinginan untuk diakui atau dipuji.
Suatu ketika, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat siapa yang telah berpuasa, menjenguk orang sakit, dan bersedekah dalam satu hari. Hanya Abu Bakar yang mengangkat tangan. Tanpa pengumuman, tanpa flexing, hanya amal yang murni untuk Allah SWT.
Bandingkan dengan kita hari ini yang baru saja memberi satu bungkus nasi kepada fakir miskin, tetapi langsung mengunggahnya dengan tagar #RamadanBerkah. Di mana ketulusan itu sekarang?
Refleksi: Bersihkan Niat, Hapus Oplosan Ibadah
Sebagaimana pemerintah saat ini berusaha menindak BBM oplosan yang merugikan banyak pihak, kita juga harus menindak niat oplosan dalam ibadah kita. Puasa bukan hanya tentang lapar dan dahaga, tetapi bagaimana kita menata hati agar tetap lurus di hadapan Allah.
Kita bisa mulai dengan:
- Menghindari eksposur berlebihan dalam ibadah. Tidak semua ibadah harus diketahui orang lain.
- Beribadah dalam sunyi. Mencoba beramal tanpa ada yang tahu, sekadar untuk melatih keikhlasan.
- Berdoa meminta ketulusan. Tidak ada yang kebal dari godaan riya’, maka mohonlah kepada Allah agar kita dijaga dari niat yang bercampur.
Allah tidak membutuhkan ibadah kita, tetapi kitalah yang membutuhkan-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Barang siapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (HR. Bukhari & Muslim)
Jangan sampai ibadah kita menjadi seperti BBM oplosan: tetap bisa digunakan tetapi merusak dari dalam. Sudah saatnya kita kembali kepada esensi Ramadan yang sebenarnya: mengembalikan kemurnian hati di hadapan Allah SWT.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.