ADIL SEJAK DALAM PIKIRAN
Sastra | 2022-04-27 17:20:30Tahun 2017 saya “berkenalan” dengan novel Bumi Manusia. Bagi saya kegiatan membaca buku, terlebih novel, adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Pikiran saya bisa bebas berwisata melalang buana hingga ke tempat-tempat yang belum pernah saya jumpai di dunia nyata. Bumi Manusia adalah salah satu novel Pramoedya Ananta Tour yang menjadi bagian pertama dari Tetralogi Pulau Buru (yang lainnya adalah Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca).
Bumi Manusia adalah novel terbaik yang pernah saya baca. Pram -sapaan akrab Pramoedya Ananta Toer- menyajikan cerita dengan sangat menarik, epik, dan bergizi. Tokoh utama dalam novel tersebut, Minke, adalah seorang jawa, siswa HBS yang berkenalan dengan ideologi dan pemikiran Eropa. Nasionalisme, liberalisme, sosialisme, adalah ideologi-ideologi yang mewarnai pemikiran Minke muda.
Ada satu kalimat menarik dalam buku tersebut yang tak mungkin hilang dari ingatan saya: “seorang terpelajar harus adil sejak dalam pikiran”. Adil sejak dalam pikiran, sungguh hal itu sangat sulit dilakukan. Sehari-hari kita dibombardir oleh banyak berita. Perselingkuhan, perang, penipuan, hingga informasi tentang teman yang sudah menikah dan hidup bahagia. Bagi sebagian orang hal-hal tersebut membuat hati resah. “aduh, kalau perang dunia ke-3 terjadi bagaimana ya?” , “aduh, kok si A udah nikah sih. Aku kapan?” , dan lain sebagainya, dan lain sebagainya.”Too much information will kill you” rasanya merupakan kalimat yang tepat untuk menggambarkan kondisi tersebut.
Serbuan informasi yang tak terbendung membuat banyak orang tak berpikir panjang untuk berkomentar atau membagikan informasi di media sosial. Baru-baru ini misalnya, jagad dunia maya digemparkan oleh berita Tri Suaka yang dianggap “menghina” Andhika Mahesa alias Andhika Kangen Band. Berita itu menyebar setelah beredar video personel Tri Suaka yang menyanyikan lagu Kangen Band dengan nada dan gestur mengejek. Sekali pun itu merupakan hal yang tak pantas, tetapi terburu-buru dalam berkomentar apalagi membully secara online adalah tindakan yang kurang bijak.
“Yo gakpapa ta, wong nyatane Tri Suaka ki kurang ajar!” ucap Kiwir yang sedang duduk di samping saya.
Di lain pihak, pada waktu yang hampir berdekatan, berita kasus kekerasan yang melibatkan aktor kawakan Jonny Deep dan Amber Heard juga mengguncang jagad media sosial. Dunia maya seakan terbelah menjadi dua kubu, yang pro Jonny Deep dan yang pro Amber Heard. Tentang hal itu ada satu cuitan manarik dari akun twitter @malakmalalmal yang dibagikan pada 22 April 2022 pukul 09.31,
“Johnny Depp adalah korban dari 'perspektif korban'. Ketika Amber Heard mengaku disakiti, seluruh dunia langsung percaya, krn dia perempuan. Kontrak sdh dibatalkan, tp kemudian terbukti bhw Heard berdusta. Dan skrg kita gak akan menjumpai Captain Jack Sparrow lagi.”
Twit tersebut sudah dibagikan lebih dari 13 ribu kali dan 1.657 diantaranya disertai twit kutipan. Rekasinya beragam. Ada yang sepakat, ada pula yang menghujat. Pada twit itu, sejauh yang saya lihat, banyak yang mendukung Jonny Deep dan menyarankan orang-orang agar tidak tergesa-gesa memerpecayai perempuan yang mengaku menjadi korban kekerasan. Mana yang benar? Entahlah, saya tak ingin tergesa-gesa.
“Halah, kamu ki lho, sok bijak kaya si Mario Bros!” Kiwir berucap lagi.
Dua contoh kasus di atas memiliki kesamaan pola. Pada kasus Tri Suaka dan Andhika Kangen Band netizen seakan langsung tergiring untuk menyudutkan, bahkan membully, Tri Suaka dan pada saat yang sama mendukung Andhika Kangen Band. Pada kasus Jonny Deep-Amber Heard netizen terbelah menjadi dua. Keduanya saling serang pendapat, tanpa diminta, dan tanpa dibayar.
“Sah-sah saja dong, ini kan demokrasi,” ucap Kiwir dengan nada yang menjengkelkan.
Ya saya berpendapat bahwa kebebasan berpendapat harus kita junjung setinggi-tingginya, bahkan jika perlu sampai nyundul langit. Namun ketika kita menggembar-gemborkan kebebesan berpendapat, apakah kita juga mengkampanyekan kebebasan berpikir? Bukankah ucapan yang tidak disertai perenungan adalah berbahaya?
“Haish, ngga usah ndakik-ndakik to pul pul,”
Adil sejak dalam pikiran yang termaktub dalam novel Bumi Manusia, menurut saya, adalah menilai suatu hal dari dua sisi, pro dan kontra, kiri dan kanan, atas dan bawah. Untuk bisa melakukannya kita perlu membekali diri dengan informasi. Apa saja yang kita tahu tentang kasus Tri Suaka-Andhika? Apa saja yang kita tahu tentang kasus Jonny Deep-Amber Heard? Haish, mumet mumet.
Saya kerap berpikir “ah, saya tidak tahu apa-apa. Jadi lebih baik saya diam. Jika pun saya tahu, saya tak akan corat-coret sembarangan di media sosial”. Mungkin saya naif, sok suci, atau apalah itu namanya. Tapi itulah prinsip yang saya pegang teguh. Media sosial bukan toilet kumuh yang penuh kotoran dan coretan.
“Terus adil sejak dalam pikiran iku apa?” tanya Kiwir.
“Mboh, Wir”
Semarang, 27 April 2022
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.