Permasalahan Yang Di Hadapi Oleh Bank Syari'ah Dalam Upaya Strategi Penanganan Pembiayaan
Bisnis | 2021-06-14 21:52:24Perbankan Syariâah adalah salah satu lembaga keuangan syariah yang mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan di Negara berkembang semacam Indonesia ini. Fungsi peran strategi bank ini disebabkan oleh fungsi utama guna lemabaga dapat menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat secara efektif dan efisien.
Pembiayaan tersebut adalah pendanaan atau penyediaan uang yang diberikan oleh satu pihak (lembaga keuangan) ke pihak lain yaitu nasabah atas dara kesepakatan antara dua belah pihak. Dalam pembiayaan ini pasti ada risiko yang bermasalah. Pembiayaan bermasalah bisa disebut pembiayaan non lancar mulai dari kurang lancar, sampai dengan macet.
Dari pernyataan tersebut ada pengaruh yang signifikan dari penerapan atau penggunaan strategi penanganan terhadap pembiayaan bermasalah yang disalurkan itu sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu terkait dengan komunikasi secara langsung untuk melihat kondisi nasabah permasalahaan pembiayaan yang bermasalah sudah sesuai strategi 5c ysng sesuai yang diterapkan tujuan tersebut agar meminimalisir pembiayaan bermasalah agar bank mencapai tujuan perusahaan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 25 UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah;
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bit Tamlik;
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam, dan Istishna;
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh; dan
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/ atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayi dan/ atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.
Dari ketentuan peraturan perundang-undangan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap nasabah bank syariah yang mendapat pembiayaan dari bank syariah apapun jenisnya, setelah jangka waktu tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank syariah berikut imbalan atau bagi hasil atau tanpa imbalan atau abgi hasil atau tanpa imbalan untuk transaksi dalam bentuk qardh.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, kualitas pembiayaan dinilai berdasarkan aspek-aspek prospek usaha, kinerja(performance) nasabah, dan kemampuan membayar atau kemampuan menyerahkan barang pesanan. ( Pasal 9 PBI No. 8/21/PBI/2006 dan PBI No. 10/24/PBI/2008 ). Atas dasar penilaian aspek-aspek tersebut, kualitas pembiayaan ditetapkan menjadi 5 golongan yaitu current, under special mention, substandard, doubtful,loss.
Dalam praktik perbankan kualitas pembiayaan untuk golongan lancar disebut golongan I (satu), untuk golongan dalam perhatian khusus disebut golongan II (dua), untuk golongan kurang lancar disebut golongan III (tiga), untuk golongan diragukan disebut golongan IV (empat) dan untuk golongan macet disebut golongan V (lima).
Kriteria komponen dari aspek penetapan penggolongan kualitas pembiayaan untuk bank syariah ini diatur secara berbeda berdasarkan pengelompokan produk pembiayaan. (Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Penggolongan Kualitas Mudharabah dan Musyarakah;
2) 2) Penggolongan Kualitas Murabahah, Istishna, Qardh, dan Transaksi Multijasa;
3) Penggolongan Kualitas Ijarah atau Ijarah Muntahiyah bi Tamlik; dan
4) Penggolongan Kualitas Salam.
Komponen penilaian terhadap masing-masing aspek kualitas pembiayaan sesuai dengan masingmasing produk pembiayaan, diuraikan dalam komponen-komponen sebagai berikut:
a. Aspek prospek usaha meliputi komponen-komponen:
1) potensi pertumbuhan usaha;
2) kondisi pasar dan posisi nasabah dalam persaingan;
3) kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
4) dukungan dari group atau afiliasi; serta
5) upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup(bagi nasabah berskala besar yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup).
b. Aspek Kinerja ( Perfomance ) nasabah meliputi kompenen-kompenen sbb:
1. Perolehan laba;
2. Struktur permodalan ;
3. Arus kas; dan
4. Sensitivitas terhadap risiko pasar.
c. Aspek Kemampuan Membayar/ kemampuannmenyerahkan barang pesanan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sbb:
1. Ketetapan pembayaran pokok dan marjin/bagi hasil/ fee
2. Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan nasabah;
3. Kelengkapan dokumentasi Pembiayaan; kepatuhan terhadap perjanjian Pembiayaan; kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan;
4. Kesesuaian penggunaan dana; dan
5. Kewajiban sumber pembayaran kewajiban
Selanjutnya untuk menetapkan golongan kualitas pembiayaan, pada masing-masing komponen ditetapkan kriteria/ kriteria-kriteria tertentu untuk masing-masing kelompok produk pembiayaan ( contoh dalam tabel ). (lihat lampiran I SEBI No. 8/22/DPbS tgl 18 Oktober 2006 ) sebagai contoh untuk produk murabahah, dari aspek kemampuan membayar angsuran nasabah maka pembiayaan digolongkan kepada
a. Lancar
Apabila pembayaran angsuran tepat waktu, tidak ada tunggakan, sesuai dengan persyaratan akad, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat, serta dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat.
b. Dalam Perhatian Khusus
Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat, dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat, serta pelanggaran terhadap persyaratan perjanjian piutang yang tidak prinsipil.
c. Kurang Lancar
Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari, penyampaian laporan keuangan tidak teratur dan meragukan, dokumentasi perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan agunan kuat, terjadi pelanggaran terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang, dan berupaya melakukan perpanjangan piutang untuk menyembunyikan keseulitan keuangan.
d. Diragukan
Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan 270 (dua ratus tujuh puluh) hari. Nasabah tidak menyampaikan informasi keuangan atau tidak dapat dipercaya, dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan pengikatan agunan lemah serta terjadi pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang.
e. Macet
Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, dan dokumentasi perjanjian piutang dan atau pengikatan agunan tidak ada.
Sebab-sebab Pembiayaan Bermasalah
Berdasarkan Pasal 23 dan Penjelasan Pasal 37 ayat (1) UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dapat disimpulkan bahwa Penyaluran dana oleh Bank Syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya bank harus benar-benar memperhatikan asas-asas penyaluran dana/pembiayaan yang sehat.
Apabila bank tidak memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaannya, maka akan timbul berbagai risiko yang harus ditanggung oleh bank antara lain berupa :
a. Hutang/ kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar;
b. Margin / Bagi hasil / fee tidak dibayar
c. Membengkaknya biaya yang dikeluarkan;
d. Turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness)
Risiko-risiko tersebut dapat mengakibatkan timbulnya pembiayaan bermasalah (non performing financings/ NPFs), yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kesehatan bank juga akan berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat yang ada di bank tersebut. Oleh karenanya, memahami sebab-sebab timbulnya pembiayaan bermasalah menjadi hal yang penting.
Upaya-upaya untuk mengantisipasi Risiko Pembiayaan Bermasalah/ Macet
Secara garis besar , penanggulangan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan upaya-upaya bersifat represif/ kuratif.
Upaya-upaya yang bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh bank sejak permohonan pembiayaan diajukan nasabah, pelaksanaan analisa yang akurat terhadap data pembiayaan, pembuatan perjanjian pembiayaan yang yang benar, pengikatan agunan yang menjamin kepentingan bank, sampai dengan pemantuan atau pengawasan terhadap pembiayaan yang diberikan.
Sedangkan upaya-upaya yang bersifat repsesif / kuratif adalah upaya-upaya penanggulan yang bersifat penyelamatan atau penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah (non perfoming financings/ NPFs)
Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah
Penyelamatan pembiayaan adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah-langkah yang dilakukan bank dalam usaha mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik. Namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan / atau kewajiban-kewajiban lainnya, agar debitur dapat memenuhi kembali kewajibannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.