Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Laily Fauziyah

Solusi Penanganan Pembiayaan Bermasalah di Bank

Bisnis | Saturday, 12 Jun 2021, 13:19 WIB

Menurut Bank Indonesia, suatu bank dikatakan sehat ketika rasio pembiayaan bermasalahnya berada di bawah 5 persen. Pada Desember 2017, secara kumulatif rasio pembiayaan bermasalah pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) tercatat sebesar 4,84 persen atau Rp 7,456 triliun dari total pembiayaan Rp 153,968 triliun.

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya NPF bank syariah mengalami penurunan tipis. Pada Desember 2016 NPF BUS dan UUS tercatat 4,95 persen, atau Rp 7,320 triliun daritotal pembiayaan Rp 147,944 triliun.

Sedangkan untuk BPRS, NPF tahun 2017 mengalami kenaikan dibanding 2016. Apabila pada tahun 2016, total NPF BPRS sebesar 7,89 persen dari total pembiayaan sebesar 5.004.909 juta, maka pada akhir 2017, NPFnya sebesar 8,20% dari total pembiayaan sebesar 5,765,171 juta.

Bagi bank pada umumnya, adanya pembiayaan bermasalah tersebut terutama dalam jumlah yang mendekati atau di atas jumlah yang ditentukan Bank Indonesia, menjadikan bank bank tersebut dianggap mengalami kegagalan dalam pengelolaan pembiayaannya.

Adanya kegagalan dalam pemberian pembiayaan akan berpengaruh kepada mengecilnya kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan atau kewajiban terhadap berbagai pihak pemangku berkepentingan (stak eholders).Sebagaimana dimaklumi bahwa tujuan Bank memberikan pembiayaan antara lain untuk memperoleh imbalan atau pendapatan.

Dari pendapatan yang diperoleh tersebut, akan dipakai oleh bank untuk keperluan pemberian imbalan kepada nasabah yang menempatkan dana pada bank, membayar biaya biaya operasional bank, membentuk cadangan kerugian, dan memberikan dividen kepada pemegang saham bank. Dengan adanya kegagalan tersebut maka tujuan dari pembiayaan berupa kemanfaatan bagi bank dan nasabah penyimpan dana serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional akan mengalami disfungsi.

Oleh karena itu, dikaitkan dengan tujuan dan kemanfaatan dari adanya pemberian pembiayaan tersebut,adanya pembiayaan bermasalah akan menjadi persoalan besar ketika penanganan dan penyelesaiannya tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Berkaitan dengan hal itu, dalam tulisan ini akan membahas persoalan persoalan penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dapat dilakukan oleh bank bank khususnya oleh bank-bank syariah.

bank syariah sebagai lembaga intermediasi, di samping melakukan kegiatan penghimpunan dana secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk simpanan, juga menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan(financing). Instrumen bunga yang digunakan oleh bank konvensional diganti dengan akad-akad transaksi yang berdasarkan prinsip syariah.

Pembiayaan merupakan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut penggunaannya, pembiayaan di bank syariah dapat dibagi menjadi dua hal berikut yaitu: (a) pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, dan investasi, (b) pembiayaan konsumtif, adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.Sedangkan yang dimaksud dengan “pembiayaan bermasalah” atau dalam bahasa Inggris disebut Non Performing Financings (NPFs), sama dengan Non Performing Loan(NPL) untuk fasilitas kredit, yang merupakan rasio pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan, adalah pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar, diragukan, dan macet.

Dalam pengertian lain, pembiayaan bermasalah/ NPFs adalah Pembiayaan Non-Lancar mulai dari kurang lancar sampai dengan macet. Berdasarkan Pasal 23 dan Penjelasan Pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 terkait Perbankan Syariah, dapat disimpulkan bahwa Penyaluran dana oleh Bank Syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus benar-benar memperhatikan asas-asas penyaluran dana/pembiayaan yang sehat.

Apabila bank tidak memperhatikan asas-asas pembiayan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaannya, maka akan timbul berbagai risiko yang harus ditanggung oleh bank antara lain berupa:

-Hutang/kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar;

-Margin / Bagi hasil / feetidak dibayar;

-Membengkaknya biaya yang dikeluarkan;

-Turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness)

.Risiko-risiko tersebut dapat mengakibatkan timbulnya pembiayaan bermasalah (non performing financings/NPFs), yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kesehatan bank dan juga akan berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat yang ada di bank tersebut. Oleh karenanya, memahami sebab-sebab timbulnya pembiayaan bermasalah menjadi hal yang penting.

Secara umum pembiayaan bermasalah dapat terjadi dikarenakanoleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Fak tor Intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri,dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial.

Bentuk-bentuk Restrukturisasi Dalam Rangka Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah Dari ketentuan-ketentuan Bank Indonesia pada uraian di atas, restrukturisasi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah meliputi :

1)penurunan imbalan atau bagi hasil;

2)pengurangan tunggakan imbalan atau bagi hasil;

3)pengurangan tunggakan pokok pembiayaan;

4)perpanjangan jangka waktu pembiayaan;

5)penambahan fasilitas pembiayaan;

6)pengambialihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Penanggulangan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan upaya-upaya yang bersifat represif/kuratif.Upaya-upaya yang bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh bank sejak permohonan pembiayaan diajukan nasabah sampai dengan pemantauan atau pengawasan terhadap pembiayaan yang diberikan.

Sedangkan upaya-upaya yang bersifat represif/kuratif adalah upaya-upaya penanggulangan yang bersifat penyelamatan atau penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah (non performing financings/NPFs).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image