Pemikiran Ki Hajar Dewantara, Keterampilan Coaching, Keterampilan Sosial Emosional dalam Pengambilan
Guru Menulis | 2022-04-26 12:47:45Pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka “Tut wuri handayani, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso”. Ing Ngarso Sung Tulodo artinya menjadi seorang pemimpin pembelajaran harus mampu memberikan suri tauladan. Ing Madyo Mangun Karso, artinya seorang pemimpin pembelajaran di tengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Tut Wuri Handayani, seorang pemimpin pembelajaran harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Inti pesan dari filosofi tersebut adalah keberpihakan kepada murid, jadi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin pembelajaran harus berdasarkan keberpihakan kepada murid. Jadi filosofi pratap triloka akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan pemimpin pembelajaran di kelas atau sekolah.
Sekolah adalah ‘institusi moral’, yang dirancang untuk menumbuhkembangkan norma-norma sosial. Keputusan-keputusan yang diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Diperlukan keberanian dan kepercayaan diri dari seorang pemimpin pembelajaran untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil karena tidak ada keputusan yang mengakomodasi seluruh kepentingan para pemangku kepentingan, selain itu juga dibutuhkan kejelasan visi dan misi, budaya, dan nilai-nilai yang dianggap penting di sekolah, agar bisa menjadi acuan dalam pengambilan keputusan.
Dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki keterampilan coaching yang baik, keterampilan ini akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi atau alternatif keputusan lainnya sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik. Selain keterampilan coaching, dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran perlu memiliki keterampilan sosial - emosional seperti kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.
Ketika seorang pendidik menghadapi situasi dilema etika atau bujukan moral, harus dilandasi oleh nilai-nilai kebajikan yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup yang disebut sebagai paradigma dalam pengambilan keputusan. Secara umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika ada 4 yaitu 1) individu melawan masyarakat (individual vs community), 2) rasa keadilan melawan rasa kasihan (justice vs mercy), 3) kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) dan 4) jangka pendek melawan jangka panjang (short term vs long term). Seorang pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan harus memahami 3 prinsip pengambilan yaitu 1) berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) ditentukan dengan konsekuensi atau hasil dari suatu tindakan, 2) berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) menentukan keputusan berdasarkan peraturan yang telah dibuat, dan 3) berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking) prinsipnya “lakukan kepada orang lain seperti yang anda ingin mereka lakukan kepada anda." Dengan kepedulian terhadap sesama kita akan menjadi lebih peka dan bersimpati.
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil suatu keputusan ditempuh melalui 9 (sembilan) langkah pengujian dan pengambilan keputusan yaitu 1) mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini, 2) menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, 3) mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini. 4) pengujian benar atau salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan Koran, uji panutan/idola, 5) pengujian paradigma benar lawan benar, 6) melakukan prinsip resolusi, 7) Investigasi opsi trilemma, 8) buat keputusan dan 9) lihat lagi keputusan dan refleksikan.
Kesulitan-kesulitan di lingkungan saya yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika yaitu kurangnya kepercayaan diri dan keberanian dalam mengambil keputusan atau berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Masih ada warga sekolah yang berpendapat bahwa pengambilan keputusan institusi sekolah hanya dapat dilakukan oleh pemangku kepentingan. Dalam situasi tertentu kadang sebagai guru kita tidak diberikan pilihan untuk mengambil keputusan karena tuntutan dari atasan atau pejabat di atasnya. Terkadang guru sering menghadapi dilema etika antara keluarga dan sekolah. Kesulitan-kesulitan ini perlu dihilangkan melalui pemahaman bahwa pengambilan keputusan yang berpihak kepada murid sangat penting dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan visi dan misi sekolah.
Tahapan pengujian pengambilan keputusan “menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini?” dan “mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini”, merupakan tahapan dimana seorang pemimpin pembelajaran dapat menjadikan keberpihakannya kepada murid sebagai dasar mengambil keputusan. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid? (Nadiem Makarim, 2020). Jika keputusan didasari oleh keberpihakan kepada murid dan sebagai upaya peningkatan pembelajaran murid maka pengajaran yang memerdekakan akan terwujud. Siswa bisa memilih pelajaran yang diminati, bisa mengoptimalkan bakatnya dan bisa memberikan sumbangan yang paling baik dalam berkarya bagi bangsa. Keberhasilan seorang pemimpin pembelajaran dalam mengemban salah satu tugas tersulit, yaitu mengambil suatu keputusan yang efektif. Keputusan-keputusan ini, secara langsung atau tidak langsung bisa menentukan arah dan tujuan institusi atau lembaga yang dipimpinnya, yang tentunya berdampak kepada mutu pendidikan yang didapatkan murid, sekaligus akan mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid.
Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran merupakan implementasi dari filosofi Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara yang menekankan keberpihakan kepada murid. Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin pembelajaran dibutuhkan keterampilan sosial emosional (KSE) dan keterampilan Coaching. Sebelum pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran harus mengidentifikasi paradigma dan prinsip pengambilan dari situasi dilema etika yang dihadapi, selanjutnya melakukan pengujian keputusan melalui 9 tahap pengujian.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.