Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aida Ma'ruf

Social Crowdfunding dalam Bingkai Syariah: Saatnya Milenial Berperan!

Bisnis | 2021-06-10 14:06:36

Isu crowdfunding akhir-akhir ini mendapat perhatian, terlebih di tengah pandemi covid-19. Crowdfunding sendiri adalah kegiatan untuk mengumpulkan uang dengan nilai yang kecil namun menargetkan jumlah kontributor yang sangat besar. Dalam konteks sosial, dana yang digalang dan dihimpun dapat digunakan untuk tujuan sosial seperti membantu korban bencana alam ataupun pembuatan program seperti pembangunan sumur air di desa terpencil.

Pandemi covid-19 telah memberikan efek ke segala dimensi termasuk dalam hal ekonomi. Dampak di bidang ekonomi dapat kita lihat dari tingginya angka pengangguran di negeri ini dan dibarengi dengan konsumsi masyarakat yang menurun drastis. Menghadapi kondisi ini tentunya membuat rasa empati masyarakat pun meningkat. Dompet duafa mencatat bahwa pihaknya mengalami peningkatan trafik untuk layanan donasi digital dalam penyaluran zakat maupun donasi selama Ramadhan tahun 2021 yang mencapai 100 miliar dengan peningkatan sebesar 11,14 persen dibandingkan Ramadhan tahun lalu.

Bagi umat Islam, Ramadhan bukan hanya sekadar ritual berpuasa saja melainkan merutinkan dan memasifkan ibadah lainnya yang bersifat sosial termasuk di dalamnya bersedekah. Umat Islam meyakini bahwa amalan sedekah adalah amalan yang dicintai oleh Allah SWT dan memiliki keutaman pahala yang besar. Umat Islam juga meyakini bahwa sedekah yang mereka keluarkan tidak akan mengurangi harta yang mereka miliki. Hal ini sesuai dengan hadis yang berbunyi,

“Tidaklah sedekah itu mengurangi harta” (HR Muslim)

Dalam konsep Islam, tujuan ekonomi tidak semata sampai pada materi yang bersifat keduniaan melainkan memiliki tujuan falah yakni keselamatan di dunia maupun akhirat. Konsumsi dalam perspektif Islam juga melarang pemeluknya menghambur-hamburkan uang pada hal yang tidak bermanfaat. Sehingga harta yang dimiliki haruslah berakhir pada hal yang bermanfaat. Agama Islam juga menganjurkan pemeluknya untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama. Untuk itu konsep zakat dan sedekah menjadi salah satu pilar terpenting dalam bingkai ekonomi Islam.

“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah:195)

Agama Islam menjadi mayoritas agama terbesar di negeri ini yang jumlahnya mencapai 87,2 persen dari total populasi penduduk di Tanah Air. Hal ini menjadi peluang bagi kemajuan ekonomi Islam khususnya di bidang Islamic Crowdfunding. Indonesia pun harus menghadapi kemajuan teknologi sebagai dampak dari masuknya kita ke dalam dimensi baru yakni industri 4.0. Hal ini pun menjadi peluang dan tantangan juga.

Para pegiat ekonomi Islam harus merumuskan langkah baru untuk menghadapi kondisi tersebut. Istilah fintech syariah atau integrasi keuangan dan digital di era industri 4.0 telah mengadopsi beberapa konsep keuangan Islam seperti investasi syariah, pembiayaan syariah, dan termasuk di dalamnya islamic crowdfunding. Berdasarkan publikasi Indonesia Islamic Economic Masterplan 2019-2024 oleh KNKS, persebaran crowdfunding di fintech syariah sebesar 3,10 persen. Tergolong masih rendah.

Sumber: KNKS

Lalu peran apa yang bisa diambil milenial demi menyongsong percepatan distribusi islamic crowdfunding? Berdasarkan survei kopernik, ternyata generasi milenial yang paling banyak melakukan donasi digital selama masa pandemi. Dengan rata-rata 1,5 kali perbulan. Berdasarkan survei tersebut generasi milenial mencatatkan peningkatan donasi digital dari 31 persen menjadi 40 persen. Motivasi para responden kebanyakan dipengaruhi karena nilai sosial dan nilai agama. Beberapa publik figur dan influencer dari kalangan milenial pun berhasil menghimpun dana yang cukup fantastis. Sebut saja Taqy Malik yang berhasil menghimpun dana sebesar 5,41 miliar dalam penggalangan donasi kemanusiaan Palestina.

Para influencer yang berasal dari kalangan milenial rata-rata memiliki followers ratusan ribu orang di sosial media milik mereka. Apa yang mereka posting tentu dapat menimbulkan pengaruh bagi para followersnya seakan menanamkan mindset untuk mengikuti apa yang mereka sampaikan. Milenial sendiri dinilai sebagai generasi yang kreatif dan inovatif sehingga tak jarang banyak sekali tren yang tiba-tiba viral di tengah masyarakat salah satu sumbernya berasal dari generasi milenial. Donasi yang terkumpul dari beberapa penggalangan dana disebabkan karena konten sosial media yang dihasilkan generasi milenial, disusun begitu kreatif hingga berhasil menyentuh titik empati masyarakat.

Menurut penuturan Irfan Syauqi Beik ada 4 faktor yang sangat menentukan crowdfunding ini dapat berjalan dengan baik yakni :

1. Tujuan yang jelas serta terkomunikasikan dengan baik pada masyarakat. Jika tujuannya sosial maka harus dijelaskan seberapa besar social benefit yang dihasilkan dari gerakan penghimpunan dana ini.

2. Kredibilitas penggerak program (individu tokoh dan atau organisasi/komunitas). Terkait dengan para penggerak program, kredibilitas sangat penting sebab tokoh-tokoh di dalamnya yang terlibat sangat memberi pengaruh terhadap minat masyarakat untuk berdonasi.

3. SVCF (Specific Vehicle for Crowd Funding), Institusi pun sangat berpengaruh bisa berbentuk formal yang diatur dengan undang-undang ataupun informal yang tumbuh di tengah masyarakat tanpa badan hukum.

4. Kesesuaian dengan syariah dan hukum positif, hal ini sangat penting dan tidak boleh diabaikan jangan sampai upaya crowdfunding ini bertentangan dengan syariah dan hukum positif. Dimana perlu adanya jaminan agar upaya crowfunding ini aman, tidak menipu dan merugikan baik secara materiil dan moril.

Sudah saatnya milenial mengambil bagian penting dalam percepatan inklusi keuangan syariah. Milenial adalah generasi pembaru, generasi yang menentukan wajah Indonesia ke depannya seperti apa. Sehingga milenial harus memberikan tren positif di tengah menjamurnya konten negatif di tengah masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image