Aplikasi Smart-Technology dalam Industri Pangan selama Pandemi
Teknologi | 2021-06-09 20:51:52Sejak COVID-19 ditetapkan sebagai global pandemic oleh WHO pada 11 Maret 2020, seluruh kehidupan di beberapa belahan dunia mulai berubah. Masyarakat dunia dihadapkan pada wabah baru yang masih belum pasti kapan akan berakhir. Karena penyebaran virus yang sangat cepat, membuat beberapa negara mulai melakukan persiapan terhadap kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Pembatasan akses keluar masuk mulai diterapkan di beberapa negara, pada kondisi seperti ini, hanya akses kebutuhan medis dan pangan yang menjadi prioritas utama. Beberapa pakar menyampaikan bahwa dalam masa pandemi, sudah terjadi krisis kesehatan, jadi jangan sampai timbul krisis ketersediaan pangan. Rantai pasokan pangan merupakan semua kegiatan dalam industri pangan untuk pemenuhan pangan yang dimulai dari peternakan/pertanian hingga sampai ke meja makan.
Adanya pembatasan pertemuan publik dan aktifitas yang melibatkan banyak orang menyebabkan banyak sekolah, restoran, mall, tempat pariwisata terpaksa harus ditutup. Hal ini tentunya berdampak pada pergeseran pola konsumsi dan belanja masyarakat. Masyarakat sebagai konsumen lebih memilih untuk membeli bahan mentah untuk dimasak di rumah ataupun membeli makanan yang dapat disimpan agar dapat dikonsumsi di rumah. Bagi konsumen yang membeli bahan mentah untuk dimasak di rumah, memasak sendiri dinilai lebih aman dan higienis karena cara pengolahannya diketahui secara pasti, tanpa ragu terjadi penyebaran virus melalui orang yang mengolah makanan. Panic-buying di supermarket sempat terjadi di beberapa negara, sehingga banyak terjadi kekosongan rak â rak yang menjual pangan di supermarket. Masyarakat lebih memilih pangan yang memiliki daya simpan lebih lama dibanding pangan segar, sehingga beberapa produsen pangan mulai merubah strategi dengan mengembangkan produk pangan dalam kemasan.
Dampak pergeseran pola konsumsi dan belanja masyarakat, membuat produsen pangan mengalami kerugian besar, karena menurunnya jumlah permintaan kebutuhan pasokan dari restoran. Kerugian yang terjadi dikarenakan stok pangan baru panen masih banyak, tetapi permintaan menurun dan tempat penyimpanan terbatas, sehingga banyak pangan yang rusak. Melihat perubahan kebutuhan pangan di masyarakat yang mulai bergeser menjadi kebutuhan pangan yang di kelola sendiri di rumah, maka beberapa pelaku industri pangan, mulai mengubah pola distribusinya. Salah satu contoh, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, beberapa produsen daging mulai mengubah ukuran kemasan produksi menjadi kemasan dengan ukuran yang lebih kecil, dan sesuai untuk konsumsi satu rumah tangga. Bahkan mereka langsung melakukan penjualan online dan distribusi langsung ke rumah tangga. Strategi baru ini ternyata mendapatkan respon yang sangat baik dari masyarakat, masyarakat merasa aman dengan melakukan pembelian langsung ke produsen pangan.
Industri pertanian dan pangan merupakan industri padat karya. Di Amerika Serikat dan Kanada, sebagian besar industri pertanian bergantung dari tenaga kerja imigran dari Meksiko, sebanyak kurang lebih 60.000 pekerja musiman keluar masuk Kanada untuk agroindustri. Dampak dari pemberlakuan lockdown, menyebabkan akses keluar masuk imigran menjadi terbatas. Sehingga pelaku agroindustri kesulitan mencari pekerja pada masa menjelang panen, akibatnya terjadi gagal panen. Dengan semakin meluasnya sebaran virus COVID-19, juga menyebabkan beberapa pelaku agroindustri kesulitan dalam mengatur jadwal pekerja yang terlibat dalam rantai produksi, dikarenakan banyak pekerja yang terpapar dan harus melakukan isolasi mandiri.
Smart-technology dalam industri pangan
Frontiers in Bioengineering and Biotechnology
Pangan merupakan hal kedua yang paling diprioritaskan setelah kebutuhan medis selama pandemi COVID-19. Oleh karena itu, ketersediaan dan aksesibilitas pangan dapat menjadi masalah utama yang terjadi karena protokol pembatasan yang diberlakukan di seluruh dunia (de Paulo Farias & dos Santos Gomes, 2020). Berikut adalah beberapa kemajuan smart-technology yang dapat membantu mengurangi kontak manusia ke manusia dan manusia ke pangan yang dapat membantu industri pangan untuk bertahan pada masa pandemic.
1. Modified Atmosphere Packing (MAP) dan Active Packaging (AP)
MAP dan AP telah banyak digunakan untuk meningkatkan umur penyimpanan makanan segar (Qiu, 2019). Selama pandemi COVID-19, pengemasan yang baik sangat penting menjaga kualitas mutu pangan pada saat distribusi, kebijakan lockdown kemungkinan dapat berimbas terhadap lambatnya proses distribusi pangan. MAP dan AP merupakan suatu teknologi kemasan pangan dengan melakukan modifikasi komposisi gas dalam kemasan, yang bertujuan untuk menghambat aktifitas mikrobiologi dan reaksi enzimatik di dalam kemasan (Rennie & Sunjka, 2017).
2. Beberapa teknologi yang mulai digunakan untuk menggantikan peranan manusia dalam melakukan pemeriksaan kualitas mutu pangan dalam rantai produksi pangan:
E-nose pertama kali di kembangkan oleh Wilson (2012) yang digunakan sebagai simulasi pengganti indera penciuman manusia untuk merasakan bau, yaitu berdasarkan olfaksi bionik untuk mendeteksi perubahan aroma suatu pangan melalui metode sensor gas. E-nose dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan pangan (Casalinuovo, 2006), menilai tingkat kesegaran ikan dan daging (Hasan, 2012), estimasi umur masa simpan nanas (Torri, 2010). Metode E-nose relatif cepat, sangat mudah, dan dapat digunakan untuk deteksi aroma secara real-time tanpa melibatkan kontak manusia terhadap pangan. E-tongue digunakan sebagai simulasi pengganti lidah manusia pada lima komponen dasar uji sensori (Jiang, 2018). Potentiometric E-tongue banyak digunakan untuk klasifikasi kualitas minyak zaitun (Dias, 2014), menentukan kualitas madu (Escriche, 2012), pengelompokan wine (Nery & Kubota, 2016), dan jumlah kandungan gula dalam suatu larutan (Arca, 2019). Voltametric E-tongue digunakan dalam deteksi campuran sunflower oil dalam argan oil (Bougrini, 2014), menentukan jenis madu dari bunga yang berbeda (Tiwari, 2013), analisa air kemasan (Carbo, 2017). Bioelectric sensors digunakan untuk mendeteksi pertumbuhan bakteri pada produk pangan seperti bakteri E. coli O157:H7 (Lin, 2019) dan Salmonella typhimurium (Sheikhzadeh, 2016), Staphylococcus aureus and Bacillus cereus(Reich,2017). Smart moisture detection - LF NMR and MRI systemsdigunakan untuk menentukan kadar Aw dalam pangan. Pada metode ini tidak diperlukan penghancuran sampel pangan seperti pada metode konvensional. Metode ini juga membantu menentukan kadar Aw yang aman dalam proses pengeringan sayur dan buah (Chitrakar, 2019). Teknologi ini juga digunakan dalam proses pembekuan udang (Gudjonsd, 2011), proses fermentasi (Kreyenschulte 2015), dan menilai kualitas apel (Chayaprasert & Stroshine, 2005), perubahan kelembapan dan tekstur daging beku selama masa penyimpanan (Cheng, 2020). Smart near infra-red spectroscopy (NIRS) dapat digunakan untuk menentukan kadar Karbohidrat, Lemak, Protein dan kandungan air dalam makanan tanpa persiapan sampel. Kawamura (2007), mengembangkan NIRS untuk mengetahui kadar zat gizi makro pada susu. Smart hyperspectral imaging system (HIS) technology merupakan teknologi terintegrasi (spektrokospi, kemometri) yang dapat memberikan informasi akurat tentang stuktur, komposisi, fisikokimia dan sensori tanpa melibatkan manusia dalam persiapan prosesnya (Ma, 2019).
Selama pandemi COVID-19 berlangsung yang belum kita ketahui sampai kapan akan berakhir, penggunaan teknologi inovasi tanpa melibatkan manusia dalam skala besar sangat dibutuhkan untuk mengurangi jumlah kontak yang terjadi di rantai produksi pangan. Kebersihan dan kesehatan pekerja dalam industri pangan yang terlibat juga menjadi perhatian serius dalam penanganan rantai pasokan pangan. Teknologi inovasi yang berbasis web dan komputerisasi akan semakin banyak dibutuhkan, walaupun beberapa teknologi yang disebutkan di atas masih dilakukan dalam skala laboratorium, tetapi sebaiknya industri pangan harus sudah mulai memikirkan penggunaan teknologi tersebut.
Akan banyak tantangan dan harapan yang akan dihadapi, walaupun sampai saat ini belum ada bukti ilmiah bahwa Coronavirus dapat ditularkan melalui pangan, tetapi beberapa inovasi teknologi diatas dapat mengurangi kontak manusia pada saat proses produksi dan distribusi pangan, sehingga dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat luas.
Hanna Widya Pramandari
Mahasiswi Program Pascasarjana - Ilmu Teknologi Pangan
Institut Pertanian Bogor
Referensi:
Barman A, Das R, Kanti PD. 2021. Impact of COVID-19 in food supply chain: Disruptions and recovery strategy. Current Research in Behavioral Sciences. 2:100017.
Chitakar A, Zhang M, Bhandari B. 2021. Improvement strategies of food supply chain through novel food processing technologies during COVID-19 pandemic: a review. Food Control. 125:108010. https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2021.108010.
Coopmans I, Bijttebier J, Marchand F, Mathijs E, Messely L, Rogge E, Sanders A, Wauters E. 2021. COVID-19 impacts on Flemish food supply chains and lessons for agri-food system resilience. Agricultural Systems. 190:103136. https://doi.org/10.1016/j.agsy.2021.103136
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.