Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dicky Mulya Ramadhani

IMM Kader Persyarikatan, Kader Umat dan Kader Bangsa

Info Terkini | Wednesday, 09 Jun 2021, 02:16 WIB
Original Foto Ketika Demonstrasi

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berdiri Pada Tanggal 14 Maret 1964 Pada 14 Maret 2021 usianya tepat menginjaki 57 tahun. Babak panjang perjalanan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tak lekang oleh waktu dan zaman.

Sejarah tinta emas sudah mencatat dalam romantisme sejarah bangsa kita bahwa IMM tercatat selalu hadir dalam membangun peradaban bangsa dan memberikan kontribusi dalam penyelesaian hirup pikuk problematika kebangsaan.

IMM lahir sebagai organisasi pergerakan mahasiswa Muhammadiyah yang bergerak dalam konteks tiga nilai ideologis, Intelektualitas, Relegiusitas, dan Humanitas, hal itu merupakan basic identitas kader IMM yang menunjukan bahwa IMM adalah organisasi kader, pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah dalam membangun generasi pemimpin masa depan kaum muda Muhammadiyah.

Jalan panjang usia 57 Tahun organisasi kemahasiswaan ini, mengawal dan meneruskan kemerdekaan yang hakiki, mewujudkan masyarakat utama melalui diksi akademisi yang ber-akhaq mulia, doktrin kreativitas yang perlu ditanamkan agar menjadi suatu kader yang anggun dalam moral, unggul dalam intelektual, serta ilmu amaliyah dan amal ilmiyah harus menjadi living value semua insan cendekia yang bangga akan merah maroonnya.

Bila dilihat dalam usia IMM sudah menginjak waktu setengah abad lebih dalam perjalanan mengisi dan memberi kontribusi untuk bangsa ini. “Membumikan Gagasan Dan Membangun Peradaban”. Tema gagasan milad kemarin itu sudah seharusnya merupakan jalan yang ditempuh untuk seluruh elemen kader IMM dari level komisariat sampai Pimpinan Pusat untuk merefleksikan sejauh mana peran yang sudah diberikan, bagaimana arah gerak IMM hari ini dan ke depan nanti, dan apa yang menjadi problem dalam tubuh organisasi IMM ini.

Perkuat Identitas Kader

Imam syafi’i mengungkapkan Eksistensi manusia bukan dilihat seberapa ia terkenalnya di dunia masa, melainkan dilihat dari “Ilmu” dan “ketaqwaan” berangkat dari perkataan tersebut saya semakin yakin meginterpretasikan bahwa kita yang termasuk kader IMM harus benar-benar optimal sebagai insan akademisi dalam suatu proses tholabul ilmi (menuntut ilmu).

Hal itu sangat jelaslah bahwa menunutut ilmu adalah salah satu kewajiban manusia dan harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Aspek Insan (keilmuan dan penalaran realitas), Basyar (bilogis sebagai wujud kebutuhan), Annas (sosial kemasyarakatan), Abdullah (hamba allah) dan khalifah (kepemimpinan) perlu disinergikan oleh manusia itu sendiri agar menjadi Kader yang paripurna baik dalam realitas kehidupan ataupun dimata allah.

Aspek-aspek itulah yang perlu dipikirkan dengan secara matang dan dikhayati dengan baik oleh seluruh kader. Jangan sampai Semboyan kader mengikuti organisasi IMM hanya sebatas ritual dan mengisi kekosongan semata, alhhasil tidak ada suatu pencapaian yang optimal baik untuk pribadinya maupun organisasinya.

Konon katanya IMM identik dengan Dapur Keilmuan ataupun Laboratorium Peradaban Maka jangan tabaikan buku di atas rak sana hingga berdebu karena tidak pernah kau jadikan sebagai teman berpikir, bahkan dibaca sekalipun tak pernah, padahal itu aspek yang sangat fundamental bagi seorang kader IMM.

Budaya literasi perlu terus dikuatkan agar terciptanya IMM berkemajuan, Semua perlu seimbang baik pembagian perihal jiwa, raga, dan pikiran. Seperti tidak akan pernah tuntas, bahwa ada bagian dari tubuh yang selalu teriak untuk meminta haknya. Tidak akan pernah terpuaskan, karena memang pikiran pun perlu diberi nutrisi keilmuan yang sepadan.

Minimal selalu diikhtiarkan agar jadi kebiasaan, Sebagai Kader IMM yang katanya Intelektual Profetik perkuat bacaan agar tak miskin gagasan dan kosong pikiran, jangan hanya menjadikan Organisasi IMM sebagai ajang tempat pencitraan dan gaya-gayaan namun miskin gagasan.

Kader IMM masih harus terus memperkuat identitas sebagai kader Persyarikatan dengan proses yang sudah dijelaskan diatas, dan saya biasa menyebutnya literasi, diskusi, aksi. Mari terbangun dari tidur dogmatis (Immanuel Kant) Modernitas adalah harga mati dari sebuah pengintegrasian metafisik, dan bukanlah sebagai disintegrasi Intlektual. (Thomas Aquinas). Karena ini pilihan yang bisa kita sendiri yang menentukan, ingin menjadi Progresif atau Dekadensi.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah sebuah organisasi kemahasiswaan yang berlandaskan al-quran dan as-sunnah, merupakan organisasi berbasi pergerakan mahasiswa yang mempunyai tiga nilai ideologis yaitu Intelektualitas, Religiusitas dan Humanitas. Jika di awal ada ungkapan wujud eksistensi pemuda adalah ilmu dan ketaqwaan, maka IMM melalui tiga nilai ideologis tersebut menjadi sebuah wadah bagi mahasiswa untuk menunjukkan eksistensi dirinya.

Nilai-nilai intelektual dapat tercermin dalam kegiatan yang dilaksanakan bukan hanya kegiatan ceremonial belaka tetapi diisi dengan kegiatan diskusi (kajian) yang bertujuan mendidik kader-kadernya dan mencetak kaum intelektual.

Kata intelektualitas adalah sebuah nilai yang ada dalam diri seseorang yang memusatkan diri untuk memikirkan ide dan masalah non-material dengan menggunakan kemampua penalarannya. Dengan kata lain kaum intelektual memiliki kesadaran kritis yang tinggi karena dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan membaca realitas sosial yang sedang terjadi.

Hakikat kaum intelektual merupakan sosok ideal yang kegiatan utamanya tidak mengejar tujuan-tujuan praktis, melainkan diarahkan kepada pencarian dalam mengolah seni, ilmu atau renungan metafisik, agar menjadikan kader autentik.

Nilai ideologis yang kedua adalah nilai religiusitas, kader-kader IMM seyogianya perlu menanamkan dan mempunyai nilai religiusitas yang tinggi dalam dirinya. Perwujudan dari eksistensi pemuda menurut Imam Syafi’i yang kedua adalah nilai religiusitas atau ketaqwaan terhadap Alllah SWT. Taqwa berarti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Nilai religiusitas ini tentu tidak mudah didapatkan karena hal tersebut merupakan pengalaman spiritual yang didapat dari proses pentafakuran diri sehingga membentuk keyakinan terhadap tuhan yang maha esa. Keyakinan tersebut merupakan buah dari kesadaran dan pemikiran bahwa semua hal yang ada di muka bumi mempunyai pencipta yaitu Allah SWT

Nilai ideologis yang terakhir adalah humanis yang merupakan proses manifestasi dari nilai intelektual dan religius seorang kader IMM. Nilai ini menjadi landasan gerakan sosial IMM yang bernafaskan nilai intelektual yang membebaskan dari belenggu kebebalan dan nilai keislaman sebagai nilai transedental kader yang membentuk kepribadian yang islami.Pergerakan organisasi diwarnai dengan gerakan-gerakan aksi nyata sebagai bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakan sehingga label agen of change mahasiswa tidak hanya sebagai bualan semata.

Menurut Piet H. Khaidir dakwah IMM harus menjadi dakwah kultural sehingga IMM dapat diterima dalam masyarakat kultur terutama milenial. Maka nilai-nilai identias ideologis itulah yang menjadi landasan pergerakan baik structural ataupun secara kultural kader-kader IMM, sehingga berdampak baik dalam konteks mahasiswa dan masyarakat, agar tidak menjadi eksklusifitas.

Narasi yang dibangun untuk menggambarkan visi utama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah kader persyarikatan, kader ummat dan kader bangsa. Hal ini memang sangat tepat dibangun menjadi doktrin di kalangan kader muda persyarikatan sehingga akan menimbulkan kebanggaan dan motivasi tersendiri dalam nafas perjuangan pergerakan IMM. Melalui beberapa tahapan narasi tersebut dapat dimanifestasikan menjadi pola gerakan yang progresif dan pola perkaderan yang berkemajuan.

Oleh: Dicky Mulya Ramadhani

Mahasiswa Administrasi Publik FISIP UMJ

Kader IMM FISIP UMJ

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image