Dear, Manchester City, Belum Saatnya Kalian Rajai Eropa
Olahraga | 2021-05-30 06:35:09Liga Champions menjadi ajang bergengsi bagi klub-klub Eropa. Status klub terbaik dan elite di benua biru disematkan jika sukses meraih Si Kuping Besar.
Manchester City menjadi satu dari sekian klub di Eropa yang bermimpi meraih trofi Liga Champions. Kenapa? Dikarenakan klub asal Manchester, Inggris itu belum pernah mencicipi sekalipun gelar juara Liga Champions.
Jadi, sangatlah wajar jika Manchester Biru berambisi meraih trofi Liga Champions. Apalagi klub seteru sekotanya, yakni Manchester United, sudah meraih tiga trofi Liga Champions. Impian Manchester City meraih trofi Liga Champions pun hampir terwujud musim 2020/2021 ini. The Citizens berjumpa Chelsea di final Liga Champions musim ini.
Manchester City berbekal status juara Liga Primer Inggris musim 2020/2021 sebelum final Liga Champions bergulir, sebaliknya Chelsea harus berjuang mati-matian mendapatkan tiket Liga Champions musim 2021/2022. Di atas kertas, tentu saja Manchester City lebih diunggulkan membawa pulang trofi Liga Champions dari Porto dibandingkan Chelsea.
Namun, bola itu bundar bung. Terkadang itung-itungan di atas kertas tidak menjadi garansi sebuah tim bisa memenangkan pertandingan. Terbukti, Chelsea mampu menjinakkan Manchester City yang bermaterikan pemain jempolan di final Liga Champions musim ini.
Gol Kai Havertz pada menit ke-42 memupuskan impian Manchester City dan para suporternya pada Ahad (30/5) pagi WIB di Estadio Do Dragao, Porto. Impian Sergio Aguero juga pupus ingin menutup kariernya bersama Manchester City dengan mengangkat trofi Liga Champions. Pemain asal Argentina itu terlihat sedih seusai mengetahui klub yang segera ditinggalkannya gagal meraih trofi Liga Champions.
Kevin De Bruyne juga tak mampu menutupi kesedihannya gagal mengangkat trofi Liga Champions. Apalagi sebelum laga berakhir ia harus ditarik ke luar lapangan karena cedera.
Gagal di final Liga Champions sekaligus membuyarkan impian Manchester City meraih treble winner musim ini. The Citizens sebelumnya sudah menggenggam trofi Liga Primer Inggris dan Piala Liga Inggris.
Lantas apakah kegagalan Manchester City ini karena kutukan klub debutan di partai pamungkas Liga Champions? Melihat catatan sejarah, klub-klub yang kali pertama bermain di final Liga Champions selalu gagal keluar sebagai juara.
Sebelum Manchester City ada tujuh klub lainnya, yakni Valencia (2000), Bayer Leverkusen (2002), Monaco (2004), Arsenal (2006), Chelsea (2008), Tottenham Hotspur (2019), dan Paris Saint Germain (2020). The Citizens seolah mewarisi kutukan debutan finalis Liga Champions.
Sebagai suporter Manchester United tentu saya happy melihat tim tetangga gagal menjuarai Liga Champions, sekaligus ingin ikut-ikutan meraih treble winner. Terlepas dari doa saya yang terkabul ingin melihat Phil Foden cs gagal di Liga Champions, ya memang belum saatnya mungkin tim tetangga merajai Eropa, saat ini Manchester City cukup jadi penguasa liga domestik dalam 10 tahun terakhir.
Belum saatnya Manchester City menuliskan sejarah sebagai juara Liga Champions. Sabar, mungkin itu kata Thomas Tuchel, yang musim lalu juga gagal meraih trofi Liga Champions bersama PSG. Dengan segala hormat saya harus berkata, "Dear, Manchester City, belum saatnya kalian merajai Eropa".
Pep Guardiola pun memaklumi kegagalan timnya di partai puncak Liga Champions. Pelatih berkepala pelontos itu mengatakan, para pemainnya belum memiliki pengalaman bermain di final Liga Champions.
"Ini adalah kali pertama kami bermain di final Liga Champions. Mudah-mudahan kami akan bermain di final Liga Champions pada masa mendatang," kata Guardiola kepada BT Sport seusai laga final Liga Champions musim ini berakhir.
Guardiola dan para pemain Manchester City tertunduk lesu. Awan kelabu menyelimuti skuat the Citizens. Kondisi miris yang tak jauh berbeda dengan klub tetangganya, yakni Manchester United yang sebelumnya juga gagal meraih trofi Liga Europa musim ini usai dikalahkan Villarreal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.