Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Caroline Sugiarti

Masa Kecil dan Cara Kita Mencintai

Eduaksi | Saturday, 29 May 2021, 11:53 WIB
Illustrasi Perjalanan Pemaknaan Masa Lalu

"Selamat Hari Keluarga! Hadir dari keluarga dengan orang tua yang hubungannya tidak baik-baik saja, punya bermacam suka duka. Dari orangtua yang sering berbeda pendapat, aku pernah takut menjadi tertambat. Sangsi atas arti kata selamanya, sangsi atas komitmen-komitmen dan romansa." Sebut saja Ola (nama samaran).

Dari orangtua yang sering berbeda pendapat, Ola menyadari bahwa realita tidak seindah yang diduga-duga. Cinta ternyata tidak bisa mengatasi segalanya, masalah akan selalu mengikuti kemanapun kaki melangkah. ia makin mengerti bahwa manusia tidak sempurna dan berhenti menyakiti diri sendiri adalah salah satu cara bersyukur dalam hidup yang fana.

Dilansir dari kale.id, ternyata dalam mencintai ini sangat erat kaitannya dengan masa kecil kita dan bagaimana cara kita mencintai seseorang. Banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa dia selalu mendapatkan hubungan yang toxic, kenapa dia selalu kecantol sama tipe yang itu-itu saja, kenapa hubungannya selalu banyak drama atau kenapa dia selalu tidak percaya diri. Jawabannya ternyata berkaitan dengan masa kecil kita, sebelum kita bisa berbicara.

Kenapa kita terjebak dalam hubungan yang tidak sehat (toxic) ?

Kenapa kita mau-maunya berusaha mengubah seseorang yang sudah jelas tidak mau berubah?

Pertanyaan-pertanyaan ini bisa dijawab dengan menelusuri masa kecil kita, karena ini berkaitan dengan Brain Development. Seorang bayi tentu saja akan bergantung pada orangtuanya atau siapapun yang mengasuhnya, ini membentuk interaksi yang intim dan instingtif. Hal ini terbawa hingga dewasa serta mempengaruhi hubungan kita dengan oranglain, terutama hubungan romansa atau cinta.

Beberapa faktor yang mempengaruhi cara kita mencintai yaitu:

Analogi Anak Itik (Ducklings)

Seorang bayi akan menerima dan menyimpan setiap emosi yang ia rasakan. Ketika kasih sayang dan rasa amannya terpenuhi, ia akan tumbuh dewasa dengan pola kedekatan yang secure (aman). Namun sebaliknya ketika kasih sayang dan rasa aman yang ia butuhkan tidak terpenuhi atau diabaikan, maka ia akan menyimpan segala emosi negatif di alam bawah sadarnya dan tumbuh menjadi seseorang yang memiliki rasa cemas atau rasa takut yang mengganggu hubungannya kelak.

Merasa Kurang (Insecure)

Beberapa orang tumbuh menjadi manusia dewasa yang rapuh, yang selalu bertanya-tanya mengenai kelayakan dirinya untuk dicintai atau perasaan cemas yang kuat akan ditinggalkan. Ada yang mendambakan hubungan yang dekat, namun memilih untuk menghindar karena takut dikecewakan. Ada pula yang selalu takut ditinggalkan sehingga memilih untuk mengakhiri hubungan duluan. Ada.

Temukan Akar Permasalahan

Dapat disimpulkan bahwa ‘kecacatan’ kita dalam mencintai sangat berkaitan erat dengan masa lalu kita, bagaimana kita diasuh bahkan sejak ingatan belum terbentuk. Ola menyadari bahwa ia ternyata memiliki pola kedekatan yang tidak aman. Pencarian menuntunnya pada masalalu. ia yang dibesarkan oleh kedua orangtua yang memiliki hubungan yang penuh tantangan menjadikannya seperti sekarang, seorang yang sulit untuk menerima seseorang disisinya.

Ola tidak menyalahkan orangtuanya atas apa yang terjadi padannya, ia paham betul mereka tidak pantas untuk disalahkan atas apa yang tidak mereka ketahui. Mereka masih muda pada saat itu dan berusaha dengan sebaik-baiknya. Namun penting baginya untuk mengetahui akar permasalahan agar ia bisa mempersiapkan dirinya untuk masa depan.

Lalu apakah kita bisa membenahi cara kita mencintai, agar kita bisa mendapatkan hubungan yang sehat? Bisa, dengan konseling dan terapi. Tidak masalah kamu lahir dari keluarga yang secure atau tidak, selama kamu mau berusaha.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image