Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Afip Miftahul Basar

Menjadikan Orang Tua sebagai Teladan Bagi Anak-Anaknya

Eduaksi | Friday, 28 May 2021, 10:09 WIB

Sebelum membahas mengenai orang tua, saya akan membahas terlebih dahulu pengertian "teladan". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan kata "teladan" artinya adalah sesuatu yg patut ditiru atau baik untuk dicontoh ( perbuatan, kelakuan, sifat, dsb). Dan pengertian menurut Friedman dkk, Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anak- anaknya karena orang tua yang menginterpretasikan tentang dunia dan masyarakat pada anak-anaknya (Friedman dkk., 2010).

Maka saya simpulkan bahwa yang dimaksud orang tua adalah ibu bapak yang melahirkan dan mengurus anak-anaknya sampai dewasa sehingga terbentuk pribadi yang diinginkan oleh orang tua juga yang mempunyai wewenang, pengaruh dan dianggap sentral dalam memutuskan suatu perkara.

Memang, orang tua mempunyai peran yang penting dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap semua anggota keluarga yang berada dibawah tanggung jawabnya. Namun orang tua harus mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam rumah tangga, karena ikut sertanya orang tua dalam pelaksanaan peraturan yang berlaku akan memberikan suatu teladan penilaian yang baik bagi anak-anaknya.

Dari pengertian di atas, bahwa peran orangtua adalah segala aktifitas orang tua yang memfokuskan perhatiannya melalui perasaan, kemauan dan kemampuannya terhadap anak dan anggota keluarga lainnya dalam segala bidang kehidupan dan dalam rangka memberi pengaruhnya sebagai orang yang memiliki hak wewenang dan sebagai manifestasi dari rasa tanggung jawabnya.

Di jaman sekarang banyak orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan itu akan terbentuk hanya di sekolah-sekolah saja, jadi tidaklah perlu orang tua mengarahkan anak-anaknya di rumah. Bahkan ada sebagian orang tua yang tidak tahu tujuan dalam mendidik anak. Inilah kesalahan bagi orang tua sekarang. Perlu orang tua pahami, bahwasannya pendidikan di rumah yang meskipun sering disebut sebagai pendidikan informal, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja. Orang tua harus memahami bahwa keluarga merupakan institusi pendidikan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan institusi pendidikan formal. Ini bisa dimengerti karena keluarga merupakan sekolah paling awal bagi anaknya. Di keluargalah seorang anak pertama kali mendapatkan pengetahuan, pengajaran dan pendidikan.

Selain itu, orang tua juga harus mengetahui apa tujuan mereka mendidik anak-anaknya, apakah hanya sekedar bisa survive di dunia ini ataukah menginginkan anak-anaknya menjadi generasi yang unggul. Tujuan utama pendidikan adalah untuk melahirkan generasi-generasi yang berkepribadian Islam (syakhshiyah Islamiyyah), atau dengan kata lain, tujuan orang tua mendidik anak adalah untuk menjadikan mereka anak-anak yang sholeh/sholehah, Karena mereka nanti adalah aset yang sangat berharga, baik di dunia dan terutama di akhirat nanti. Di dunia, mereka akan senantiasa patuh pada Allah, Rasul, dan kedua orang tuanya, dan bisa menjadi kebanggan keluarga, sedangkan di akhirat nanti mereka akan menolong kedua orang tuanya, karena amalan yang tetap mengalir meskipun orang tua meninggal adalah doa anak sholeh/sholehah.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Allah juga memberikan contoh-contoh Nabi atau orang yang bisa dijadikan suri teladan dalam kehidupan atau peringatan agar orang tua yang tidak menirunya, sebagaimana firmanNya:

"Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji" (Qs. al Mumtahanah [60]: 6)

Oleh karena itu, keteladanan dalam dunia pendidikan adalah sangat penting, apalagi orang tua sebagai orang tua yang diamanahi Allah berupa anak-anak, maka orang tua harus menjadi teladan yang baik buat anak-anak. Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak, orang tua harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Jadi jika orang tua menginginkan anak-anaknya mencintai Allah dan Rosul-Nya maka orang tua sendiri sebagai teladan bagi anaknya harus mencintai Allah dan Rosul-Nya pula, sehingga kecintaan itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat pada syariâ at jika kedua orang tuanya sering bermaksiat kepada Allah. Tidaklah mudah untuk menjadikan anak-anak yang gemar mencari ilmu Allah jika kedua orang tuanya lebih suka melihat televisi daripada membaca dan datang ke Majlis Ilmu, dan akan terasa susah untuk membentuk anak yang mempunyai jiwa pejuang dan rela memberikan segalanya untuk kepentingan Islam, jika bapak ibunya sibuk dengan aktivitas meraih materi dan tidak pernah terlibat dengan kegiatan dakwah.

Disamping itu, tanpa keteladanan, apa yang orang tua ajarkan kepada anak-anaknya akan hanya menjadi teori belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah merealisasikan dalam kehidupan. Orang tua selalu mengajarkan kepada anaknya agar mencintai Allah, namun orang tua sendiri lebih mencintai dunia maka pengajaran tentang hal itu akan sulit untuk direalisasikan. Yang lebih utama lagi, metode keteladanan ini bisa orang tua lakukan setiap saat dan sepanjang waktu. Dengan keteladanan pengajaran-pengajaran yang orang tua sampaikan akan membekas dan metode ini adalah metode termurah dan tidak memerlukan tempat tertentu.

Jadi, untuk mampu menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) bagi anaknya, syarat utama bagi orang tua adalah harus tahu Islam secara kaffah (menyeluruh), bagi yang belum tahu Islam tidak ada kata terlambat, belajar Islam menjadi prioritas agar orang tua menjadi uswah (teladan) yang ideal buat anak-anaknya. Islam adalah landasan yang ideal untuk membentuk suatu kepribadian, karena Islam adalah aturan yang menyeluruh bagaimana manusia hidup di dunia ini. Wallahu a'lam..

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image